
Bab 1: Anak dari Proyek Rahasia yang Terlupakan
POV: Eva
Namaku Hawa Evanuwa Sophia. Nama yang terdengar indah, penuh makna, dan tampak seperti diberi dengan cinta. Tapi sejak kecil aku tahu, nama itu bukan berasal dari orang tua kandungku. Mereka yang membesarkanku adalah ilmuwan dan dokter orang dewasa dengan wajah serius dan suara yang nyaris tak pernah naik atau turun nadanya. Mereka lebih sering mengamatiku, bukan memelukku. Lebih sering mencatat data perkembanganku, daripada mengantar tidurku dengan dongeng.
Aku dibesarkan di sebuah panti asuhan yang sunyi, terletak jauh dari kota, tersembunyi di balik hutan pinus yang rimbun dan jalanan berbatu. Di panti itu, ada banyak anak lain sepertiku. Anak-anak yang cerdas, terlalu cerdas untuk usia mereka. Anak-anak yang sudah tahu cara membedakan kebohongan dari kebenaran sebelum bisa mengeja kata "percaya" dengan benar.
Kami semua memiliki "orang tua". Tapi hubungan kami dengan mereka bukanlah ikatan batin seperti keluarga pada umumnya. Mereka hanya muncul saat kami mencetak prestasi dan belajar menguasai bahasa asing, menyelesaikan soal logika tingkat tinggi, atau menciptakan sesuatu yang belum pernah terpikir oleh anak lain seusia kami. Saat itu mereka akan tersenyum, bukan karena bangga, tapi karena data mereka semakin lengkap.
Aku lahir tahun 1969, tahun yang masih dipenuhi bayangan perang. Dunia belum sepenuhnya damai. Di desa tempat panti ini berdiri, waktu seperti berjalan dengan ritme berbeda. Terlalu tenang untuk sebuah tempat yang menyimpan begitu banyak rahasia.
Saat usiaku tujuh tahun, mulai muncul celah dalam tembok ketidaktahuanku. Aku menemukan dokumen-dokumen berbahasa Inggris di ruang kerja "ayah". Banyak istilah yang awalnya asing, tapi semakin kupelajari, semakin mengerikan maknanya. Project: Human Enhancement. Super Soldier Initiative. Notes: Subject Eva - High IQ, rapid mental adaptation, emotional suppression.
Dari situ, aku mulai menguping percakapan mereka. Tentang desa ini yang seharusnya ditutup sejak 1945. Tentang dana rahasia dari Amerika yang terus mengalir. Tentang konflik yang masih tersisa antara Amerika dan Rusia di Korea dan Vietnam. Dan tentang generasi terakhir—generasiku—yang disebut sebagai harapan terakhir dari proyek yang hampir dilupakan dunia.
Di usia 7 hingga 10, kami menjalani pelatihan fisik dan mental. Setiap pagi dimulai dengan baris-berbaris, kemudian latihan kekuatan, ketahanan, hingga simulasi strategi. Makan kami teratur, penuh gizi, tapi tanpa rasa. Hidup kami dijadwal, dikontrol, dimonitor. Tidak ada yang bisa disembunyikan.
Pada usia 10 hingga 14 tahun, pelatihan menjadi lebih spesifik. Anak perempuan dilatih teknik infiltrasi, manipulasi psikologis, dan pertahanan diri. Anak laki-laki fokus pada teknik tempur, persenjataan, dan taktik perang hingga usia 17. Kami bukan lagi anak-anak. Kami alat. Kami senjata.
Lalu, aku tahu tujuan sebenarnya. Mereka sedang mencetak agen-agen rahasia. Bukan untuk negara. Bukan untuk rakyat. Tapi untuk mengendalikan keseimbangan kekuatan di balik layar dunia.
Dunia ini, jika dilihat dari permukaan, tampak diatur oleh presiden, raja, menteri, atau perdana menteri. Tapi ada sisi lain. Dunia gelap yang hanya dikenal melalui bisikan: mafia, sindikat, geng bawah tanah. Mereka bukan cuma kriminal. Mereka punya struktur, hierarki, dan kekuatan setara dengan pemerintahan.
Ada empat pilar utama yang mengendalikan sisi gelap dunia. Empat kekuatan besar yang beroperasi di balik layar, menyetir ekonomi, politik, bahkan peperangan. Dan aku, Hawa Evanuwa Sophia adalah senjata yang seharusnya diciptakan untuk mengendalikan politik dunia namun aku bertekad untuk menghancurkan mereka sendiri.
Bukan untuk keadilan. Bukan karena kemanusiaan juga, karena ini saja sudah terlampau jauh dari norma susila. Tapi karena aku adalah produk dari proyek yang tidak seharusnya pernah ada.
Aku hidup dalam isolasi selama empat belas tahun. Tak pernah melihat kota. Tak pernah tahu rasanya berjalan di tengah keramaian atau mencicipi makanan yang tak ditakar nilai kalorinya. Waktu di panti itu berjalan lambat, seperti detak jam tua yang sengaja diperlambat untuk memperpanjang siksaan.
Dari luar, mungkin tampak seperti panti asuhan biasa yang terletak di pelosok. Tapi itu hanya topeng. Bangunan sebenarnya ada jauh di bawah permukaan tanah. Sekitar seratus meter ke bawah, tersembunyi dalam sistem bunker bawah tanah yang dibangun semasa Perang Dunia II. Lengkap dengan lorong-lorong logam, ruang observasi, dan laboratorium yang nyaris tak pernah sepi dari bunyi mesin.
Kami tak pernah melihat cahaya matahari secara langsung hingga usia lima belas. Bahkan langit biru pun hanya kukenal lewat foto, atau tayangan lama yang disetel diam-diam oleh seorang petugas kebersihan yang mungkin sudah muak dengan protokol. Ia dipecat tiga hari setelah itu.
Di tempat itu, waktu bukan hal yang penting. Yang penting hanyalah hasil. Hasil latihan. Hasil eksperimen. Hasil pembentukan agen sempurna.
Aku lulus dari "program" saat berusia empat belas. Dinyatakan siap. Sempurna. Emosiku cukup stabil, respons fisikku melebihi standar tentara profesional, dan kecerdasanku disebut “di atas rata-rata operatif senior CIA”. Tapi aku tidak pernah bangga. Aku tidak pernah merasa berhasil. Karena aku tidak pernah punya pilihan selain menjadi apa yang mereka bentuk.
Tugasku yang pertama ada di Indonesia. Tahun 1997. Dunia sedang bergolak, terutama Asia Tenggara. Krisis ekonomi memuncak. Ketidakpuasan rakyat membara. Dan dari dalam bayang-bayang, kekuatan lama mencoba mengubah arah sejarah.
Aku bukan pemain utama dalam kudeta itu. Tapi aku bagian dari mesin yang menggerakkannya. Aku menyusup ke dalam lingkaran media, mengontrol aliran informasi, memanipulasi narasi publik, dan menyabotase jalur komunikasi yang digunakan oleh pihak berkuasa. Operasi itu sukses. Pemerintahan berganti. Dunia menyebutnya reformasi. Kami menyebutnya keberhasilan pengalihan kekuasaan.
Itu pertama kalinya aku melihat dunia luar. Merasakan udara Jakarta yang panas dan penuh polusi. Melihat orang-orang tertawa, menangis, marah, dan mencintai. Mereka bebas. Mereka hidup.
Dan saat itulah aku mulai membenci siapa diriku.
Desa tempat aku dibesarkan bukan satu-satunya. Ada dua fasilitas lain di belahan dunia yang berbeda. Tiga proyek. Tiga tempat. Tiga sarang gelap yang membentuk generasi rahasia.
Yang pertama: di bawah Gunung Elbrus, Rusia. Tersembunyi di balik kompleks penelitian geologi, markas ini mengembangkan anak-anak dengan spesialisasi dalam medan tempur ekstrem, operasi dingin, dan perang psikologis.
Yang kedua: di dasar Samudra Pasifik, terletak di antara Palung Mariana dan Guam. Fasilitas bawah laut ini memfokuskan pada eksperimen bioteknologi dan modifikasi genetik. Anak-anak di sana lebih menyerupai makhluk eksperimen daripada manusia.2082Please respect copyright.PENANAVivcUfQDST
dan akupun berasal dari sini.
Yang ketiga: tempat paling mengerikan di bawah es Antarktika, tersembunyi dalam lapisan tanah beku di Kutub Selatan. Fasilitas ini hampir tidak pernah disebut. Tapi rumor yang beredar menyebutkan bahwa di sanalah “inti proyek” disimpan. Informasi, pengendali, dan mungkin sesuatu yang jauh lebih gelap dari semua yang pernah kulihat.
Tiga tempat ini saling terhubung, tidak secara geografis, tapi lewat jaringan komunikasi rahasia yang hanya bisa diakses oleh mereka yang mengendalikan semuanya. Mereka yang tidak memiliki wajah. Yang tidak disebut dalam berita. Yang tidak dipilih dalam pemilu.
Selama ini aku hanya melihat bagian kecil dari tubuh raksasa yang hidup di balik bayangan dunia. Kini aku tahu: proyek ini bukan eksperimen. Ini sistem. Ini mesin besar yang sudah berjalan puluhan tahun.
Sebelum kita lanjut...2082Please respect copyright.PENANAnpxTgoZl3e
Ya, kamu. Pembaca.2082Please respect copyright.PENANAy3JCy0mrGF
Boleh aku tanya sesuatu?
Kamu perhatikan gambar di awal bab ini, bukan? Yang satu itu aku duduk dengan empat anak kecil. Semua tampak polos, bahagia, dan ya… terlalu tenang untuk ukuran cerita gelap seperti ini.
Lucu ya? Dari semua adegan yang bisa dipilih, kenapa justru itu?
Aku yakin kamu penasaran. Siapa anak-anak itu? Kenapa mereka mirip satu sama lain? Dan yang paling penting kenapa mereka bersamaku?
Jawabannya sederhana.
Mereka anak-anakku.2082Please respect copyright.PENANAcsxkUzg1Yn
Karena sebenarnya aku punya delapan anak. Empat laki-laki, empat perempuan. Semua kembar. Semua lahir di luar nalar medis. Semua bukan hasil dari cinta biasa.
Sebelum kamu menilai, biar aku luruskan sesuatu.
Aku tidak pernah bermimpi jadi ibu. Tidak dalam sistem seperti ini. Tapi dunia tidak peduli pada mimpi orang-orang seperti aku. Yang kami tahu hanyalah tugas, misi, hasil. Dan ketika aku mulai membelot dari sistem, mereka mengambil satu hal terakhir yang bisa mereka kendalikan: tubuhku.
Anak-anakku… bukan bagian dari rencana hidupku. Mereka bagian dari proyek lanjutan.2082Please respect copyright.PENANAW9JF54iRn1
Proyek reproduksi genetis. Kelanjutan dari "Eva Series".2082Please respect copyright.PENANAzengskFZUC
Ya. Eva. Seperti nama ibumu yang pertama, dalam kisah kitab yang terlalu sering dimodifikasi untuk mengontrolmu.
Jadi bagaimana rasanya punya delapan anak yang diciptakan untuk menjadi kelanjutan dari senjata?
Menghancurkan. Menakutkan. Tapi juga membangkitkan sesuatu yang selama ini tidak kumiliki: rasa memiliki.
Anak-anakku adalah percobaan. Tapi mereka juga adalah bukti bahwa bahkan dari sistem yang paling rusak, bisa tumbuh sesuatu yang tak bisa dikendalikan: kehendak bebas.
Dan tahukah kamu apa yang paling membuat sistem panik?
Bukan agen yang membelot. Bukan data yang bocor. Tapi ketika mereka sadar kami yang pernah mereka bentuk, kini bisa melahirkan generasi baru…2082Please respect copyright.PENANAZvN0CGn3Bf
yang tidak tunduk pada siapa pun.
Jadi, kalau kamu penasaran kenapa cerita ini masih terus berlanjut, atau kenapa dunia tampaknya belum juga tenang mungkin jawabannya ada di delapan wajah kecil itu.
Satu hari nanti, mereka akan tahu siapa sebenarnya ibunya.2082Please respect copyright.PENANA2uWrDjet9r
Dan siapa yang harus mereka lawan.
Kamu siap untuk tahu lebih jauh?
ns18.191.207.122da2