Namanya Revan Anggara Kusuma, tetapi teman-temannya lebih suka memanggilnya Revan. Lahir dan dibesarkan di sebuah perkampungan yang tenang, kisah hidupnya mulai menggelora saat ia memasuki masa remaja yang penuh harapan dan tantangan.
203Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡk3S9szqD7t
Revan dilahirkan dalam keluarga sederhana. Sejak kecil, ia sering ditinggal kedua orang tuanya yang tanpa henti berjuang mencari nafkah. Keterbatasan ekonomi seolah menempatkannya di tepi cinta, membuatnya tumbuh sebagai tuna asmara di usia yang masih belia.
203Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡNVlOrB378z
Ibunya melakukan beragam pekerjaan serabutan, bergelut dengan segala jenis usaha untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sementara itu, ayahnya, seorang kuli panggul beras di pasar, terpaksa bekerja keras demi nafkah keluarga yang semakin menumpuk. Setiap harinya, Revan bersama kakaknya menyibukkan diri menyiapkan keperluan sekolah, tapi seringkali dia harus melakukannya seorang diri.
203Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡvtLbSwn9Rf
Kisah ini berawal pada suatu siang yang mendung di kelas enam SD. Hujan turun dengan deras, menciptakan suasana melankolis di luar jendela. Teman-teman sebayanya dijemput oleh orang tua mereka dengan payung yang penuh kehangatan, sementara Revan hanya bisa menatap hujan dengan rasa getir di hatinya, berbisik pelan, “Aku iri pada mereka.”
203Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡISSonDWySp
Tiba-tiba, suara lembut Ibu Reni, guru dan wali kelas yang muda dan anggun, memecah lamunan Revan. “Revan, kamu tidak pulang? Di mana jemputanmu? Apakah kamu tidak bawa payung?” tanyanya, sorot matanya penuh kepedulian.
203Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡ761KQhUzLg
“Tidak, Bu. Saya tidak bawa payung. Dan tidak ada yang jemput, Bapak dan Ibu saya sedang bekerja,” jawabnya dengan nada yang datar, berusaha menyembunyikan rasa sedih.
203Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡ7Z407YrdeB
Mendengar jawaban itu, Ibu Reni tersenyum lembut, seakan memahami. “Oh, jadi orang tuamu sedang bekerja ya? Jika begitu, mari Ibu antarkan,” tawarnya dengan nada menenangkan.
203Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡt9fNlHThP2
Menerima tawaran itu terasa seperti beban di pundaknya, tapi rasa khawatir untuk merepotkan mengalahkan keraguannya. “Tidak usah, Bu. Saya akan menunggu hingga hujan reda,” jawabnya pelan.
203Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡ2ueMzCeeG5
“Tidak apa, Van. Mari Ibu antarkan. Sekolah sudah sepi, dan hujan masih deras. Kita tidak tahu sampai kapan hujan ini akan berhenti,” lanjut Bu Reni, mengajak Revan untuk segera pergi.
203Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡghntJkrNfh
Dengan berat hati, dia mengangguk dan mereka bergegas pergi dengan sepeda motor, mengenakan jas hujan. Revan duduk di belakang, memeluk Ibu Reni erat-erat agar tidak terjatuh. “Apa tidak masalah, Bu, kalau begini? Saya malu,” tanyanya dengan suara pelan.
203Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡrf7PJJNnMa
“Tidak masalah, demi keselamatan kita,” jawab Bu Reni, menyemangatinya.
203Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡjsWCuTfc1E
Momen perjalanan menuju rumah terasa singkat, meskipun hujan terus mengucurkan air dari langit. Setibanya di depan rumah, Bu Reni memberi isyarat telah sampai dengan tepukan lembut di bahunya.
203Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡcVYAgrlTPQ
Revan melompat dari motor dan berlari ke dalam rumah, berusaha menghindari air hujan yang masih mengalir deras. Namun sebelum melangkah masuk, ia menoleh sekali lagi ke arah Bu Reni yang melambaikan tangan. Sebagai tanda terima kasih, ia menundukkan kepala dengan penuh rasa syukur.
203Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡX6nOXR9Cuv
Saat itu, hangat menyelimuti hatinya. "Apakah inilah yang dirasakan teman-teman saat mendapatkan kasih sayang orang tua?" pikirnya. Dalam sekejap, dia merasakan kehangatan pelukan orang tua, sesuatu yang langka dalam hidupnya, meski seketika itu juga ia menyadari betapa mahalnya perasaan itu.
203Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡ2APSMZqJAL
Keesokan harinya di sekolah, setelah bel berbunyi, Bu Reni masuk ke kelas dengan senyum ramah. Dia mengabsen muridnya hingga tiba di nama Revan. “Revan Anggara Kusuma,” panggilnya.
203Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡBgQ0rTP6tU
“Hadir, Bu,” sahut Revan, mencoba menutupi kegugupan yang menggelora di dalam dada.
203Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡPHIfge6ZMK
Kekhawatiran melintas di wajah Bu Reni. “Kamu tidak enak badan, nak? Sepertinya kemarin saat Ibu antar, badanmu terasa hangat?” tanyanya dengan sorot mata prihatin.
203Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡuZGtxfkuDP
“Ah, tidak, Bu. Begini adanya. Cuma kalau hujan atau cuaca dingin, tubuhnya agak hangat,” jawabnya sedikit ragu.
203Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡovOtzMgP0n
Senyum di wajah Bu Reni mengisyaratkan lebih banyak daripada yang bisa dia pahami. Ada sesuatu yang mendalam dalam tatapan itu, seolah menyimpan rahasia yang menggelitik rasa ingin tahunya. Dia merasakan bahwa tawaran tumpangan di tengah hujan adalah pintu menuju sesuatu yang lebih besar.
203Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡPrJWITNQih
Seiring waktu belajar dimulai, harapan dan rasa penasaran mengendap di benak para murid. Bel istirahat berbunyi, dan seluruh siswa berlarian keluar, mengekspresikan kegembiraan. “Revan, kamu tidak ikut keluar?” tanya Bu Reni penuh rasa ingin tahu.
203Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡDhzRu3ik9M
“Tidak, Bu. Saya ingin tetap di kelas,” jawabnya.
203Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡsJmQMag1Ou
“Oh, kebetulan sekali. Ibu ingin sedikit mengobrol,” ucap Bu Reni dengan nada hangat yang membuatnya bersemangat.
203Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡoc1C1Q4Nmv
“Baik, Bu,” sahut Revan, merasakan antisipasi akan perbincangan yang lebih akrab.
203Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡY0OjCL3mNb
Bu Reni meminta Revan untuk mengambil kursi dan duduk di sebelah mejanya. Pembicaraan pun diawali dengan hangat.
203Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡHqZoR12JdJ
“Kenapa kamu tidak jajan, Van?” tanya Bu Reni penasaran.
203Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡ0J29mZ2yeH
“Saya tidak pernah jajan, Bu,” jawabnya singkat, meski sedikit canggung.
203Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡ5SrP48Fp7I
“Tidak bawa uang saku?” tanya Bu Reni lagi.
203Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡG5VYqXZFIw
“Ya, Bu,” jawabnya lagi, meski dalam hati mulai terbesit pertanyaan tentang motivasi di balik pertanyaan itu.
203Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡfZhqlhJuaD
“Siang hari di rumah, kamu bersama siapa, Van?” tanya Bu Reni dengan nada yang lembut.
203Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡFAnHEHzRYX
“Sepulang sekolah, saya sendiri, Bu. Kakak baru pulang sore. Ada apa, Bu?” Revan menjawab sambil menatap guru dengan tatapan penasaran.
203Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡyA7oF7tj0r
“Ohh, tidak ada alasan khusus. Hanya ingin tahu sedikit tentangmu,” jawab Bu Reni, meninggalkan pintu pertanyaan terbuka di antara mereka.
203Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡIjWAxb3IAc
“Baik, Bu. Ada lagi yang ingin ditanyakan?” tanyanya, rasa ingin tahunya semakin menguat saat perbincangan ini terasa semakin menyenangkan.
203Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡcw7KMskQTn
“Tidak ada. Namun, bagaimana kalau setelah sekolah nanti, Ibu mengajak kamu makan bakso? Setuju?” Bu Reni mengusulkan sambil tersenyum, dan membuatnya terkejut.
203Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡ9xVMVWTfVx
“Ah, tidak usah, Bu. Nanti yang lain jadi iri dan malah merepotkan Ibu,” tolaknya, meskipun hatinya bergetar mendengar tawaran itu.
203Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡBCxOisYo7P
“Tidak masalah, Van. Kita bisa pulang belakangan agar tidak ada yang tahu,” jawab Bu Reni dengan senyuman yang hangat.
203Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡTUrmXW98pf
“Baiklah, terserah Ibu,” ungkapnya, merasakan kegembiraan menyusup ke dalam jiwanya.
203Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡLczMiZIKqS
Tak lama, bel berbunyi menandakan akhir istirahat. Teman-temannya yang kembali dari kantin langsung memasuki kelas, sementara dia duduk terdiam, memikirkan momen-momen berharga yang baru dialaminya.
203Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡ28gMffWbKY
Pelajaran dimulai, tetapi pikirannya melayang antara kenangan hangat dari perbincangan bersama Bu Reni dan harapannya terhadap kejutan yang mungkin ada di depan.
203Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡZRitXkVHA9
Saat bel pulang berbunyi, semua bersiap, tetapi dia tetap duduk, mengamatinya teman-teman yang bersalaman dengan Bu Reni. Dia hanya menunggu dengan penuh semangat di dalam hati.
203Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡvXgYtJKKah
“Revan, ayo. Teman-teman sudah pulang. Hari ini Ibu ingin mengajak kamu makan bakso di pertigaan. Kamu tidak keberatan, kan?” tanya Bu Reni dengan senyumnya yang mempesona.
203Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡinEvg1n5zP
“Tidak, Bu. Saya justru sangat menyukai bakso,” jawabnya, wajahnya berseri-seri.
203Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡZWJj3YMrmd
“Yuk, kita pergi,” ajak Bu Reni, dan dia pun segera membereskan barangnya, mengikuti langkahnya menuju sepeda motor.
203Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡ3p9yiUtVTo
“Siap, Van? Ayo naik,” perintah Bu Reni lembut.
203Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡRTG4ybjIeS
“Baik, Bu,” jawabnya, mendaki motor dengan debar jantung yang semakin kencang.
203Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡJHNbtreIHt
“Pegangan, Van. Ibu ingin merasakan kehangatanmu lagi,” ucap Bu Reni, dan pernyataan itu membuatnya terkejut.
203Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡPzN3nDQa9V
“Hah? Apa, Bu? Maksudnya bagaimana?” tanyanya, berusaha memahami makna di balik kata-kata itu.
203Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡBhrPjHhgPw
“Eh, tidak ada apa-apa. Pegangan saja sudah,” jawab Bu Reni sambil tertawa, membuatnya merasa aneh tetapi sekaligus terhibur.
203Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡzyk8JPPiVz
“Baik, Bu,” balasnya, kembali pada posisi pegangannya saat motor mulai meluncur.
203Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡFzna6aifwJ
Mereka melaju menuju warung bakso, menikmati hidangan yang menggugah selera sambil bercanda dan tertawa. Setelah perut kenyang, Bu Reni mengantarnya pulang.
203Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡHF3FC4W5Q3
Saat tiba di rumah, dia tidak menyangka akan menawarkan Bu Reni untuk mampir, hanya untuk basa-basi, ternyata tawarannya diterima dengan senyuman.
203Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡE5T85x4AuD
“Waduh, Bu. Ibu benar-benar mampir? Maaf, tadinya saya hanya bercanda,” ungkapnya, sedikit terkejut dan gugup.
203Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡH4DQvutWLI
“Oh, tidak apa-apa, Van. Walau hanya basa-basi, Ibu tetap ingin mampir,” jawab Bu Reni dengan nada penuh kehangatan.
203Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡ8dIehxBEPa
“Baik, Bu. Terima kasih, dan maaf jika sebelumnya kurang sopan,” ujarnya, merasa senang sekaligus canggung.
203Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡbTvPQYeWKG
“Tentu tidak masalah, kan Ibu juga belum pernah mampir ke rumah kamu,” Bu Reni menjelaskan sambil memandang sekeliling.
203Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡu848W9yOwQ
“Ya, memang begitu, Bu,” sahutnya, tersenyum.
203Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡO843kb9lkM
Dia mencari kunci pintu yang tersembunyi di bawah tanaman hias, lalu membukanya dengan hati-hati dan mempersilakan Bu Reni masuk, meskipun hatinya berdebar tak karuan.
203Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡxlkg5Wt15y
“Mari, silakan masuk, Bu. Maaf, tidak ada hidangan yang bisa disajikan,” ungkapnya.
203Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡDd4dsm5RBJ
Bu Reni duduk di kursi tua yang tampak nyaman. “Tidak apa-apa, Van. Kita baru saja makan,” sahutnya dengan senyuman menenangkan.
203Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡV4lTM75Be6
“Oh iya, terima kasih sudah memaklumi, Bu,” jawabnya, merasakan ketenangan di dalam hati.
203Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡoXm2sBM2Ur
“Jadi, kalau di rumah sendiri begini, ngapain, Van? Tidak ganti baju dulu?” tanya Bu Reni, memperhatikan penampilannya.
203Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡ2CCRge56JJ
“Oh, iya. Saya ganti baju dulu, Bu,” jawabnya, berlari cepat ke kamar yang tidak jauh dari tempat Bu Reni duduk.
203Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡPS37JosScW
Kamar itu hanya ditutup tirai, dan saat dia masuk, tanpa sengaja tirai itu sedikit terbuka. Ia terkejut mendengar suara Bu Reni.
203Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡIVtXu2nve1
“Kalau masuk kamar, tirainya ditutup, Van,” ucap Bu Reni sambil berusaha membetulkan tirai tersebut, nada suaranya bercanda.
203Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡbh55CAmegA
Kekagetannya membuatnya berusaha menjelaskan, “Eh… iya, Bu. Tadi sudah ditutup, tetapi tidak tahu jika terbuka lagi.”
203Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡxaAaaCNEFn
“Ya sudah, tidak apa-apa. Untung saja Ibu di sini,” jawab Bu Reni, membuatnya merasa malu campur senang dalam momen yang tak terduga.
203Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡwioezwCYSg
“Ah, Bu, jangan nakutin begitu,” balasnya, berusaha mengalihkan rasa aneh yang menghinggapi.
203Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡsUeJ4aKnhp
“Tidak, Van. Ibu hanya bercanda,” ucap Bu Reni dengan senyuman, menghapus kekhawatiran yang berkecamuk dalam pikiran Revan.
203Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡIsTPpV69Df
Bu Reni melanjutkan obrolan ringan mereka, berbagi cerita dan tertawa, hingga waktu berlalu tanpa terasa. Namun, ketika saat berpamitan tiba, seakan ada kekosongan yang menyelimuti hati Revan, membuatnya merasa bahwa momen tersebut adalah awal dari suatu cerita yang baru.
203Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡyFQFzrWfNl
“Revan, sepertinya sudah siang. Ibu mau pulang dulu, ya?” ujar Bu Reni lembut, menyentuh hati Revan.
203Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡwb9IzytP2q
“Oh, iya, Bu. Baik. Mari saya antar ke depan. Maaf ya, Bu, tidak ada yang bisa saya sajikan,” jawabnya, berusaha menjaga tata krama.
203Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡ2yjEBvwdqa
“Tidak apa-apa, Revan. Ibu sudah cukup senang bisa berbincang denganmu,” balas Bu Reni, senyumnya hangat dan menenangkan.
203Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡZZxxlFEGaB
“Terima kasih, Bu, atas pengertiannya,” ucap Revan, merasa lega.
203Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡMeT9tX9Xbi
“Ya, Van. Ibu pamit, ya.” Ucap Bu Reni
203Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡ7ZUSKVU2Zh
Namun, sebelum pergi, Bu Reni mengajukan permintaan yang mengejutkan. “Tapi sebelum pulang, Ibu boleh menciummu di pipi, kan?” tanya Bu Reni dengan tatapan serius.
203Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡPmO6U5PddT
Revan merasa dikelilingi oleh pertanyaan yang membingungkan. “Hah? Maksudnya gimana, Bu? Untuk apa, ya?” tanyanya dengan keraguan.
203Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡbRzhNyUWrC
“Mencium pipi Revan sebagai ucapan terima kasih karena sudah menemani Ibu berbincang dan makan,” jelas Bu Reni, berusaha mengurangi ketegangan yang mulai terasa. “Kalau tidak boleh, ya tidak apa-apa.”
203Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡknx7i2JwaQ
Dengan cepat, Revan menjawab, “Boleh, Bu,” tanpa melirik lebih dalam makna di balik permintaan itu.
203Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡ3smMMObBNe
Dengan lembut, Bu Reni mendekat, dan dalam sekejap, bibirnya menyentuh pipi Revan. Detakan jantung Revan seperti alat musik yang berdentum tak henti-henti, membuat seolah waktu terhenti sejenak.
203Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡF3vZ2tRPbh
Setelah pertemuan singkat itu, Bu Reni berpamitan pulang. Revan mengantarnya, langkahnya agak canggung namun penuh rasa ingin tahu. Sebelum melanjutkan perjalanan, Bu Reni menoleh sejenak, meninggalkan jejak rasa yang tak bisa diungkapkan.
203Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡKKOtynw7z1
Itulah awal mula keakraban mereka.
203Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡZ5XZY40Bzn
203Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡuMWNfLU5s8
***
203Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡqlp0e5D7Ed
203Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡVK6Aw0cHvf
Keesokan harinya, Revan berjalan kaki menuju sekolah dengan penuh perasaan; meski sunyi, bayang-bayang kemarin menghantuinya, membuatnya merasa malu dan canggung setiap kali bertemu Bu Reni. Di kelas, selama pelajaran berlangsung, ia terdiam, bahkan ketika bel berbunyi menandakan waktu pulang. Sementara teman-temannya berebut untuk bersalaman dengan guru mereka, Revan tetap terpaku pada kursinya, tampaknya menanti momen yang tepat.
203Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡtlAVz8rONM
“Revan, kenapa kamu tidak pulang?” tanya Bu Reni, penuh perhatian.
203Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡC1IMhpJivj
“Anu, Bu. Revan mau pulang, tapi nunggu Ibu keluar dulu,” jawabnya dengan suara bergetar, berusaha menyembunyikan kegugupan.
203Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡ3t5xniToA0
“Loh, ada apa, Van? Apa Ibu menyulitkanmu?” tanya Bu Reni, dengan ekspresi sedikit khawatir.
203Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡDiwjSAWfMw
“Enggak, Bu. Revan hanya masih malu sama kejadian kemarin,” ungkapnya.
203Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡK3uBHMCEPO
“Hahaha, malu kenapa? Bukankah Ibu tidak mempermalukanmu?” Bu Reni menggoda, matanya bersinar hangat.
203Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡClXO6yRtRZ
“Ya enggak sih, Bu, cuma Revan malu saja,” jawab Revan, merasakan jiwanya sedikit lebih tenang.
203Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡh1wNDSOZeW
“Ya sudah, mulai sekarang jangan malu-malu. Anggap saja Ibu ini kakakmu. Kamu tidak perlu canggung lagi,” Reni menghibur, memberikan ketenangan.
203Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡTiaHjMowkJ
“Emang boleh seperti itu, Bu?” tanyanya, berharap mendapatkan kepastian.
203Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡCANN8OdGOP
“Tentu saja boleh,” jawab Bu Reni tegas.
203Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡ32T9KehswE
“Baiklah, kalau begitu, Bu.” Ucap Revan mempertegas keadaan
203Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡDuax56JPM2
Dari sanalah, keakraban mereka mulai berkembang. Percakapan hangat dan tawa mengisi hari-hari mereka, menjembatani jarak yang semula antara guru dan murid, menjadi seolah kakak beradik yang saling berbagi cerita.
203Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡn0WkryA6s8
Seiring waktu berlalu, kedekatan itu semakin erat. Namun, satu hari, dunia Revan terasa kosong ketika mendengar kabar bahwa Bu Reni sudah tiga hari tidak hadir di sekolah. Menyisipkan rasa khawatir tentang kesehatan Ibu Reni, Revan ingin segera menjenguknya.
203Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡfsdM50ElMI
Sepulang sekolah, ia cepat-cepat berganti pakaian dan menyiapkan segala yang dibutuhkan. Dengan sepenuh hati, ia menulis pesan kepada saudaranya, memberitahukan bahwa ia akan menginap di rumah nenek yang tak jauh dari rumah Bu Reni.
203Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡWj2vxO35YB
Mengayuh sepeda barunya, jantung Revan berdegup kencang, bercampur antara kecemasan dan rasa ingin tahu. Tak lama, jarak tiga kilometer dapat dia lalui, dan akhirnya ia tiba di depan rumah Bu Reni. Keterikatan yang mereka jalin kini menuntut jawaban, dan Revan siap untuk mengungkapnya.
203Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡzrlENUALws
