×

Penana
search
Loginarrow_drop_down
Registerarrow_drop_down
Please use Chrome or Firefox for better user experience!
  • Writer
    Oribe Azusa
    Oribe Azusa
    FORGET ME NOT
    suka atau tidak suka,mau atau tidak mau suatu hari nanti kita pasti akan dilupakan
    See more
Senyum
G
639
0
0
315
0

swap_vert

Senja pun mulai mendekat,diantara hiruk pikuknya awan awan yang berlarian seakan mengejar kebahagian,diantara rona rona kekuningan lembayung yang membuat keindahan sayu.Angin yang congkak mengepakan sayap sayap khayalan diantara reruntuhan keping demi keping tembok hati yang lapuk oleh pahitnya kenangan.

Sekarang aku hanya terdiam,tanpa expresi dan tak ada keiginan untuk berkata kata,pandanganku ke depan,namun tidak ada suatu objek pun yang tertangkap oleh mataku,entah aku ada dimana,entah pikiran ku kemana,bahkan aku tak tahu aku akan kemana.

Ingatanku hanya tertuju pada masa yang terlewat tahunan lalu,saat mama dan papa berpisah memutuskan untuk memiliki kehidupan dan mencari kebahagiaan masing masing.Setiap manusia berhak bahagia begitupun mereka,aku yakin saat itu mereka pun ingin aku bahagia.

Hal yang tidak aku mengerti saat itu adalah,bahagia ku di mata mereka berbeda dengan bahagiaku dimataku,bagi orang tua bahagia itu saat mereka melihat anak anaknya dapat tumbuh secara normal,ada yg merawat,dan cukup sandang pangan,namun bahagia bagi seorang anak hanyalah ketika dia berada di sebuah keluarga yang utuh dimana,ayah,ibu,adik kakak berkumpul menjadi satu.

Saat mama dan papa ku mencari kabahagiaan diluar sana,aku dirawat oleh kakak papaku,panggil saja Uwak,disebuah desa di daerah jawa tengah,disana uwaku mengajarkan aku bekerja keras,berjualan kelapa,pisang ke pasar.Berpetulang ke sawah,mencari ikan dan udang di sungai bahkan berjualan keliling kampung.ternyata masa masa itu menjadi masa yang tidak bisa terlupakan.

Sampai saatnya papa ku mengajak aku kejakarta dan ikut bersama mama aku yang baru,Dulu ketika aku kecil aku berpikir mama aku yang baru  tidak baik,jahat dan tidak menyayangiku.Namun seiring berjalannya waktu dan dewasanya diriku,logikaku sampai pada kesimpulan bahwa tidak bisa rasanya seorang wanita benar benar mau menyayangi anak orang lain seperti dia menyayangi anaknya,jadi manusiawi,saat perlakuan seorang ibu sambung sedikit berbeda terhadap kita.Tokh dia bukan malaikat,mungkin ada beberapa wanita yang memiliki hati malaikat yang mampu menyayangi anak orang seperti anaknya sendiri.Satu diantara satu.

Mungkin ada beberapa hal yang membuatku tidak nyaman saat tinggal bersama papa dan mama sambungku,namun aku memiliki sebuah harapan saat itu yaitu aku ingin sekolah setidaknya sampai aku lulus SMU dan bekerja mencari uang sendiri tanpa bergantung pada papa lagi.Hal itu pulalah yang menjadi alasan kenapa aku lebih memilih ikut papa ketimbang ikut mama kandungku sendiri,yang kehidupannya tidak lebih baik dari papa,berbeda dengan adikku laki laki yang lebih memilih ikut mama.

Lulus Smu aku pun memutuskan untuk bekerja,dan aku mengenal seorang lelaki,yang akhirnya menjadi suamiku,3 tahun aku berpacaran dengannya sampai aku menyadari ada hal yg aneh darinya,dan aku memutuskan untuk putus dengannya ,namun malam setelah aku menyatakan putus dia mabuk dan kecelakaan,kedua orang tuanya yang sudah mengenal aku minta tolong supaya aku menjaga anaknya sampai mereka datang ke jakarta,karena keluarga suamiku semua tinggal di jawa dan suamiku kuliah dijakarta.Saat aku menjaganya dirumah sakit itulah rasa ibaku kembali muncul,dan selepas dia sembuh aku menikah dengannya.Awalnya aku ragu,namun entah kenapa,aku seolah lupa sebagian dari kehidupan ku bersama nya,satu hal yang aku ingat bahwa ketika kau hamil anak pertama dan tinggal di rumah orang tuanya,aku mendapatkan kenyataan pahit dan hal aneh yang aku lihat dari suamiku ternyata terungkap disini.Bahwa suamiku pernah kecelakaan menabrak orang dan membuat otaknya tidak berjalan semestinya orang normal,bisa dibilang "tidak waras".Saat itu aku merasa bahwa aku telah dibohongi,tp aku mencoba ikhlas dan menerima semua sebagai sebuah ketentuan dari Allah.

setelah anak pertama kami lahir,kehidupan rumah tangga kami semakin tidak menentu,aku mencoba untuk menyanggupkan diri hidup bersama seorang yang memiliki kelainan mental,meskipun tangis kian mengiringi sebuah penyesalan terdalam yang aku rasakan,kerap kali aku menyalahkan Tuhan dengan semua kesalahan ini.Setiap kesedihan yang aku alami seperti membuat jiwaku mati dan jasadku berjalan tanpa roh.

(bersambung)

favorite
0 likes
Be the first to like this issue!
swap_vert

X