Chapter 1; Part 1.
"Apa kau tau tentang legenda Arthur dan 12 kesatria meja bundar ? Legenda yang berasal dari inggris ini sebenarnya memiliki cerita lain di dalamnya. Cerita tentang dua dunia. Dunia yang disebut sebagai Dunia Myth, dan Dunia yang disebut sebagai Dunia Sihir. Dua peradaban yang terbentur karena keseimbangan antar dimensi yang terpecah, menyebabkan perang besar yang disebut sebagai Akhir dunia. Namun, apakah dunia berakhir setelahnya ? Tidak. Perang ini berlangsung cukup lama. Perang antara penghuni dunia sihir, kaum penyihir yang dipimpin oleh Sang Raja, Arthur Pendragon. Dan penghuni dunia Myth, kaum barbarian yang hingga kini tidak diketahui siapa pemimpinnya. Walaupun perang berada di dunia penyihir, kaum barbarik mampu memukul mundur. Mendesak kaum penyihir hingga ke titik darah penghabisan. Api menjalar menutup seluruh dunia. Perpecahan terjadi antar kaum sendiri. Menyebabkan penghianatan, pembunuhan tak berdasar.
"Lalu, perang sampai di titik akhirnya. Arthur dengan sebelas orang kepercayaannya sudah terdesak. Bahkan Sir Lancelot sudah meminta kepada Sang Raja untuk menarik pasukannya dan mundur. Setidaknya mereka selamat di hari ini untuk membalas di esok hari. Namun Sang Raja menolak. 'Tak ada kemenangan tanpa pengorbanan'. Disaat itulah Sang Penyihir agung mulai menampakkan dirinya. Memperkenalkan dirinya pada dunia. Merlin, Namanya. Dibantu dengan Sang Penyihir disisinya, Arthur berhasil menaklukan kaum barbarik dan mengambil alih seluruh kekuasaan atas dimensi ini. Tak lama setelah itu perang pun berakhir.
Sesaat setelah perang itu berakhir, Dunia Kembali damai. Kehidupan mulai tertata dari awal. Namun bagaimana dengan nasib kedua belas kesatria ?. Mereka tengah sibuk dengan sosok yang dikenal sebagai Merlin ini. Ia menghilang, tanpa jejak. Arthur yang menjadi orang terdekat dengannya menyuruh ke-sebelas kesatria itu untuk mencarinya. Dan mereka pun tak pernah terlihat lagi setelah itu.
"Tapi ma... mereka menemukannya kan ?"
Mendengar pernyataan itu sang ibu hanya tersenyum lalu berkata " Hari sudah malam. Ini waktunya kamu tidur". Ia mengecup dahi sang putra lalu ikut tidur disebelahnya.
Brak !!
"Fa'I !!!"
Empunya nama terbangun dari tidurnya, menatap papan dengan pandangan yang masih buram dan pening menghuni kepalanya. Omelan dari gurunya pun datang. Fa'I yang masih setengah mengantuk hanya bisa mengiyakan ucapan gurunya. Begitu sang guru sudah puas dengan pelampiasannya ia pergi meninggalkannya. Fa'I hanya duduk tenang setelahnya, dengan mata menatap papan, namun pikiran ntah kemana.
Fa'I adalah salah satu murid dari sekolah sihir, sekolah yang ditujukan bagi mereka yang ingin menjadi seorang penyihir. Ribuan calon penyihir muda dilatih untuk melindungi dunia dari ancaman yang akan datang. Banyak orang mengira bahwa semua makhluk tak dikenal seperti ; naga, kraken, bidadari, tidaklah ada. Sebenarnya mereka ada, namun eksistensinya di dunia ini cukup rendah. Manusia sudah mendominasi lebih dari 70% populasi di planet ini.
"Fa'I, coba praktekan !"
Guru pun menberi perintah disaat Fa'I masih dalam keadaan tidak siap. Membuatnya gelagapan hingga merapalkan mantra yang salah.
"saya menyuruhmu untuk merapal mantra bola api. Bukan mantra petir. Kenapa yang keluar malah petir ?" Serunya
"Haha... dasar murid gagal. Mending berhenti deh, gausah sekolah sini lagi"
"Hush. Kalian tidak boleh seperti itu, walaupun ucapan kalian benar tidak berarti kalian bisa seenaknya"
'kata katamu seakan akan menyuruhku makin menerimanya' pikir Fa'i
"Ya sudah, Fa'I kamu pergi keruang hukuman sepulang sekolah."
"kenapa ?"
"karena kamu tidur tadi"
Fa'I hanya mengiyakan perintahnya dengan wajah yang lesu.
"Ini sudah yang ketiga kalinya kamu ikut kelas hukuman. Ada dengan dirimu Fa'I ?" ucap kepala sekolah ini
Saat ini Fa'I tengah berada di ruang kepala sekolah. Karena ia sudah tiga kali melanggar aturan akademi ia pun berakhir di sana. Ia berdiri didepan meja kepala sekolah. Wajahnya menunjukkan tidak peduli. Ia hanya ingin cepat cepat pergi dari ruangan itu. Kepala sekolahnya sok sibuk dengan membaca laporan hukuman Fa'I . Padahal, dengan jelas disana hanya ada selembar kertas kecil yang bertuliskan "Tidur saat kelas".
"Aku tau nilaimu dalam sihir rendah, namun bukan berarti itu buruk."
"setidaknya berusahalah agar tidak terkena hukuman."
Fa'I memalingkan pandangannya
"hah... mau bagaimana lagi, besok saya ingin orang tuamu menghadap ke saya jam sepuluh"
Fa'I sontak menolak permintaannya
"kumohon pak, apapun selain itu"
"Maaf nak, tapi tak ada cara lain. Berikan ini pada orang tuamu, besok saya tunggu"
Tatapannya menjadi suram. Ia mengangguk lemah, lalu pergi dari ruang kepsek dengan secarik kertas. Sesampainya diluar ruangan, tangan kirinya mengepal begitu erat hingga keluar darah dari tangannya kirinya. Ia melihat tangan kirinya yang bersimbah darah, lalu mendesah perlahan. Ia pun mengambil secarik kain dari sakunya lalu melilitkannya pada tangan kirinya itu.
*
Pintu berderit. Cahaya merambat memasuki ruangan. Menyisahkan sebuah bayangan seorang remaja. Ia masuk dan berusaha untuk menutup pintu perlahan. Anak itu berteriak, berusaha memancing perhatian sang ibu. Namun tak ada tanda tanda jawaban dari ibunya. Ia hanya menghela napas, lalu menaruh surat panggilan tadi di meja ruang makan dan pergi kekamarnya, mengurung diri hingga esok
Silau cahaya pagi membangunkannya. Ia melihat kalender di dinding dan sadar. Ini masih terlalu pagi untuk bangun di hari minggu. Namun, ia berencana untuk bangun dan membuatkan sarapan hingga, dengan kasar pintu didobrak. Muncul seorang pria paruh baya. Dari wajahnya, terlihat bahwa ia tengah marah besar.
"apa ini ?" tanyanya dengan menunjuk surat panggilan di tangannya
"kau berulah lagi ? ada apa denganmu ? masih belum cukup ha membuat kita sengsara ?"
"harusnya itu aku yang bilang..."
"apa katamu ?"
Pria itu pun mulai mengangkat tangannya hendak memukul, namun istrinya menghentikannya. Menahan tangan yang sudah mengacung siap. Tanpa rasa kasihan ia mendorong istrinya cukup keras lalu menamparnya
"apa lagi ? kau ingin berulah juga ? tidak ibu tidak anak sama saja. Aku sudah pusing dengan ini semua" ucapnya lalu pergi.
Ibu anak itu menghampirinya lalu bertanya "kau tak apa ?"
Namun anak itu hanya diam. Ia tak bereaksi sama sekali. Ini sudah biasa baginya. Dipukuli hanya karena hal remeh. Biasanya bisa lebih buruk dari ini.
"Mama buatkan sarapan ya. Nanti kamu makan di bawah" ucapnya
Anak itu hanya mengangguk sebagai jawaban.
ns 172.69.6.124da2