Bab 1: Undangan Lateks
2223Please respect copyright.PENANAfOdyhAmwiJ
Lira Arista, 27 tahun. Wanita HR yang terlihat kaku, rapi, dan steril. Tapi di balik kemeja kerja dan blazer polos, ada rasa haus yang tak pernah ia tunjukkan ke siapa pun.
2223Please respect copyright.PENANAoDQTCJfiMw
Hari itu ia datang ke kantor seperti biasa, tapi di atas mejanya ada sesuatu yang tidak biasa—amplop hitam doff tanpa nama. Ia buka. Sebuah kartu kecil, hitam, dengan tinta merah menyala:
2223Please respect copyright.PENANAv1HAqhSHuO
> “Chambre Noire – Undangan Khusus. Satu malam. Dresscode: Kulit atau Lateks.”
2223Please respect copyright.PENANAdgL8OvX9e5
2223Please respect copyright.PENANApQfmjXr4HX
2223Please respect copyright.PENANAu5TlWw5wJ8
Tidak ada yang tahu ia menerima itu. Tapi tubuhnya tahu. Tubuhnya yang sudah terlalu lama kering, mengeras hanya karena gesekan sprei dan khayalan, mulai berdenyut pelan.
2223Please respect copyright.PENANAyAP7JwxME7
2223Please respect copyright.PENANAhY7WR75Ffu
---
2223Please respect copyright.PENANABL9FCTnhCm
Jam sembilan malam, Lira berdiri di depan pintu logam hitam di gang sempit kota. Seorang pria bertubuh besar memeriksa kartunya, hanya mengangguk, lalu membiarkannya masuk ke lorong berlampu merah redup. Dindingnya dipenuhi suara-suara—desahan, benturan tubuh, dan denting rantai.
2223Please respect copyright.PENANASpZWbxgZJL
Di ruang ganti, seorang wanita bertopeng menyerahkan pakaian: catsuit lateks hitam mengilap.
2223Please respect copyright.PENANATIne9KThFU
“Ini ukuranmu,” bisiknya sambil tersenyum sinis.
2223Please respect copyright.PENANAst6vnHuY6o
Lira membawa pakaian itu ke bilik. Saat dia membuka pakaiannya sendiri, tubuhnya merinding. Saat tangan menyentuh permukaan lateks itu, ia seperti menyentuh sisi dirinya yang tersembunyi—yang basah dan gatal di antara rapatnya kaki.
2223Please respect copyright.PENANASQ6yP3kWPF
Ia menarik catsuit itu perlahan dari kaki ke atas. Ketat. Licin. Menempel. Setiap tarikan membentuk lekuk tubuhnya lebih jelas: payudara montoknya, pinggul bulat, garis tipis belahan pantatnya, dan bibir kemaluannya yang mulai basah bahkan sebelum disentuh. Tidak ada celana dalam. Tidak ada bra. Kulit langsung bersentuhan dengan lapisan lateks yang menghimpit klitorisnya sampai denyutnya makin terasa.
2223Please respect copyright.PENANAFoNlG8JDM7
Saat selesai mengenakannya, ia berdiri di depan cermin. Putingnya menonjol jelas, keras seperti marmer kecil di balik lapisan mengilap. Lubang kecil di tengah crotch-nya dibiarkan terbuka. Tidak untuk kenyamanan. Tapi untuk akses.
2223Please respect copyright.PENANA5qmo5vIuVV
Dia dibawa ke ruangan gelap dengan dinding kaca satu arah. Di baliknya, ia bisa melihat panggung. Seorang perempuan telanjang, bertopeng kelinci, tubuhnya diikat tali merah, dijilat dua pria. Satu menjilati puting kirinya dengan lidah tajam, satu lagi menjulurkan lidah panjang ke dalam lubang vaginanya sambil menghisap kuat. Perempuan itu teriak, bergetar, orgasme di hadapan mereka semua.
2223Please respect copyright.PENANAxs6Wtm5Azl
Lira tak bisa berpaling. Nafasnya pendek. Tubuhnya menegang. Tangannya meraba pinggangnya sendiri, lalu turun ke bawah. Ia sentuh bagian lateks yang menutupi kemaluannya. Hangat. Lembap. Basah.
2223Please respect copyright.PENANAJhYmF4EH0q
Dia membuka lubang kecil itu dengan jari. Jari telunjuknya menyentuh klitorisnya langsung. Licin. Sensitif. Dia mulai mengusap, pelan-pelan. Saat perempuan di panggung orgasme kedua kalinya, Lira menggigit bibir. Dia juga hampir tumpah.
2223Please respect copyright.PENANAvxvRMDYxES
Lalu ia merasakan tatapan.
2223Please respect copyright.PENANA40eRjizzBB
Di sudut ruangan, berdiri sosok tinggi memakai topeng gagak. Tidak bicara. Tidak bergerak. Tapi tatapannya tajam. Menelanjangi Lira tanpa menyentuhnya.
2223Please respect copyright.PENANAkOMJ7uugA5
Dan dia merasa seperti diperintah.
2223Please respect copyright.PENANAY1v9tBy7a4
Jangan berhenti.
2223Please respect copyright.PENANA1whnjNlXpW
Dia terus mengusap klitorisnya, lebih cepat. Tubuhnya menempel di kaca, payudaranya terhimpit. Cairannya menetes di paha. Saat orgasme menamparnya dari dalam, tubuhnya bergetar. Ia mendesah, bibirnya gemetar, jari-jarinya masih menekan bagian paling sensitif dari dirinya—sampai semuanya meledak diam-diam.
2223Please respect copyright.PENANA3KX7PcBRZq
Pria bertopeng gagak masih memandangnya. Dan sebelum ia sempat bicara atau mendekat, ruangan gelap kembali. Seorang staf datang, menyodorkan secarik kartu kecil:
2223Please respect copyright.PENANAlMIpCj8dYv
> “Jika kamu ingin lebih: Sabtu depan. Pintu belakang. Tanpa celana dalam.”
2223Please respect copyright.PENANARqWo97oCi7
2223Please respect copyright.PENANAJpcS4v291A
2223Please respect copyright.PENANAm7HQw91MWS
Lira tidak menjawab. Tapi dalam pikirannya, dia sudah tahu: ini bukan terakhir kali.
2223Please respect copyright.PENANAQhw6fJsORP
Ini baru awal.
ns216.73.216.206da2