Saat ini matahari seharusnya ada tepat di atas kepala, tapi di langit musim dingin, ia malah tertutup oleh jutaan awan putih. Hangat, tapi tidak terlalu hangat juga. Ada sedikit rasa dingin, ciri khas musim dingin di negeri yang asing bagi dia. Jujur, dia menyukai cuaca seperti ini.
Gadis kecil itu berlari dengan riang sambil menggerak-gerakkan tangan dan kepalanya seperti orang yang sedang menari. Menyusuri jalan-jalan kecil di kota besar ini, dia terus menuju ke jalan yang lebih besar. Tudung hitamnya tertiup angin, menampilkan rambut putih indah miliknya yang panjangnya mencapai siku. Tanpa memedulikannya sama sekali, gadis itu terus menari-nari dengan riangnya.
Lalu, setelah sampai di depan jalan besar dan banyak orang berlalu-lalang, dia berhenti. Di pusat kota seperti ini, memang agak sulit untuk mencari seseorang, tapi gadis itu terus mencoba. Bermodalkan ingatan samarnya tentang wajah sang ayah, gadis itu mencari laki-laki yang wajahnya setidaknya mirip dengan sang ayah.
Kalau kalian kira gadis kecil itu bahkan tidak tahu siapa yang dia cari, kalian salah. Dulu, sang ayah selalu bercerita kalau gadis itu punya seorang kakak laki-laki. Karena satu dan beberapa hal lain, baik sang ayah, si gadis, dan sang ibu terpisah dari si kakak.
Di masa kecil gadis itu ada sang ayah dan ibunda, berbeda dengan kakaknya. Di dalam hatinya, dia merasa iba pada sang kakak. Saat ini, baik sang ayah maupun ibunda sudah tiada. Kakak laki-lakinya mungkin hanya punya ingatan samar soal mereka ketika dirinya masih bayi. Pasti si kakak belum pernah bertemu dengan adiknya. Begitupun sebaliknya. Tapi, apakah dia mengetahui kalau dia punya seoang adik?
Gadis itu tidak sepenuhnya yakin bagaimana menjawab pertanyaan itu.
Sedari tadi, gadis itu masih mencari. Dan akhirnya, setelah beberapa menit lamanya, ketemu.
-=-=-
Laki-laki itu baru saja pulang dari pekerjaan sehari-harinya sebagai seorang 'petarung lepas'. Nama pekerjaan itu mungkin aneh, tapi intinya, dia disewa untuk kemampuan bertarungnya.
Di punggung itu ada sebuah longbowkayu dan sebuah quiverkuning yang setengah-penuh berisi anak panah. Di pinggulnya tersimpan belati kecil yang ditutup oleh penutupnya. Dari perlengkapan itu, bisa disimpulkan kalau laki-laki ini adalah seorang pemanah.
Kelelahan terlihat di wajahnya, tapi dia seharusnya sudah terbiasa. Hari masih siang, dan di hari langka ini dia sudah mendapat upah yang sama seperti untuk bekerja hingga larut malam. Karena biasanya turun salju, laki-laki itu sudah melingkarkan scarf cokelat di lehernya.
Dia mengitari kota, menembus keramaian aktivitas penduduknya.
-=-=-
Laki-laki itu tidak sadar ketika melihat sekilas seorang gadis kecil berwajah asing dengan rambut putih diantara kerumunan orang. Tapi, tidak demikian untuk gadis kecil itu.
Seperti anak kecil yang polos, gadis itu menerobos kerumunan untuk terus mendekati sang kakak-- atau, orang yang dia anggap sebagai kakaknya. Keyakinan itu didasari dari kemiripan wajah dan warna rambut orang itu dengan sang ayah.
Meskipun begitu, tetap saja wajah mereka berbeda, karena usia laki-laki itu sekarang hanya tujuh belas tahun. Gadis itu tahu karena ayahnya sudah bercerita soal kelahiran kakaknya.
Sedikit lagi... sedikit lagi, dan...!
Sampai.
-=-=-
Laki-laki itu merasa ada yang aneh. Dia dibuntuti oleh gadis kecil dengan rambut putih yang jelas-jelas bukan berasal dari negeri ini. Orang asing. Tapi dia tahu bagaimana rasanya mendapat prasangka dari orang lain. Makanya, dia memutuskan untuk membiarkan gadis itu, mungkin sampai tikungan di depan.
Dan ternyata, gadis itu masih mengikutinya. Walau terhalang oleh tubuh beberapa orang lain, gadis itu mudah dikenali karena rambut putihnya yang mencolok.
Akhirnya, setelah jumlah orang yang lalu-lalang berkurang drastis, laki-laki itu bisa melihat wajah si gadis kecil dengan jelas. Tersenyum, gadis kecil itu menghampirinya.
"Selamat Siang, apa benar kamu yang bernama Exeleion?" sapa gadis kecil itu.
Jujur, Exeleion tidak mengharapkan kesopanan dan keformalan dari seorang gadis kecil yang sepertinyaberusia sepuluh tahun-- atau mungkin sebelas. "Iya, benar, saya sendiri.", jawabnya sambil membalas senyuman ramah si gadis. "Ada yang bisa saya bantu?"
Gadis kecil itu menutup kedua matanya sebentar dan senyumannya terlihat semakin melebar. "Aku... boleh aku minta waktumu sebentar?"
Exeleion sebenarnya tidak meyangka, kalau gadis ini mungkinakan menjadi calon bosdan membayar dia untuk melakukan pekerjaan tertentu. Dia pernah disapa beberapa kali oleh orang asing seperti ini untuk alasan itu. Yah... salahkan pengalaman sempitnya yang belum pernah dibayar seorang gadis kecil.
"Tentu saja, ad-- Nona.", ucapnya sebagai jawaban pertanyaan tadi. 'Adik kecil?'bhak. Pelanggan adalah raja, jadi, mungkin kata 'Nona' lebih tepat. “Apa Nona membutuhkan pemanah yang handal?”
Gadis itu mengedipkan matanya beberapa kali. “Ah... um... sebenarnya aku perlu seseorang untuk menjagaku selama di kota.”
Exeleion sebenarnya sedang ‘rehat’ karena dia baru saja menyelesaikan pekerjaan lain. “Aku punya kenalan seorang kesatria berbaju besi. Orang seperti dia cocok untuk menjadi pengawal Nona.”, tolaknya dengan halus.
“Tapi... aku sudah mendengar tentang reputasimu di Adventurer’s Guild!”, seru gadis itu dengan semangat yang tiba-tiba muncul. “Jadi, kamu saja ya yang menjadi pengawalku?”, pintanya dengan lembut.
Eh? Memangnya aku punya reputasi seperti itu?
Exeleion mempertimbangkan apakah gadis itu mengatakan sebuah kebohongan... tapi untuk apa dia berbohong? Belum menjawab apa-apa, gadis itu kembali berbicara. “Apa... dua puluh koin emas cukup?”
Dia berhasil membuat mulut Exeleion terbuka karena terkejut. D-dua puluh?
Sebagai patokan, upah dari pekerjaannya pagi ini itu satu koin emas. Itu karena keberuntungan, biasanya dia harus bekerja sampai larut malam untuk mendapat uang dengan jumlah yang sama.
“Kalau dua puluh lima bagaimana?”, tanya si gadis dengan polosnya.
“N-Nona, sepertinya Nona terlalu berlebihan”, jawab Exeleion setelah mengambil kembali kewarasannya.
Tentu saja, gadis itu cuma anak kecil. Exeleion hampir jatuh pada perangkap, karena jika maksud gadis itu adalah dua puluh lima koin perak, maka itu jadi masuk akal. Siapa tahu, mungkin dia tidak bisa membedakan emas dan perak?
“Kalau kamu tidak percaya...”, ucap gadis itu sambil mencari-cari sesuatu dibalik jubah hitam miliknya.
Sekarang Exeleion melihatnya, penampilan gadis kecil itu sangat tipikal. Dia mengenakan jubah hitam besar yang menutupi badannya dari leher sampai kaki. Bahkan mungkin sampai menyentuh tanah. Tipikal penampilan seseorang dari negeri tetangga, Umbra. Penampilan begitu tidak terkategorikan mencurigakan, karena wajah si gadis itu terlihat jelas dan tudung kepalanya tidak dia gunakan.
Tangan lembut si gadis meraih tangan kanan Exeleion, lalu memaksanya menerima sebuah kantung kain berwarna cokelat. “Itu dua puluh lima koin, tolong periksa keasliannya.”, ucapnya sambil tersenyum.
Dingin. Tangan gadis itu dingin seperti salju. Lalu, saat Exeleion membuka kantung itu... dia benar-benar menemukan kilauan emas. Dari pengalamannya sebagai petarung lepas, yang salah satunya adalah ketika menerima bayaran berupa kantung seperti ini, mengatakan kalau kilauan itu asli. Lalu, dari beratnya, ada setidaknya dua puluh-an.
Exeleion terus memindahkan tatapannya antara harta di tangannya dan senyuman ramah si gadis. Exeleion ingin berbicara sesuatu, tapi dia mengurungkan niatnya karena dia belum selesai merangkai kata-kata untuk dikeluarkan.
Nona ini tidak bercanda?
Gadis itu sedikit memiringkan kepalanya. “Kamu terima, kan?”
Tidak, ini pasti jebakan. Lagipula, hal seperti ini terlalu ‘mencurigakan’, bukan?
“Maaf, Nona...”, ucapnya dengan berat hati.
-=-=-
Apa?! Kenapa dia masih menolaknya?!
Gadis kecil itu tidak paham tentang pola pikir remaja laki-laki yang berdiri di depannya. Dua puluh lima koin emas, secara teknis, sama harganya dengan harga sewa rumah mewah selama sebulan penuh. Atau untuk makan lima kali di restoran kelas satu. Dia tahu, karena dia pernah melakukan kedua hal itu.
Kalau bukan soal uang, maka...
“Aku... aku takut seseorang akan merampokku...”, ucapnya sambil mencoba sebaik mungkin menggunakan nada sedih yang menyedihkan. “Kamu terlihat seperti orang baik, jadi... jadi...”
Sepertinya berhasil. Wajah serius laki-laki itu perlahan memudar. “Nona, memangnya Nona kemari sendirian?”, tanya laki-laki itu sambil menggaruk-garuk kepalanya.
“Tadi... aku kemari bersama pengawal lain. Kami berpisah setelah mencapai kota, karena memang itu kesepakatannya.”, jawab gadis itu sambil melihat ke tanah.
“Maksud saya, Nona tidak bersama keluarga atau teman?”
Gadis itu menggelengkan kepala. “Justru... aku kesini untuk mencari keluargaku.”
Ya Tuhan, sulit sekali! Kumohon buat orang ini percaya padaku!
-=-=-
Ya Tuhan, Nona ini benar-benar keras kepala.
Exeleion sudah menolaknya, tapi pada akhirnya dia malah terus diajak bicara hingga berbelit-belit. Ah, ngomong-ngomong, kantung berisi emas itu... masih dia pegang erat. Artinya, sejak tadi dia masih belum menolaknya dengan sepenuh hati.
Kamu terlihat seperti orang baik,
Gadis itu bukan orang pertama yang mengatakan hal itu. Apa memang benar, kalau ‘kebaikan’ dan ‘kejahatan’ itu bisa terlihat dari wajah seseorang? Mungkin seorang penjahat selalu terlihat...
Dan itu yang dinamakan prasangka, bukan?
Exeleion selalu membenci prasangka. Dia, pun, berusaha untuk tidak menaruh prasangka pada orang lain-- Huh?
Apa aku menyangka gadis ini mencurigakan? Bagaimana kalau semua yang dikatakannya itu benar?
Curiga dan prasangka. Dua hal itu memiliki garis pembeda yang jelas. Jadi, perbuatannya kali ini masuk kategori apa?
Curiga. Memangnya ada seseorang yang membayar 25 koin emas untuk menjaga mereka di dalam kota saja?
Oh iya, gadis itu cuma bilang ‘selama dia dikota’, mungkin artinya bukan satu hari? Apa satu bulan? Jangan-jangan satu tahun? Yah, kalau satu tahun itu namanya perbudakan. Tapi, selama dia menekuni bidang pekerjaan ini, tidak ada orang yang menyewanya dalam jangka waktu lebih dari seminggu. Karena, untuk lebih dari seminggu, biasanya akan dilakukan secara resmi di atas kertas, dilegalisir oleh Adventurer’s Guild, dan...
“Apa kamu memikirkan sesuatu?”, tanya suara lembut milik gadis itu.
“J-jadi, Nona masih berniat menyewa saya?”, tanya Exeleion yang terkejut. Disela seorang gadis ketika melamun bukanlah sesuatu yang menyenangkan.
“Tentu saja!”, seru gadis itu. “Apa ada masalah? Kenapa kamu selalu menolak?”, tanyanya dengan kesal.
“Iya, masalah. Jujur, upahnya terlalu mencurigakan, Nona.”, Exeleion menghela napas lega. Beban di tubuhnya ini akhirnya bisa dia ungkapkan.
Gadis itu kembali tersenyum “Ah... um... Itu... untuk seminggu.”, ucapnya sambil menaruh telunjuk di dagunya.
“Be-begitu, ya...”
Ternyata, aku berprasangka lagi.
ns 172.71.223.148da2