***********
Keesokan harinya Laya bangun dengan mata yang terbuka di pukul 05.02. Dia bergegas ke kamar mandi untuk mengambil air wudhu, dilanjutkan dengan Shalat yang dinamakan Shalat Shubuh dua Raka'at..
Setelah shalat, ia menghampiri meja kerja nya yang menurutnya sama sekali tak usah dibereskan, meskipun berantakan..
Lalu, ia melihat sebuah kertas berbentuk pesawat Laya(n) air, yang didalamnya terdapat tulisan dari seorang Lara, laki-laki yang menurutnya aneh itu!
Dia tersenyum dan bergumam pada pesawat kertas itu
"Hei! Kau tau? Sudah kubilang, aku tak mengerti apa yang kau bicarakan. Terimakasih"
Kemudian, dia mengambil ponsel nya dan mengetik sesuatu.
"Terimakasih jangan? Dan ma'af sudah menyebalkan"
Dia mengirimnya kepada Lara yang ia sebut aneh itu.
Lalu dia menatap kembali pesawat kertas itu dan berkata:
"Bahkan, kau pun menjadi dampak kekecewaanku. Ma'af... Harusnya aku tidak marah-marah, tapi ramah-ramah dan menceritakannya"
Dia kembali dengan lamunannya, dia kembali merenung, mengingat tentang kekecewaannya. Dan kemudian gadis itu teringat apa yang dikatakan Lara..
Akhirnya dia bergumam
"Baiklah, ini bukan apa-apa. Aku bisa melewatinya. Tidak akan ada gunanya jika terus dipikirkan. Rendahkan harapan, tinggikan perjuangan. Dan, Akan ada ketentraman jika kita ikhlas. Bukan begitu Lara?"
Ucapnya sambil menengok pada pesawat kertas itu.
Lalu dia berfikir dan merasa malu sendiri
"Ah, kenapa aku jadi bicara sendiri dari tadi?"
Setelah itu, dia menggerakkan tangannya untuk mengambil sebuah buku harian yang selalu menemaninya, lalu menuliskan beberapa kalimat..
-Tentang Keikhlasan-
Karena hidup dan mati tak pernah bisa berbagi
Karena suka dan duka tak pernah mau bersama
Karena tangis dan tawa tak pernah sanggup bersatu..
Aku berdiri disini
Menatar untuk apa aku tercipta..
Untuk suka kah atau duka?
Untuk tangiskah atau tawa?
Untuk hidupkah atau mati?
Dan detik ini, aku menyadari beberapa hal..
Aku menangis untuk Rabb ku
Aku tertawa untuk Rabb ku
Aku hidup untuk Rabb ku
Dan sungguh..
Aku mati hanya untuk Rabb ku..
****
Lalu dia menutup kembali buku itu, dan tiba-tiba ponsel nya bergetar pertanda sms masuk. Dia lekas mengambilnya dan membukanya. Dia tersenyum setelah membaca pesan singkat dari Lara yang aneh itu
"Simpan terimakasihmu itu setelah kau menceritakannya padaku! Oke? Sore ini, di Ramen Mang Udin jam 16.00 selepas pulang kerja. Hari ini aku gajian, dan aku tak tau harus ku apakan uangku"
Dia tertawa..
"Dasarrr, sudah kubilang kau itu aneh!!!"
Lalu dia segera bersiap untuk memenuhi perannya sebagai manusia. Iya, bekerja..
************
Jarum pendek tepat pada angka 12, jarum panjangnya juga, seolah tak mau ketinggalan, itu menunjukan waktu istirahat bagi Laya di pekerjaanya
"Yes, sudah jam 12 siang, waktunya istirahat makan ini dan itu, terus minum lalu sholat setelahnya".
Ujar Laya penuh riang gembira.
Entah itu efek dari tanggal satu atau efek sore ini ia mau bertemu dengan Lara? sepertinya keduanya.
Baru saja beranjak dari tempat duduknya, ponsel nya bergetar, tanda sms masuk
"Laya jangan Loyo, makan segera, minum juga, jgn sholat, kalau lagi haid"
Seketika Laya Tertawa
"Hahaha, apaan sih si Lara ini" ujarnya sembari coba membalas sms dari Lara
"iya, Lara jangan Lari, segera mandi, pakai baju, jgn sholat, kalau kristen :p"
Balas Laya dengan puas, tak selang beberapa detik ada balasan sms lagi dari Lara
"Iya, koq tau aku lagi mandi sambil lari-lari? Punya indra ke tujuh yah?" Tanya Lara.
"Hahaha, kedelapan" Balas Laya sambil tertawa.
"Ya sudah, ayo segera, keburu masuk lagi kerjanya"
"Hehe, iya siap grak komandan" tegas Laya dalam sms.
"Aku Kapiten, Kapiten Pati Murah, duh"
"Hahaha serah (maksudnya: terserah)"
Sambil Laya beranjak cari makan.
Di tempat makan, Laya seolah bingung, bingung atas janji tentang dia akan menceritakan semua kekecewaanya akhir akhir ini pada Lara sore ini.
"harus mulai dari manaaa yah?" Gumam Laya dalam hati
"Ah sudahlah, biarkan mengalir saja, toh Lara biasanya cepat mengerti apa yg ku maksud".
Ujar Laya penuh percaya diri.
Setelah beres masa istirahat, Laya kembali bekerja seperti biasa, ia tak sabar menunggu sore tiba, itu adalah sore Bandung pinggiran, di sebuah kantin sederhana Mang Udin yg seperti di desain khusus khas citarasa Prancis atau Prapatan Ciamis, dengan furniture dominan terbuat dari bambu bambu yg sudah di poles terlebih dahulu.
"Kukira, aku akan senang sore ini, aku salah, aku senang dari pagi, oh tidak, dari malam, atau dari hari sebelumnya?, Sepertinya minggu sebelumnya? atau bulan sebelumnya? Aku salah, ternyata aku senang semenjak mengenalmu, terimakasih, Lara"
Ujar Laya dalam hati dengan penuh haru.
***********
Akhirnya tiba lah sore itu.
Sore yang seperti sore biasanya, tidak ada yang beda. Hanya saja sore itu Laya seperti ingin segera mengeluarkan segala resah yang sedang dipendam nya.
Selepas shalat Ashar di Mushola kantor, Laya bergegas mengambil ponselnya dan mengirimkan pesan singkat kepada Lara.
"Hei, aku sudah pulang. Kamu dimana?"
Laya menunggu balasan sambil membereskan mukena yang dia pakai shalat tadi. Tak lama kemudian ponselnya bergetar tanda sms masuk
"Pasti Lara" Ucapnya sambil mengambil ponsel dan segera membukanya.
"Jongol". Jawab Lara membalas pesan dari Laya tadi.
Laya tersenyum, dan bergumam
"Masih belum beres berarti"
Lalu dia kembali menggerakkan jarinya diatas keyboard ponsel agar bisa mengirimkan balasan kepada Lara.
"Baiklah, teruskan dulu pekerjaanmu. Santai saja, aku langsung ke TKP. Jangan lama, nanti aku dilema"
Laya keluar dari Mushola, dia berjalan ke tempat dia memarkirkan motornya. Dan dia pergi menuju tempat yang sudah dijanjikan oleh Lara. Ramen Mang Udin yang jaraknya sekitar 500 meter dari kantornya.
Sesampainya disana, ketika Laya hendak duduk, seorang laki-laki paruh baya yang sedang fokus menonton televisi di dekat meja kasir bertanya kepadanya. sementara para pemuda yang lain sedang sibuk memenuhi keinginan pelanggan.
"Kemana si kawan, Neng?" Tanya nya.
Maksudnya dia menanyakan Lara, karena mereka bedua memang sering datang kesana, bisa disebut 'langganan Mang Udin' atau 'Pelanggan setia nya'. Karena selain tempatnya yang nyaman, yang punya kedai nya baik dan rajin menabung, harga makanannya juga murah meriah.
"Eh, Mang Udin. Belum datang Mang, ini lagi nunggu" Jawab Laya sambil tersenyum dan menyebabkan satu lesung pipi nya muncul. Yang satu nya tidak. Karena dia hanya memiliki satu lesung pipi.
"Oooh, belum beres kerjanya? Mau minum apa?" Tanya Mang Udin.
"Iya, katanya belum beres. Gak apa-apa Mang, nanti aja kalau udah ada Lara" Ucap Laya sambil mengambil ponselnya.
"Siippp lah" kata mang Udin mantap sambil fokus lagi ke film yang ia tonton.
Laya mengambil ponselnya, ada pesan singkat dari Lara.
"Awas lupa, ke TKP harus bawa KTP. Lima menit lagi aku sampai"
Laya tersenyum. Dia tidak membalasnya karena dia tau Lara sedang dalam perjalannya.
Lima menit berlalu, Lara belum juga datang. Sambil menunggu, Laya memesan Ramen kepada salah seorang pegawai kedai itu.
"A, bikin Ramennya dua ya" Ucap Lara kepada salah satu pegawai yang disebutnya 'Aa', sambil berjalan ke depan meja pegawai itu.
"Siap Neng, level pedas nya seperti biasa neng?" Tanya pegawai yang sedang sibuk mencatat pesanannya
"Iya seperti biasa saja, tapi yang satu tambahin satu levelnya" Jawab Lara
"Eh? Sekarang mah mulai nambah pedesnya?"
"Iya" Jawab Laya sambil tersenyum, dalam hati bergumam
"Itu bukan untuk saya Aa, tapi untuk si Lara. Hahaha"
Laya kembali duduk di kursi dimana dia duduk tadi.
Ketika Laya sedang bermain game di ponsel nya, terdengar suara kakek-kakek di belakang nya
"Permisi Mbaak, minta sedekah nya mbak"
Laya segera mengambil uang receh di tas nya tanpa menengok ke belakang, setelah dia melihat ke belakang bermaksud untuk memberinya uang, dia kaget karena yang di lihat nya bukan kakek-kakek. Melainkan Kawan aneh nya itu. Lara.
"Heh! Ini uang nya, kembalian delapan ribu pak" Ucap Laya sambil tertawa
"Mbak ini tidak pernah sekolah ya? Mbak ngasih saya dua ribu, minta kembalian delapan ribu. Rugi bandar atuh mbak" Jawab Lara masih dengan ekspresi layak nya orang yang sedang meminta minta.
"Hey kau! Terlambat satu menit 59 detik". Ujar Laya sambil melihat jam nya.
"Huh... Bicaramu, sudah seperti Bu Diana saja" Protes Lara sambil duduk dikursi yang ada didepannya.
Bu Diana adalah pimpinan mereka di kantor. Kantor mereka memang berbeda, tapi pimpinan nya sama. Dengan kata lain mereka ditempatkan di cabang yang berbeda.
"Iyalaaah, aku anaknya" Ucap Laya sambil tertawa
"Anak buah?" Tanya Lara
"Iyaaa, hahaha"
Tak lama kemudian pegawai kedai datang membawa ramen yang dipesan oleh Lara, ditambah 2 es teh manis.
"Makasih A" Ucap Laya sambil mengambil makanannya.
"Mang Udin kemana A?" Tanya Lara melanjutkan bertanya
"Tadi lagi nonton tv, terus katanya pulang dulu mau mandi" Jawab pegawai itu sambil meletakkan minuman.
"Oh iya. Makasih A" Lanjut Lara
Pegawai kedai yang biasa dipanggil 'Aa' itu mengangguk sambil berjalan kembali ke tempat semulanya tadi, seolah memberikan kesempatan kepada Lara dan Laya untuk makan.
"Pinter kamu, udah pesen duluan". Kata Lara
"Biar gak nunggu lagi, aku tau kamu pasti lapar". Jawab Laya sambil mengambil mangkok yang berisi ramen itu sambil memastikan diam-diam bahwa ramennya tidak tertukar.
"Pantesan tadi di sms bilangnya jangan lama nanti dilema, dilema gak ada yang bayarin kamu mah"
Katanya Lara melanjutkan
"Iyalaaaaah hahaha. Hayoh habiskan"
"Tanpa disuruh pun, aku akan menghabiskannya. Aku lapar sekali, belum makan sejak lahir" Katanya sambil menyuapkan ramen kedalam mulutnya
"Uuhhhh, anak mama, kasian sekali belum makan. Makan yang banyak Nak" Sambung Laya sambil mulai memakan ramen miliknya.
Lara tidak menunjukkan ekspresi terlalu pedas, atau kenapa ramennya sangat pedas dari biasanya. Laya sedikit kecewa karena ia berfikir telah gagal menjahili Lara. Ternyata Lara baik-baik saja, tidak protes. Pikirnya. Tetapi sebenarnya dalam diri Lara, ia sedang berperang melawan rasa pedas yang teramat sangat. Dia tau Laya yang menjahilinya, tapi dia berusaha tetap tenang seperti biasanya.
Beberapa puluh menit kemudian ramen sudah habis. Tibalah Lara bertanya
"Jadi, apa yang membuatmu tidak mau diganggu olehku kemarin itu?"
Tanya Lara sambil terus minum
"kemarin, aku sedang ingin sendiri saja" Jawab Laya singkat.
Lara diam dan mengangguk. Tak berkata apapun, hanya diam. Karena dia tau ketika dia bertanya satu pertanyaan kepada Laya, dia akan terus menceritakan hingga bibit bibitnya.
"Janji dulu gak akan cerita ini pada siapapun. Serius" Pinta Laya
"Iya, aku berjanji. Lagian aku bukan tukang gosip" Jawabnya singkat.
"Kamu masih ingat? Dulu kamu bertanya kenapa aku sering terkena flu?" Tanya nya memastikan
"Bentar ingat-ingat dulu" Jawab Lara sambil berekspresi mengingat ngingat
"Ayolah" Protes Laya
"Iya, aku ingat. Dan kau menjawab 'Biasa laaaah'. Begitu?"
"Ingatan yang bagus"
"Lalu?" Tanya Lara
"Sebenarnya, aku punya satu rahasia yang belum aku ceritakan tentang hidungku. Aku ingin menceritakannya dari dulu, tapi aku malu, terus takut kamu gak mau berteman denganku lagi"
"Apa?" Tanya Lara penasaran
"Dokter bilang... Hidung ku pesek. Hahahha"
"Lanjutkan" Kata Lara.
"Iya, ada sesuatu yang terjadi pada hidungku. Dari kelas 4 SD, aku tidak bisa mencium bau. Aku tidak bisa membedakan mana yang wangi, mana yang bau. Aku merasa seperti, tak mendapat keadilan saja. Mana ada hidung yang tak bisa mencium bau. Tapi aku benar-benar mengalaminya. Aku sempat berfikir, Lalu apa gunanya aku punya hidung?" Ucap Laya sambil mengambil minumannya.
"Hey, memangnya kamu punya hidung?"
"Tuh kaaaaan" ucap Laya kesal
"Hehe. Iya iya, ma'af. Teruskan"
"Ibu dan Ayahku sudah membawaku ke berbagai Dokter, tapi masih tetap saja tak ada perubahan. Sampai sekarang, aku masih belum tau bagaimana rasanya Wangi atau Bau itu seperti apa. Dan sekarang.. Katanya, aku harus melakukan operasi kecil. Karena akan berpengaruh kepada pendengaran dan penglihatanku. Tapi aku tidak terlalu memikirkan hal itu. Itu tidak masalah, selama aku masih bisa beraktivitas seperti biasa. Tapi yang aku sangat kecewakan adalah.. Gara-gara itu, aku tidak bisa ikut diklat relawan Se-Asia bulan depan nanti". Jelas Laya dengan puas menceritakan seluruh kekecewaannya.
"Kenapa gak bisa?" Tanya Lara
"Kau tau kan aku sudah mendaftarkan diri sebulan yang lalu dan aku lulus di tahap pertama? Tapi tahap kedua kemarin, aku gagal karena penyakit itu". Ucap Laya menambahkan.
"Jadi, kamu ini benar-benar tidak konsisten. Kecewa karena sakitmu atau karena gak bisa ikut diklat itu?"
Tanya Lara.
"Entahlah, mungkin keduanya. Tapi.... Ah, aku gak tau aku sedang merasakan apa saat ini, aku merasa harapan-harapan ku hilang. Kau tau sendiri aku sangat menginginkan diklat itu. Apalagi ini se-Asia. Aku sudah mencobanya. Dan.... "
Laya menghentikan pembicaraannya karena melihat Lara diam.
Lara hanya diam melihat Laya yang sedang berbicara dengan sangat puas.
"Heyyyyy, jangan diam saja. Aku sudah menceritakan semuanya. Berikan aku komentar seperti biasanya. Laraaaaaa! Hey, Jangan-jangan, kamu tidak mau berteman denganku lagi, setelah kamu tau penyakitku ini. Tenang, Dokter bilang ini tidak menular. Jangan khawatir. Lara? Kalau kamu gak bicara, kamu akan bisu selama dua menit" Ancam Laya.
Lara hanya tersenyum, dan sepertinya dia siap memberikan komentar seperti biasanya, komentar yang tak pernah Laya abaikan.
***********
Gluk..gluk..gluk.."hah, mantap!!" seru Lara usai minum dengan semangat.
"Mantap apanya?" Tanya Laya tanpa menghiraukan Lara yg kepedasan.
"Ceritamu" jawab Lara,
"Maksudnya?" Laya kembali bertanya,
"Ceritamu mantap, melebihi rasa ramen ini, maksudku, aku gk nyangka kamu anosmia dan baru menceritakan nya padaku saat ini" ujar Lara dengan sedikit nada kecewa.
"Memangnya kenapa? Apa pengaruhnya buatmu? Apa kamu menyesal berteman denganku yg anosmia ini? Sudah kubilang ini tidak menular!!" Ucap Laya sambil menahan emosi.
"Bukan begitu, kalau aku tau dari dulu, sudah kucarikan solusi-solusi yg setidaknya bisa sedikit membantumu, mulai saat ini, kamu harus selalu bersamaku, aku tak peduli anosmiamu menular atau tidak, justru kuharap malah sehatku yg akan menular padamu" jawab Lara dengan penuh khawatir.
Laya hanya tertunduk sembari sesekali terisak tak kuasa menahan perasaan yg ada di hatinya, entah itu sedih, bahagia atau kecewa, ia bingung.
"Te..te..terimakasih Lara" ucap Laya terbata-bata.
"Aku ngerti, kamu kecewa dengan keadaanmu sekarang, tapi bagiku kamu masih beruntung" kata Lara penuh penekanan
"Beruntung? Maksudmu?" Tanya Laya
"Iya, kamu masih mending anosmia, gk bisa mencium bau, nah aku, Anus mia, ngerti kan?" Ujar Lara.
"Hah? Anus mia? Apa itu?" Laya kembali bertanya.
Belum sempat di jawab Lara, Laya berseru:
"Oooooh, hahahahahaa aku ngertiiii, ih jorooook hahaha, Anus mia, ya..ya..ya"
"Sssst, jangan ribut-ribut, malu, nanti Mang Udin tau, bisa-bisa aku gk boleh jajan kesini lagi, ini menular soalnya" ujar Lara seolah serius.
"Hihihi, iya iya maaf, kembali ke topik" ucap Laya merasa suasana sudah kembali cair.
"Topik Hidayat? Pebulu tangkis itu mah ih, ngapain jauh jauh ke dia?" Canda Lara.
"Serius Lara!!" Tegas Laya.
"Candil? Eh.. iya okey" jawab Lara bersiap melanjutkan obrolan perihal masalah Laya.
"Intinya kan kamu kecewa, oleh sebab gagal ikut diklat maupun jadi relawan, saran aku, sabar dan ikhlas kan apa yg telah terjadi, kamu mau kecewa atau tidak, tetep gk akan mengubah perihal diklat atau relawan itu kan? Sudah kubilang, semua sama, pasti diberi cobaan OlehNya, yg membedakan adalah cara kita menghadapinya" ujar Lara coba menyemangati.
"Sabar dan ikhlas? Bedanya?" Tanya Laya
"Simple nya, sabar itu biasanya suka masih ada mandeg di hati, kalau ikhlas, sudah gk ada rasa mandeg lagi dihati, pasrah, terserah rencana Alloh" jawab Lara.
"Terus, baiknya kita melihat orang-orang dibawah kita kondisinya, mudah-mudahan itu bisa membuat kita jadi lebih bijaksana dan bersyukur atas apa yg kita dapat sekarang ini" lanjut Lara menjelaskan.
"Aku sekarang harus gimana?" Kembali Laya bertanya.
"Harus berikhtiar, sabar itu bukan berarti diam kan? Jadi, saranku, cepat kamu lakukan operasi kecil itu" ujar Lara
"Okey, baiklah komandan" tegas Laya.
"Sudah kubilang, Kapitan!! Kapitan Pati Murah" jawab Lara
"Hahaa, iya maaf Kapitan Pati Murah an"
Sindir Laya
"Bagus sang Relawan!!, Rela Di Tawan" jawab Lara.
"Hahaha, gehel.. bentar, aku ke toilet dulu" ucap Laya sambil beranjak.
"Silahkan, yg perempuan yah" jawab Lara.
"Yeee" timpal Laya cuek.
5 menit berlalu, Laya kembali ke meja tempat ia makan bersama Lara, bersiap melanjutkan obrolan.
"Lancar?" Tanya Lara.
"Alhamdulillah, hahaha" jawab Laya.
"Krik..krik..krik" bunyi hape Lara pertanda ada telpon masuk.
"Ya Halo Bu? 'Alaikumussalam, iya, ini lagi nemenin putri duyung makan ramen, oh yang di Pertigaan? Okey bu siap grak laksanakan, iya 'Alaikumussalam" ujar Lara.
"Ibu yah?" Tanya Laya
"Iya, sepertinya aku pulang duluan, gk apa apa?" Ujar Lara.
"Iya gk apa-apa, tapi bayarin duluuu" gertak Laya.
"Hahaha, iya siap grak" jawab Lara sambil beranjak.
"Lara, Terimakasih, 546281 trilyun kali, hati-hati" ucap Laya penuh perhatian.
"Hehe, iya, sama-sama 653728 trilyun kali ditambah 547281 Milyar, kamu juga hati-hati, aku duluan, pembayaran sudah semua, assalamu'alaikum" ujar Lara,
"'Alaikumussalam" jawab Laya.
"Ah, aku jadi nyesel ngerjain dia, dia padahal baik ke aku" gumam Laya penuh penyesalan.
10 menit berlalu, Laya mulai bosan tak ada teman mengobrol selain hanya lamunan tentang ucapan-ucapan Lara, Laya memutuskan untuk pulang juga, beranjak ia dari tempat duduknya, sampai di parkiran, ia kebingungan.
"Eh, helm ku manaaa?? Helm kesayangankuuu" ujar Laya dengan mata berkaca-kaca.
"Mang Udiiiiin, lihat helm ku gaaak?" Teriak Laya.
"Oh enggak Neng" jawab Mang Udin menghampiri.
"Duh, kemana yah? Helm satu-satunya lagi" Laya gelisah
"Liat mah enggak, cuman tadi pas neng ke toilet, Lara pesen ke Mang Udin kalau Laya nanyain helm, kasih kertas ini" ujar Mag Udin sambil memberikan secarik kertas.
"Hah!! Laraaaaaa, apa ini?!, sebuah peta harta Karun? Tapi di petinya gambar helm?" Ujar Laya penuh penasaran.
"Grrr, mang, bantuin cari jejaknya" tegas Laya dengan emosi.
"Ba..ba..baik Neng" jawab mang Udin ketakutan.
Tak berapa lama setelah mengikuti petunjuk di peta, ternyata letak helm Laya ada dalam toilet laki-laki, terpaksa Mang Udin yg mengambilkan karena tak mungkin bagi Laya masuk ke toilet itu.
"Awas kau Lara dispointes Larobaaaa!!!"
Amarah Laya memuncak.
"Kring" bunyi sms masuk pada Hape Laya, sudah dapat dipastikan itu dari Lara.
"Kehadiran bisa sangat dirasakan justru ketika kehilangan, pun dengan rasa sehat, bisa sangat dirasakan nikmatnya sehat ketika kita sedang sakit. Bersyukurlah, Tuhan sayang kamu.. Walau aku bukan Tuhan, tapi aku juga sayang kamu, Laya. Cepat sembuh dan riang kembali, maaf"