Entah berapa kali aku melewati tempat ini?
Jalanan yang nggak pernah sepi.
Lampu – lampu distrik yang menyinari jalan, serta gedung – gedung tinggi megah. Drone yang berseliweran menampilkan lampu notifikasi hijau berkelap – kelip seolah memantau seisi keamanan kota.
Layar persegi panjang yang menempel di gedung - gedung, menampilkan bermacam – macam iklan dari makanan hingga hiburan malam.
Bahkan air mancur di perempatan itu menampilkan animasi walikota sedang berbicara tentang kemajuan kota Osaka. Berbagai suara musik saling bersahutan dengan harmonis.
Betapa indahnya Kota Osaka di malam hari. Yang secara fasad bila dilihat dari ketinggian tertentu, warna – warninya mirip kisah fantasi cyberpunk. Nggak ada yang bisa menahan hanyutnya hiburan dan senda gurau di Osaka.
Kamu ingin makan sushi? Nah, di distrik Umeda mereka punya sushi yang enak dengan harga yang masuk akal. Mencari hiburan penat? Tinggal carilah gedung yang punya lampu LED selain warna putih dan kuning. Atau disko pun lebih baik. Apapun ada di Distrik jalan Miko-Satsuji.
Nggak ada yang bisa menahan hiburan di Osaka. Semua orang… tanpa terkecuali. Semua orang dengan pikiran prima, dompet tebal, dan keluarga harmonis. Semuanya…
Kecuali aku. Chiba Takeichi, 30 tahun, berjalan melewati mereka dengan tenang. Aku kaum minoritas.
Seringkali onee-san yang memakai seragam sekolah agak ketat sampai tante – tante dengan syal bulu dan gaun singlet merah berbau parfum mahal, memberi penawaran khusus untukku gratis setiap saat. Senyuman mereka dibuat seindah dan secantik mungkin. Mereka selalu mengingatku. Bahkan selalu menunggu di dekat kedai takoyaki langgananku. Mereka seperti mawar yang jatuh di jalanan.
Namun…
Aku memastikan usaha mereka sia – sia. Aku nggak berpikir bisa bersatu dengan indahnya Osaka. Aku selalu mengawasi dari pinggir tanpa harus terlibat lebih jauh. Aku hanya berpikir mereka semua adalah ilusi.
Di bawah payung hitam…
Sama seperti biasa aku berjalan kecil sepulang kerja. Memandang pernak – pernik kota dengan skeptis. Skeptis karena bila ada cahaya terang, maka gang – gang kecil kota akan terlihat sangat gelap. Mirip lubang tikus raksasa.
Kalau biasanya di dekat distrik terang kamu mendengar tawa, alunan musik, dan klise suara wanita yang merajuk dengan imut, maka di gang kecil kamu hanya merasa hening.
Oh… kadang suara tong sampah yang tiba – tiba nyaring karena mungkin saja makhluk hidup sedang mati – matian mencari makan.
Hujan yang rintik – rintik….
Terdengar seperti langit sedang menangis. Setiap malam selalu begini.
Entah menangis haru karena jepang telah berkembang pesat sebagai kota masa depan? Ataukah memang sedih karena jepang semakin membuka celah antara si kaya dan si miskin?
.
.
Berbelok ke kiri dari perempatan. Enam blok gedung sudah terlewat, lantas aku masuk ke gang kecil di antara blok ketujuh dan keenam. Sepulang kerja dan setelah menolak beberapa nona – nona muda, aku selalu ke sini. Tentu, selain berlindung dari nona – nona lainnya, aku berbelanja kebutuhan sehari – hari.
Aku menaruh payungku di rak payung Haruhiro Konbini. Aku segera mendorong pintu kaca konbini. Terlihat anak kecil sedang menghampiriku.
“Papa! Papa! I-itu… Takeichi-san! Takeichi-san dengan bunga krisan putih di saku bajunya!”
Aku mengangkat ringan anak itu. “Selamat malam, Etsu-chan! Aku bawa takoyaki untukmu, loh!”
“Asyyyikkkk!! Etsu suka takoyaki!”
Aku segera menurunkan Etsu-chan dan menyerahkan kresek takoyaki padanya. Ia tampak senang dan lari kecil untuk memamerkan ke ayahnya yang duduk di meja kasir.
“Hayo! Jangan lari – lari, Etsu!” Dai-san lalu berpaling padaku. “Ah… maaf. Etsu selalu merepotkanmu, Chiba,”
“Nggak usah dipikirkan, Dai-san,”
Dai Haruhiro, adalah seniorku di tempat kerja dulu. Karena beberapa tuduhan yang menurutku nggak benar, ia dikeluarkan dengan nggak adil. Dai-san adalah pemilik konbini Haruhiro, dengan putri kecil 6 tahunnya, Etsu Haruhiro.
Dai-san pertama kali memberitahuku kalau ia membuka konbini. Semenjak keluar dari pekerjaannya, aku nggak pernah absen datang ke tempat ini. Selain harga barangnya bersaing, aku juga ingin sedikit membantunya.
Meski Dai-san adalah seniorku yang baik, ia kerap sekali mendapat takdir yang kurang adil. Istrinya baru saja meninggal enam bulan yang lalu. Yachi Etsu mengidap kelelahan yang berakibat fatal pada jantung lemahnya. Sejak awal, istri Dai-san, Yachi Etsu, terlahir dengan tubuh ringkih. Bahkan nama putri semata wayangnya, diambil dari nama belakang istrinya, Etsu.
Konbini Haruhiro saat malam hari nggak terlalu ramai. Tempat sempurna yang tenang untuk berbelanja. Hanya ada tiga orang pembeli, termasuk aku dihitung.
“Kamu ada telur 2 kilo, Dai-san?”
“Ah, stok selalu ada untukmu, kawan. Ada lagi?”
“Itu saja. Sisanya aku mau lihat – lihat dulu.” Lantas, aku menuju satu freezer ikan yang menempati di pojok dekat rak snack. Etsu-chan, putri Dai-san yang imut dengan rambut coklat muda pendeknya, bahkan sangat cocok dengan dress putih dengan jahitan boneka beruang kecil di bagian pundaknya.
“Takeichi-san, Takeichi-san! Mau beli apa?” Etsu-chan yang pendek seolah mencoba melihat freezer sambil melompat – lompat.
Lantas… aku menggendongnya dengan senang hati.
“Etsu-chan! Enaknya kalau malam – malam dingin begini makan apa ya?”
Ia berbalik memandangku dengan bibir mencucu dan pipi menggelembung, seolah hendak menjawab serius dan nggak asal – asalan.
“Hmmm…. Takeichi-san suka yang simpel atau yang rumit?”
“Mari aku pikir dulu ya… Hm…. Oke! Yang simpel aja, Etsu-chan!” Aku selalu bersemangat bila dengan Etsu-chan.
Etsu-chan memberikan jawabannya dengan detail. Ia mengatakan padaku bahwa bila ingin yang simpel, lebih baik pilih Makerel Tenggiri. Etsu-chan mengatakan kalau Makerel Tenggiri bisa dimasak dengan tumis dan jarang meninggalkan amis. Nah, meskipun aku selalu mencampurnya dengan sup.
Sedangkan bila ingin rumit, Etsu-chan menyarankan cumi – cumi.
“Ehhh~ kenapa kok cumi – cumi, Etsu-chan?”
“Karena… kata mama kalau cumi – cumi itu… harus bersihin tintanya!”
Nah, dia ini memang cerdas. Karena Etsu-chan repot – repot menjelaskan dengan detil, aku membeli keduanya. Masing – masing dua kilo.
Aku segera menurunkan Etsu-chan dan dia masih mengikutiku. Lantas, aku mengambil beberapa minuman, snack, mentega, minyak, sayur-sayuran, rempah – rempah dan bumbu – bumbu. Semua kubawa ke kasir, dan Dai-san telah menyiapkan telur 2 kilo yang kupesan.
“Etsu…. Kamu nggak nakal sama paman Takeichi, kan?”
“Nggak kok~.” Etsu-chan mendongak ke arahku. “Nggak ‘kan, Takeichi-san?
Aku tersenyum padanya. “Etsu-chan baik kok! Tadi udah bantuin paman, benar?”
“Hehehe! Aye!”
Etsu-chan berlarian kecil mengitariku. Sempat membuat Dai-san agak kerepotan, terutama dengan dua kresek bawaan yang cukup berat.
“Ngomong – ngomong… belanjaan segini…. Apakah kamu selalu makan banyak, Chiba?” celoteh Dai-san memandang seluruh barang belanjaanku.
“Yeah… mau bagaimana lagi, kan? Pekerjaan sangat melelahkan tanpamu, Dai-san. Apalagi kamu juga ingat ‘kan terakhir kali aku ke dokter kena masalah lambung, Dai-san?”
“Ah, itu benar juga. Kamu selalu menuruti pimpinan? Hahaha!”
“Setiap saat… bila nggak ingin dipecat.”
Setelah membayar semuanya, aku segera berpamitan dengan mereka berdua. Aku ingin segera pulang karena penat dan lelahku bukan main. Sesaat tampak pantulan di pintu kaca, aku heran mengapa Etsu-chan masih mengikutiku.
“Takeichi-san, Takeichi-san! Takeichi-san menjatuhkan bunga dari saku!”
“O-oh! Bisa minta tolong taruhkan ke saku paman?” Aku berjongkok dengan kedua tanganku yang menjinjing dua kresek cukup berat.
Etsu-chan memasukkan bunga yang selalu kubawa bersamaku ke saku jas hitamku.
“Terima kasih, Etsu-chan!”
“Sama – sama! Lagipula, Takeichi-san tanpa bunga krisan putih, bukan Takeuchi-san yang biasanya!”
Aku mengelus rambutnya lalu pergi.
Lantas, aku menutup kembali pintu kaca itu dari luar, menaruh kresek itu sejenak untuk menyibakkan payungku. Aku kembali melangkah pulang, dengan dua kresek dan payung yang kuapit dengan bantuan leher dan lengan kananku.
Apakah itu berat? Nggak juga. Karena nggak ada yang lebih berat dari bunga krisan putih yang selalu kubawa.
Walau tanpa lengan dan hanya mengandalkan saku, anehnya itu masih terasa berat.
ns18.224.33.135da2