
Season 2: Hari Baru, Tapi Jiwa yang Sama
Pagi tidak pernah terasa setenang ini.
Udara masih dingin, cahaya matahari belum merata menyapu tembok rumah.
Tapi dapur sudah hidup. Suara air mengalir, piring bersentuhan, api menyala kecil-kecil di bawah teko.
146Please respect copyright.PENANAXjYLoboA1t
Jaka berdiri di sana seperti biasa. Sendirian. Tak disuruh. Tak dibangunkan.
Tubuhnya sudah hafal waktunya.
Hatinya? Sudah tak banyak bertanya.
Hanya ada satu kalimat yang mengalir di dalamnya, berulang-ulang:
146Please respect copyright.PENANA2ccHalJTJr
> "Apa yang bisa kulakukan pagi ini... agar mereka tersenyum?"
146Please respect copyright.PENANAtHHIRfLp0i
146Please respect copyright.PENANAyStLZINKAX
146Please respect copyright.PENANARkzY6BkX7k
146Please respect copyright.PENANABHm0luMrlJ
---
146Please respect copyright.PENANAaRad09rfHf
Ia menyiapkan teh. Dua manis, satu tawar.
Meja makan dilap. Kaki kursi dibersihkan.
Semua dilakukan perlahan, tanpa tergesa. Seperti ritual. Seperti ibadah.
146Please respect copyright.PENANAmbtiUVSypt
Ia mengenang aroma tubuh Tya yang semalam masih lekat di wajahnya.
Sentuhan tangan Riska saat menyodorkan kakinya ke mulutnya.
Dan suara mereka—manja, tenang, penuh kuasa.
146Please respect copyright.PENANAoz4ZuyB6Wg
Tubuh Jaka menegang pelan. Tapi ia terus bekerja.
146Please respect copyright.PENANAwFhqidJgCl
146Please respect copyright.PENANAEBYbAKoQ0I
---
146Please respect copyright.PENANAV7ffsjioLW
Langkah pertama terdengar dari arah tangga. Pelan, lembut, seperti biasa.
146Please respect copyright.PENANAWGtl9q6R8H
Riska muncul dengan mukena tipis, jilbab sudah dipakai separuh, tapi kausnya ketat membalut tubuhnya. Lekuk dadanya jelas, roknya mengikuti bentuk pinggul. Ia tampak seperti istri salehah… yang sengaja melukai syahwat.
146Please respect copyright.PENANAYA3O9un8jm
> “Mas… air panasnya udah?”
“Mama haus banget. Tapi jangan lupa lapin dulu sendoknya semua, ya.”
146Please respect copyright.PENANAoEno2yVDWE
146Please respect copyright.PENANAmzKDykQXBq
146Please respect copyright.PENANAxS96lQeCXg
Jaka mengangguk. “Iya, Ma.”
146Please respect copyright.PENANAugUW9IwU6Z
Riska berjalan ke meja, duduk anggun. Ia menyilangkan kaki, memperlihatkan betisnya yang bersih dan mulus. Tak ada teguran. Tak ada marah. Tapi matanya tajam. Ia tidak bertanya apa Jaka sudah siap. Ia tahu… Jaka selalu siap.
146Please respect copyright.PENANAW7kFFc7BUE
146Please respect copyright.PENANAbNl97uAdUg
---
146Please respect copyright.PENANAtXRRAqSicC
Langkah kedua datang lebih cepat, melompat-lompat ringan.
146Please respect copyright.PENANAK77g1q4gZZ
Tya muncul dengan daster warna biru muda. Pendek, longgar, tapi transparan di bagian dadanya. Tanpa bra. Rambut masih basah. Mata sayu tapi senyumnya merekah seperti matahari kecil yang egois.
146Please respect copyright.PENANABCx8GIcojQ
> “Mas Jaka… Mas udah bikin teh Tya, ya?”
“Tya mimpi aneh semalem. Tapi enak… Mas ada di situ…”
146Please respect copyright.PENANAEGclCLXIgE
146Please respect copyright.PENANAbMkm3kdGZG
146Please respect copyright.PENANAmTbWhU6MnP
Ia langsung memeluk Jaka dari belakang, tangan menyusup ke perut.
Wajahnya menempel di punggung Jaka. Nafasnya hangat.
146Please respect copyright.PENANAUJuYTxc2cW
> “Mas… Tya kangen…”
146Please respect copyright.PENANAp4Qnfgo4hk
146Please respect copyright.PENANAbkUVZuWuSW
146Please respect copyright.PENANAp2IqQpCtoJ
Tangannya menarik tangan Jaka ke pahanya sendiri. Kulitnya masih lembut, dingin sedikit. Daster tersingkap.
146Please respect copyright.PENANAaxYa2AtLYE
> “Mas, peluk Tya dulu… yang lama. Nanti Tya bantuin cuci piring…”
146Please respect copyright.PENANArE9lJhoMoM
146Please respect copyright.PENANAiZYgpfuUQG
146Please respect copyright.PENANAFw0TgfCCTS
Jaka diam. Tapi tubuhnya bergerak. Dipeluknya gadis itu. Tak ada penolakan. Tak ada dosa yang dirasakan lagi. Yang ada hanya… kenikmatan dalam keheningan.
146Please respect copyright.PENANAwqgtqzoeCX
146Please respect copyright.PENANA2HvESTtWJv
---
146Please respect copyright.PENANAgsBEamejjl
Riska meneguk tehnya. Lalu berkata tanpa melihat:
146Please respect copyright.PENANAu7BzvvaN3l
> “Mas, abis ini Mama mau keluar sebentar. Tapi sebelum itu… Tya pengen dilayanin dulu, ya?”
146Please respect copyright.PENANAPfcr2Q9phA
146Please respect copyright.PENANAzDY5YCzmy5
146Please respect copyright.PENANALOYkJR5LJN
Tya tertawa kecil. Ia memandang Jaka, lalu mengecup pipinya pelan.
146Please respect copyright.PENANAz01XR4SKzY
> “Tya sayang Mas. Tapi jangan cium kaki Mama dulu sebelum gantiin celana Tya…”
146Please respect copyright.PENANAI0TeahiWDY
146Please respect copyright.PENANAExscSH8p0k
146Please respect copyright.PENANANVO6TAYuuq
Ucapan itu seperti godaan… atau justru perintah terselubung.
146Please respect copyright.PENANAhZqhgH9GL8
Jaka hanya tersenyum. Tak perlu menjawab.
146Please respect copyright.PENANAz25B4TfGnM
Karena pagi ini, seperti pagi-pagi sebelumnya, ia tahu:
146Please respect copyright.PENANABnvunMePX5
Ia bukan suami. Bukan kepala keluarga. Ia hanyalah alat. Dan anehnya… ia menyukainya.
146Please respect copyright.PENANAoM8duih3Aa
146Please respect copyright.PENANAIpemVtBFmf
---
Saat ia mulai mencuci piring, pikirannya perlahan tenggelam.
Bayangan dari malam terakhir Season 1 datang seperti gelombang kecil basah, panas, dan tidak pernah benar-benar hilang.
146Please respect copyright.PENANArUyiAm5Mjz
Ia ingat saat duduk di lantai.
Masih telanjang. Napas masih berat.
146Please respect copyright.PENANAWSmFOeserU
Rian duduk di kursi, santai, batangnya separuh keras.
Jaka menunduk, menjilatinya pelan-pelan. Lidahnya menyusuri pangkal, menghisap perlahan.
Ia tahu tujuannya: membuat Rian siap, agar Reni bisa “dicicipi”.
146Please respect copyright.PENANAhobgmGhFQ1
Sementara dari sudut matanya, ia melihat Riska dan Tya.
Mereka berlutut di depan Ilham. Siap bergantian melayani.
Wajah mereka bersinar puas. Matanya haus.
146Please respect copyright.PENANArPfjErKYtu
> “Bantuin dulu, Mas…”
“Nanti Mama gantian yang layani Ilham, ya…”
146Please respect copyright.PENANAmTBs3Tjy7j
146Please respect copyright.PENANA56xW6m940C
146Please respect copyright.PENANAmCSkY3w9k7
Jaka ingat rasa batang di mulutnya.
Ingat suara Riska tertawa.
Ingat ketika Reni pelan-pelan melepaskan bra-nya, dan Tya bersorak kecil seperti anak kecil yang melihat kado.
146Please respect copyright.PENANAVJuSzq5zMy
146Please respect copyright.PENANAMRL6avEnX2
Pagi belum selesai.
Tya sedang di kamar mandi, menyanyi pelan. Riska keluar sebentar, katanya mau beli sayur.
Dan aku… masih di dapur. Piring sudah bersih. Tapi tubuhku belum.
146Please respect copyright.PENANAIaNn1e2KFp
Aku duduk di lantai. Di pojok dekat kulkas. Hanya sebentar, kubilang pada diriku.
Sebentar saja.
Untuk memejamkan mata.
146Please respect copyright.PENANAlngh9lDOw3
Lalu gelap.
146Please respect copyright.PENANAubxSq9fOVl
146Please respect copyright.PENANAEobgu2XT9H
---
146Please respect copyright.PENANAjl52PPobAL
Awalnya sunyi. Lembut.
Seperti berada di ruangan yang sama, tapi semua benda bersinar samar.
Cahaya kuning. Bau teh. Lalu suara… tawa. Tawa Tya.
146Please respect copyright.PENANAM8KZBUtQEQ
> “Mas… Mas Jaka jilat yang pelan, ya…”
146Please respect copyright.PENANAm8ul1PcSUJ
146Please respect copyright.PENANAXU08a3iBLL
146Please respect copyright.PENANApT0g3VfgkN
Aku melihat diriku sendiri. Telanjang, berlutut. Di antara kaki Tya, di samping kursi.
Di atas sofa, Riska mengangkang, tubuhnya diguncang Ilham yang seperti bayangan gelap.
Wajahnya memerah. Tapi matanya… menatapku.
146Please respect copyright.PENANAu47XHFefmS
> “Mas… kamu liat, kan? Liat gimana aku puas? Liat gimana kamu… tidak dibutuhkan?”
146Please respect copyright.PENANAnYOR2bFwPk
146Please respect copyright.PENANAnujPfWrpca
146Please respect copyright.PENANAdIGP7FRKvI
Lalu suara berat lain:
146Please respect copyright.PENANASf37HqLhZj
> “Jilat lebih dalam, Mas…” – Rian.
146Please respect copyright.PENANA8anIVafEdd
146Please respect copyright.PENANA9BDCPkmP8p
146Please respect copyright.PENANAlRaYauSWYW
Aku merangkak. Lidahku keluar. Batangnya keras.
Tapi aku tidak merasa jijik. Aku merasa… dimiliki.
146Please respect copyright.PENANAYndSiNKHp3
Tya mencengkeram rambutku. Mulutku penuh. Tapi hatiku kosong.
146Please respect copyright.PENANASHcAWKITxO
Dan dari sudut ruangan… Reni berdiri. Telanjang. Tubuhnya gemetar. Tapi matanya menatapku.
146Please respect copyright.PENANAZBKmxwnixB
> “Mas Jaka… tolong lebarin dulu… aku takut nanti….”
146Please respect copyright.PENANAUoxNBPrHIg
146Please respect copyright.PENANAUu9Qrp8u9d
146Please respect copyright.PENANAWQK2jf1nSc
Aku mengangguk. Dalam mimpi itu… aku selalu mengangguk.
146Please respect copyright.PENANA10e3Kjhatm
146Please respect copyright.PENANAYAMLZp1rMB
---
146Please respect copyright.PENANAqxHhzFKfoD
> “Mas…” suara itu samar.
“Mas…”
146Please respect copyright.PENANAsrjNeZ4dJd
146Please respect copyright.PENANAuFN00RmHik
146Please respect copyright.PENANAViwlz0JKZ1
Aku memejam lebih dalam. Gambar-gambar itu semakin nyata.
Teriakan. Tawa. Suara Riska saat keluar.
Tya berteriak di atas wajahku.
146Please respect copyright.PENANAKomq2jA6uW
Tubuhku menegang. Nafasku tercekat.
ns216.73.216.76da2