
Bab 12: Pusaran Nafsu yang Meledak
63Please respect copyright.PENANAfWgllpTD1y
Ardan masih berdiri di depan pintu kos Sherly, motornya terparkir di samping. Hawa dingin pagi yang mulai sedikit menghangat tak mampu mendinginkan gejolak di dadanya. Pikirannya melayang pada Sherly yang masuk ke dalam, membayangkan apa yang akan terjadi selanjutnya. Apakah hanya sekadar mengambil uang kembalian? Atau ada "sesuatu" lain, seperti yang tersirat dari godaan Sherly? Jantungnya berdebar kencang, perpaduan antara antisipasi dan hasrat yang baru saja dipicu.
Tak lama, pintu kos terbuka perlahan. Sherly muncul di ambang pintu, tersenyum menggoda sambil melambaikan tangan, memanggil Ardan mendekat.
"Mas Ardan, sini!" panggilnya lembut namun penuh makna.
Ardan melangkah, mendekati ambang pintu kos. Namun, begitu ia tiba di sana, matanya langsung terbelalak. Ia terkesiap, tubuhnya mendadak kaku, semua kata tercekat di tenggorokannya.
Sherly sudah tidak lagi mengenakan kimono tidurnya. Ia hanya berdiri di sana, di ambang pintu, hanya mengenakan satu set pakaian dalam yang sangat minim dan menerawang jelas. Bra dan celana dalam renda berwarna hitam tipis itu nyaris tak menyembunyikan apa pun. Tubuh putih mulusnya terlihat sempurna, tanpa cacat. Perutnya datar, begitu ramping, sementara dua buah dadanya yang besar, putih, dan mulus terpampang nyata, terlihat sangat menggoda di balik kain tipis renda yang tembus pandang.
Pemandangan itu begitu segar, begitu langsung, hingga Ardan terdiam membeku. Matanya tak bisa lepas dari setiap inci tubuh Sherly yang terpampang di depannya. Aroma parfum Sherly yang kini bercampur dengan aroma tubuhnya yang hangat, menyeruak, semakin membius Ardan. Nafsunya yang sejak lama terpendam, yang semalam sempat ia lampiaskan secara kasar pada Bintang, kini kembali bergejolak, jauh lebih intens dan terarah.
Sherly menyadari gelagat Ardan. Senyumnya semakin lebar, matanya berbinar penuh goda. Ia tahu benar efek yang ia timbulkan.
"Mas Ardan? Ngeliatin apa, Mas?" tanyanya lembut, suaranya seperti bisikan menggoda. Ia melangkah mundur sedikit, membuka jalan bagi Ardan untuk masuk. "Mas aku nggak punya uang kecil nih. Masuk dulu aja yuk, sambil nunggu aku cari uang."
Tanpa menunggu persetujuan Ardan, Sherly melangkah masuk lebih dalam. Ardan, bagai terhipnotis, mengikuti masuk ke dalam kos. Pintu kos tertutup perlahan di belakangnya, mengunci mereka berdua dalam privasi yang mematikan.
Kos Sherly tidak terlalu besar, didominasi oleh ranjang single yang kini menjadi pusat perhatian Ardan. Sherly berjalan santai ke arah ranjang, lalu menepuk-nepuk pinggiran kasur.
"Masuk dulu, Mas. Sini, duduk di sini aja," perintahnya, suaranya seolah merayu.
Ardan melangkah kaku, otaknya masih mencerna semua yang terjadi. Ia duduk di pinggir ranjang, merasakan kelembutan kasur di bawahnya. Sherly berdiri di depannya, jarak mereka kini begitu dekat. Ia bisa melihat setiap lekuk tubuh Sherly dengan jelas di balik pakaian dalamnya yang menerawang. Dadanya naik turun, napasnya memburu.
Sherly melihat Ardan yang terdiam, kaku. Ia mendekat selangkah lagi, mencondongkan tubuhnya ke depan hingga wajahnya begitu dekat dengan wajah Ardan. Bau tubuhnya yang memabukkan semakin kuat.
"Kenapa, Mas Ardan? Kok diem aja?" bisiknya, tatapan matanya mengunci mata Ardan. Ia lalu mengulurkan tangannya, menyentuh lembut bahu Ardan, lalu perlahan bergerak turun ke dada Ardan. "Atau... Mas Ardan lagi ngeliatin ini ya?" Sherly bertanya, sambil tangannya mengarah pada kedua buah dadanya yang besar, yang kini terlihat semakin jelas dan menantang.
Ardan hanya bisa menelan ludah. Lidahnya kelu. Ia mengangguk pelan, nyaris tak terlihat.
Senyum Sherly semakin lebar, penuh kemenangan. "Mau nenen nggak, Mas?" tanyanya, suaranya merendah, nyaris tak terdengar, namun menggema kuat di telinga Ardan.
Ardan mengangguk lagi, kali ini lebih cepat, hasratnya membakar habis semua keraguan dan rasa malu.
Tanpa menunggu lebih lama, Sherly langsung mengambil tangan Ardan, membimbingnya untuk menyentuh buah dadanya. Ia kemudian sedikit membungkuk, menyodorkan buah dadanya yang montok dan penuh itu tepat di hadapan wajah Ardan.
"Ayo, Mas. Jangan malu-malu," bisiknya.
Ardan tak membuang waktu. Dengan rakus, bibirnya langsung melahap puting Sherly yang sudah menegang, menghisapnya kuat, seolah ia adalah bayi yang kelaparan. Tangan Ardan yang bebas langsung meremas buah dada Sherly yang lain, merasakan kenyal dan padatnya di telapak tangannya.
"Ahh... enak banget, Mas... terus kamu pintar...!" desah Sherly, memejamkan mata, merasakan kenikmatan yang menjalar. Ia meremas rambut Ardan, menariknya lebih dekat.
Ardan benar-benar rakus. Ia menghisap bergantian kedua puting Sherly, menjilatinya, melumatnya, lidahnya bermain-main di sana. Nafsunya yang selama ini terkurung kini menemukan jalan keluar yang tepat. Setiap hisapan, setiap jilatan, adalah ledakan gairah yang ia tak sangka akan ia temukan dari Sherly.
Tubuh Sherly mulai bergoyang pelan, menikmati setiap sentuhan Ardan. Sensasi ini, setelah sekian lama tidak ia rasakan, begitu memabukkan. Ia bisa merasakan gairah Ardan yang begitu kuat, dan itu semakin membakar hasratnya.
Setelah cukup puas dengan buah dada Sherly, Ardan mengangkat wajahnya. Matanya bertemu dengan mata Sherly yang sayu penuh gairah. Tanpa perlu kata-kata, Sherly tahu apa yang Ardan inginkan selanjutnya.
Dengan satu gerakan sensual, Sherly langsung berlutut di depan Ardan, yang masih duduk di pinggir ranjang. Ia meraih tangan Ardan, membimbingnya untuk menyentuh selangkangannya yang hanya tertutup celana dalam renda tipis. Lalu, dengan gerakan berani, Sherly menarik sedikit celana dalamnya ke samping, menyodorkan kemaluannya yang basah dan terlihat jelas tepat di hadapan wajah Ardan. Aroma khas tubuh wanita yang sudah terangsang menyeruak, memancing insting primal Ardan.
Ardan tahu maksudnya. Tanpa ragu, Ardan langsung menundukkan kepala, bibirnya menyentuh permukaan basah itu. Dengan rakus, lidahnya mulai menjilat. Ia menghisap klitoris Sherly, menjilatinya ke atas dan ke bawah, sesekali melingkarinya, lalu menghisapnya dalam-dalam. Ia ingin Sherly merasakan kenikmatan yang luar biasa.
"Ahh... Anjing! Enak banget, Mas...!" umpat Sherly, saking menikmatinya. Ia menjambak rambut Ardan, tubuhnya bergoyang seksi, memaju-mundurkan bokongnya, semakin menekan wajah Ardan pada kemaluannya. "Kamu pintar banget... ahh... Mas... terus..."
Ardan tidak peduli dengan kata-kata Sherly. Ia terus menjilat, menghisap, menggunakan lidahnya dengan terampil. Suara desahan Sherly, gerakan tubuhnya yang menggila, semua itu semakin memicu nafsu Ardan hingga ke puncaknya.
"Ahhh... ahhh... Mas... aku nggak ta... ahhh... ahhhhh...!" Sherly menjerit kecil, suaranya tertahan, tubuhnya menegang hebat. Ia tak tahan lagi. Dengan satu desahan panjang, ia mencapai klimaksnya. Cairan kenikmatan menyembur deras, membasahi wajah Ardan.
Tubuh Sherly ambruk lemas. Ia terjatuh di atas kasur, terengah-engah, dengan mata terpejam dan tubuh yang masih sedikit bergetar. Ardan mengangkat wajahnya, napasnya juga memburu. Wajahnya basah oleh cairan Sherly, namun ia tak peduli. Ini adalah bukti kenikmatan yang baru saja ia berikan.
63Please respect copyright.PENANApPSHYLftpM
Peleburan Dua Hasrat
63Please respect copyright.PENANAwuNV3bdtCu
Setelah beberapa saat Sherly memulihkan napasnya, ia membuka mata. Ia melihat Ardan yang menatapnya dengan tatapan lapar. Sherly tersenyum menggoda.
"Mas Ardan... ayo... aku udah siap..." bisiknya, mengulurkan tangan, menarik Ardan untuk naik ke atas ranjang.
Ardan tak butuh dorongan kedua. Dengan cepat, ia menaiki ranjang, posisi tubuhnya kini menindih Sherly. Ia melihat mata Sherly yang penuh gairah, mengundangnya. Tanpa menunggu, bibirnya langsung melahap bibir Sherly. Ciuman mereka panas, liar, dan penuh hasrat. Lidah saling beradu, tangan Ardan menjelajah tubuh Sherly, meremas pinggulnya, membelai paha mulusnya.
"Kamu seksi banget, Sherly..." bisik Ardan di sela ciuman, tangannya bergerak cepat melepaskan pakaian dalam tipis yang tersisa di tubuh Sherly.
Dalam hitungan detik, tubuh Sherly telanjang sepenuhnya. Ardan menatapnya, menikmati pemandangan itu. Tubuh putih mulus, perut datar, dada besar yang kini naik turun cepat. Ardan tahu, ini adalah wanita yang akan memuaskan semua fantasinya.
Sherly membalas tatapan Ardan, menggerakkan pinggulnya sedikit, mengundang. "Mas Ardan... aku butuh kamu..."
Ardan tak menunggu lagi. Ia mengangkat sedikit pinggulnya, meraba miliknya yang sudah mengeras. Dengan satu dorongan, ia memasukkan miliknya ke dalam kemaluan Sherly.
"Ahh...!" Sherly mendesah keras, merasakan milik Ardan yang besar dan penuh masuk ke dalam dirinya. Sensasi ini begitu dahsyat, begitu ia rindukan.
Ardan mulai bergerak. Perlahan pada awalnya, lalu semakin cepat dan kuat. Setiap dorongan adalah desahan dari Sherly, setiap tarikan adalah erangan Ardan. Suara kulit bertabrakan, kasur yang berderit, dan desahan napas yang memburu memenuhi kamar kos yang sepi itu.
Sherly memeluk Ardan erat, kakinya melingkar di pinggang Ardan, menariknya lebih dalam. Ia ikut bergerak, pinggulnya memaju-mundur, mencari irama yang sempurna dengan Ardan. Ia meremas punggung Ardan, mencakar ringan, melampiaskan semua hasrat yang telah setahun lebih terpendam.
"Mas... ahhh... cepat lagi... enak... enak banget..." Sherly menjerit, terombang-ambing dalam gelombang kenikmatan.
Ardan menggeram, kepuasan yang luar biasa membanjiri dirinya. Ia terus bergerak, tanpa henti, membenamkan dirinya dalam tubuh Sherly. Ia mendengar desahan Sherly, merasakan kontraksi di dalam dirinya, dan itu semakin memacu Ardan. Ini bukan hanya tentang pelampiasan nafsu, tapi juga tentang dominasi, tentang mendapatkan kembali kendali yang hilang dalam hidupnya.
"Kamu... ahhh... nikmat... nikmat banget, Sherly!" Ardan terengah, rambutnya basah oleh keringat, matanya terpejam merasakan puncak kenikmatan yang mendekat.
Mereka terus bergerak dalam simfoni gairah, tak peduli waktu, tak peduli dunia di luar sana. Hanya ada mereka berdua, melebur dalam kenikmatan yang meliuk-liuk. Gelombang kenikmatan itu datang berulang kali, mendorong mereka semakin dalam, semakin liar. Setiap sentuhan, setiap desahan, adalah bukti betapa rakusnya mereka saling menginginkan.
Akhirnya, dengan desahan panjang dan erangan keras, Ardan mencapai puncaknya. Ia membenamkan dirinya dalam tubuh Sherly, merasakan hangatnya cairan kenikmatan yang membanjiri dirinya. Bersamaan dengan itu, Sherly juga menjerit, mencapai klimaksnya sekali lagi, tubuhnya menegang hebat sebelum ambruk lemas di bawah Ardan.
Mereka berdua terbaring berpelukan, terengah-engah, tubuh lengket oleh keringat dan cairan. Suara detak jantung yang masih memburu mengisi keheningan. Sebuah kepuasan yang luar biasa membanjiri Ardan, kepuasan yang jauh lebih dalam dan intens daripada yang ia rasakan semalam bersama Bintang. Di sini, bersama Sherly, ia merasa sepenuhnya lepas, sepenuhnya terpuaskan, dan sepenuhnya berkuasa.
Ardan mencium lembut kening Sherly, lalu memeluknya erat. Ini adalah awal dari sesuatu yang baru, sesuatu yang berbahaya, namun begitu memuaskan.
ns216.73.216.82da2