“Bulan!” Teriakan datang dari luar ruangan. Rembulan membuka matanya. Sambil mencoba untuk bangkit dari tidurnya, Rembulan mengingat mimpi yang terputus akibat teriakan ibunya. Ia berdiri di sebuah padang rumput yang luas, sendirian, sambil memandang langit malam yang disinari cahaya bintang-bintang dilangit. Tidak terlihat bulan di langit. Walau hanya sebuah mimpi, Ia bisa merasakan angin sejuk yang dengan lemah lembut mengusap wajahnya. Ia mendengar namanya disebut dari belakang. Ketika menengok, yang bisa Ia lihat hanyalah sebuah siluet. Ia mencoba memfokuskan matanya untuk melihat dengan lebih jelas siluet milik siapakah itu, namun sebelum dapat bisa melihat dengan pasti, Ia sudah terbangun.72Please respect copyright.PENANAevYqyqOkqB
“Bulan! Ini Elina sudah datang!” Kantuk langsung hilang dari mata Bulan. Dengan terburu-buru Ia datang ke pintu depan untuk menyapa teman baiknya.
Elina Citrani, teman Bulan sejak mereka bisa berjalan, adalah perempuan cantik yang pendiam. Walau laki-laki yang berusaha menjadi kekasihnya berjumlah sangat banyak, tidak satupun dari mereka berhasil merebut hati Elina. Ia tidak pernah merasa nyaman ketika dikelilingi laki-laki. Bulan sudah berkali-kali membujuknya untuk sesekali membuka hatinya, “Kamu mau mati perawan?” Katanya, walau setelah mengucapkan itu Bulan tidak henti-hentinya meminta maaf. Elina tahu bahwa cepat atau lambat Ia harus menemukan pasangan hidup, atau setidaknya merasakan bagaimana rasanya mempunyai pacar, tapi Ia sudah merasa cukup dengan kehadiran Bulan disisinya.
“Maaf Lin, gue baru bangun.” Ucap Bulan sambil menunjukan senyumnya yang paling lebar.
“Enggak apa-apa, udah ketebak kok kebiasan lu.” Ujar Elina sambil masuk ke dalam rumah Bulan. Ia sudah sangat sering mengunjungi rumah Bulan sampai rasanya sudah seperti rumahnya sendiri. Ia hafal dimana letak kamar mandi, kamar Surya, dan kamar Bulan. Setelah bersalaman dengan nyonya pemilik rumah, Bulan menyuruhnya untuk menunggu Ia mandi di kamarnya.
Kamar Bulan tidak banyak berubah sejak terakhir Elina melihatnya, pakaian masih berserakan di lantai, dinding dipenuhi poster Queen dan band-band rock klasik lainnya. Elina membayangkan bagaimana kondisi kamar kos Bulan, “Pasti berantakan sekali.” Pikirnya. Hidung Elina mencium aroma yang menempel di kasur Bulan, susah untuk dijelaskan seperti apa aroma itu, namun yang pasti hatinya merasa tenang ketika berada di dekat aroma tersebut.
Sambil menunggu Bulan mandi, Elina membayangkan bagaimana hari ini akan berjalan. Seperti biasa, setiap Bulan kembali untuk liburan, mereka merayakannya dengan jalan-jalan berkeliling kota. Makan di sana-sini, belanja pakaian yang akan jarang mereka gunakan, dan sebagai penutup, melihat film terbaru yang sedang tayang di bioskop. Elina meraih handphone-nya untuk memastikan bahwa Ia sudah membeli tiket filmnya, namun perhatiannya teralihkan oleh suara pintu terbuka. Bulan masuk dengan badannya yang hanya tertutup oleh handuk. Elina mencoba mengalihkan perhatiannya kembali ke ponselnya, namun usahanya sia-sia.
Bulan tanpa malu-malu menjatuhkan handuk yang menjadi pemisah antara badannya dan Elina. Ini memang bukan pertama kalinya Elina melihat tubuh terbuka Bulan, namun Ia masih merasa malu, seakan melihat tubuh sesama wanita adalah hal yang tabu. Walau begitu, Elina memperhatikan sementara Bulan mengenakan pakaian dalammnya. Lekuk tubuh Bulan menampakan Ia seperti seorang yang sering berolah raga, namun Elina tahu bahwa satu-satunya olah raga yang Bulan lakukan adalah mengejar penjual es krim keliling.
“Apa?” Bulan tiba-tiba berbicara, sadar Elina sedang memperhatikannya memakai baju.
“Huh? Oh, Enggak apa-apa. Adek lu udah masuk SMA ya?” Elina mencoba mengalihkan pembicaraan dengan terburu-buru.
Kepala Bulan mencuat dari dalam kaos yang sedang Ia pakai dan menjawab, “Iya, tadi pagi semangat banget dia. Sampe ngaca segala.”
Tawa kecil lepas dari mulut Elina. “Inget gak dulu pas kita SMA, si Budi nembak lu didepan seangkatan pas selesai upacara.”
“Astaga, lu ngapain ngingetin gue. Itu gue malu sampe mampus.” Ucap Bulan sambil kebingungan mencari rok yang akan Ia gunakan. Elina menyerahkan rok yang Ia lihat terbaring di lantai di dekatnya.
“Makasih. 2 Tahun gue diingetin terus sama semua orang di sekolah, guru juga. Heh, cocok ga?” Bulan bertanya sambil memutarkan badannya seperti seorang model.
“Lumayan.” Sejujurnya Elina tidak terlalu peduli apa yang dipakai oleh Bulan, semuanya cocok.
…72Please respect copyright.PENANAm4QyMszAR6
Luna sedang berbaring di sofa sambil membaca buku dengan suara tv sebagai latar belakangnya. Akhirnya terdengar suara langkah kaki datang dari tangga. Bulan dan Elina pamit padanya dan pergi menuju mobil Elina. Luna mulai menyadari bahwa Bulan terlihat paling bahagia ketika pergi bersama Elina. Well, tidak sebahagia ketika dia pergi bersama ibunya.72Please respect copyright.PENANAfFdu0Hfs14