Seminggu terasa seperti sewindu. Setiap hari, aku menghabiskan waktu di perpustakaan sekolah hingga sore, lalu di rumah, pura-pura tenggelam dalam buku-buku tebal, berharap bisa menghapus memori kotor itu dari benak Kak Hana. Namun, bayangan wajahnya yang terluka saat ia menerima tantangan gilaku masih terpatri jelas. Itu adalah sebuah janji mengerikan yang mengikat kami berdua, sebuah rahasia yang kini menjadi pusat gravitasi dalam hidupku.
119Please respect copyright.PENANA1z5wMgQFSm
119Please respect copyright.PENANArvkmTDcYV8
119Please respect copyright.PENANA4rgyChDlWK
Hari ujian pun tiba. Aku memasuki ruang kelas dengan dada membusung, penuh percaya diri. Soal-soal fisika dan matematika yang selama ini terasa seperti labirin tanpa ujung, kini seolah-olah terbuka lebar, setiap jawabannya jelas di benakku. Aku menulis, menghitung, mengisi setiap lembar jawaban dengan keyakinan yang menggebu-gebu. Bukan karena aku tiba-tiba menjadi jenius, melainkan karena bayangan hadiah itu—bayangan payudara Kak Hana—telah menjadi api yang membakar semangat belajarku. Itu adalah targetku, hadiahku, sebuah gairah terlarang yang kini menjadi motivasi terkuat dalam hidupku. Aku menyelesaikan ujian dengan mudah, bahkan punya sisa waktu untuk memeriksa ulang. Aku sangat yakin. Seratus persen yakin bahwa aku akan mendapatkan nilai di atas delapan puluh.
119Please respect copyright.PENANABJ3ba0GioD
119Please respect copyright.PENANAa4b1VYDmbA
119Please respect copyright.PENANAvkhOjO7CNh
Sore harinya, setelah ujian terakhir selesai, aku langsung pulang. Hatiku meluap-luap. Aku tidak bisa menunggu. Hadiah itu terasa begitu dekat, begitu nyata. Aku ingin segera menagihnya. Aku melihat Kak Hana baru saja pulang kerja, masih mengenakan seragamnya, tergeletak lelah di sofa ruang keluarga, menonton TV.
119Please respect copyright.PENANApzqzraCCnq
119Please respect copyright.PENANAIURxHSkBCL
119Please respect copyright.PENANANC3tR9PWKo
"Kak Hana!" seruku, semangatku meluap-luap. Aku mendekatinya, duduk di lantai di dekat kakinya. "Ujianku tadi lancar, Kak! Aku yakin seratus persen dapat nilai bagus! Pasti di atas delapan puluh!"
119Please respect copyright.PENANAtkJAWkjaqq
119Please respect copyright.PENANA13BOHCDHg3
119Please respect copyright.PENANAovm3HDQMp4
Kak Hana menoleh, wajahnya yang lelah sedikit terkejut melihat semangatku. Ia tersenyum tipis. "Syukurlah kalau begitu. Belajarmu tidak sia-sia, kan?"
119Please respect copyright.PENANAwh0LVK3R7v
119Please respect copyright.PENANAKYS4jmFv7q
119Please respect copyright.PENANAiNP9HSI7M6
"Iya, Kak! Makanya, boleh kan Kakak kasih hadiahnya sekarang?" tanyaku, suaraku penuh permohonan. "Aku yakin banget, Kak! Daripada nunggu hasilnya keluar, lama."
119Please respect copyright.PENANAoZnCYElnPn
119Please respect copyright.PENANAsFtj8HkJvQ
119Please respect copyright.PENANAM8f3TKmDaZ
Senyum Kak Hana langsung memudar. Matanya menatapku dengan tegas. "Tidak bisa, Yusuf," katanya, suaranya tenang namun ada nada ketegasan yang tak terbantahkan. "Perjanjian kita jelas. Hadiah akan diberikan setelah hasilnya keluar dan terbukti nilaimu di atas delapan puluh. Tidak ada diskon, tidak ada duluan."
119Please respect copyright.PENANAnSGQCSuzfZ
119Please respect copyright.PENANAlX0F2oBada
119Please respect copyright.PENANAdXvyuSHz4w
Wajahku langsung cemberut. Harapanku yang melambung tinggi langsung jatuh menukik. Aku merasa seperti anak kecil yang tidak diberi permen. "Tapi, Kak! Aku yakin banget! Aku sudah belajar mati-matian, Kak! Ini pasti bagus! Kenapa harus nunggu lagi?" Aku merengek, suaraku dilembut-lembutkan, mencoba mempengaruhinya. "Ayolah, Kak! Kan sudah janji! Aku sudah berusaha keras!"
119Please respect copyright.PENANAaa7iaV7aiM
119Please respect copyright.PENANAtqSviWfLkt
119Please respect copyright.PENANAvnbKAm4zWh
Kak Hana menghela napas panjang. Ia mematikan TV, lalu menatapku lurus. Matanya menunjukkan kelelahan yang nyata, namun pendiriannya tetap tak tergoyahkan. "Yusuf. Perjanjian adalah perjanjian. Kakak tidak akan memberikan apa pun sebelum ada bukti yang jelas. Apa artinya janji kalau dilanggar begitu saja?"
119Please respect copyright.PENANAHdfVrTY8hd
119Please respect copyright.PENANAVqCwEsDDip
119Please respect copyright.PENANAYRR1Yt33nD
Aku merasa kecewa. Sangat kecewa. Hati ini terasa sakit, seolah semua usahaku tidak dihargai. Aku hanya ingin sedikit penghargaan, sedikit pengakuan. Apakah ia benar-benar tidak peduli dengan perasaanku? Apakah ia hanya peduli pada angka-angka di atas kertas?
119Please respect copyright.PENANAanu5GkramM
119Please respect copyright.PENANAcp229Y6o8f
119Please respect copyright.PENANAHvA8uLwRWD
"Kakak tidak peduli denganku," bisikku, suaraku dipenuhi rasa kesal. "Kakak tidak mengerti perasaanku."
119Please respect copyright.PENANA5U7fn564we
119Please respect copyright.PENANAiEiW4EHOuW
119Please respect copyright.PENANAq57vw0az0Z
Mendengar kata-kataku, wajah Kak Hana menegang lagi. Ada kilatan amarah di matanya yang lelah, namun kali ini, ia berusaha menahannya. Ia menghela napas lagi, lalu menatapku dengan sorot mata yang sulit kubaca. Ada sedikit keputusasaan di sana, sebuah usaha untuk mencari jalan tengah.
119Please respect copyright.PENANAeEUzZDSsBK
119Please respect copyright.PENANAMCEz2ETiNk
119Please respect copyright.PENANANuK5aZGs3X
"Baiklah, Yusuf," katanya, suaranya berat, "Kakak tidak akan memberikan hadiahnya sekarang. Itu sudah jelas. Tapi... Kakak bisa memberikan alternatif."
119Please respect copyright.PENANAbdgJpN9uru
119Please respect copyright.PENANAoazir9jaSi
119Please respect copyright.PENANAJDwHxjH5DW
Aku mendongak, mataku membelalak. Alternatif? Apa lagi?
119Please respect copyright.PENANAh8q6pInltn
119Please respect copyright.PENANAHhw2El8jKA
119Please respect copyright.PENANAIruOLjZRca
Kak Hana menelan ludah, terlihat jelas ia tidak nyaman dengan apa yang akan dikatakannya. Pipi lelahnya sedikit merona. "Jika kamu memang butuh pelampiasan... Kakak izinkan kamu... kamu boleh melakukan itu... di sini. Di depan Kakak. Sekarang."
119Please respect copyright.PENANAtS4qqtjUSz
119Please respect copyright.PENANA9LKQhrh4Xj
119Please respect copyright.PENANAbXn7dGFiST
Jantungku langsung berdegup kencang, memukul-mukul dadaku seperti palu godam. Mataku membelalak lebar, tak percaya dengan apa yang baru saja kudengar. Ia... ia mengizinkanku coli... di depannya? Sebuah tawaran yang gila, tak terduga, namun memicu gelombang kegembiraan yang memabukkan dalam diriku. Ini jauh lebih baik dari sekadar menonton video! Ini nyata!
119Please respect copyright.PENANAU3rYqINOZc
119Please respect copyright.PENANAFhTioy5ugl
119Please respect copyright.PENANAoATuw0uUj7
Aku tidak membuang waktu sedetik pun. Dengan senyum lebar yang tak bisa kutahan, aku langsung melompat dari lantai. Tanganku sudah bergerak cepat, menarik kemeja sekolahku. Kancing-kancing itu lepas satu per satu dengan tergesa-gesa. Kemeja itu kulempar ke sofa. Lalu, sabuk celana sekolahku kubuka, ritsleting kubuka dengan cepat, dan celana itu melorot. Aku tidak peduli dengan seragamku, tidak peduli dengan apa pun. Yang ada di benakku hanyalah dorongan tak tertahankan untuk melepaskan diri di hadapannya.
119Please respect copyright.PENANAyAV7w7zC5t
119Please respect copyright.PENANArgq5XAsB0j
119Please respect copyright.PENANAn7kPGOJeBs
Kontolku yang sudah tegang dan mengeras karena antusiasme, langsung menyembul bebas. Panas, berat, berdenyut, dan sudah sedikit basah di kepalanya. Aku menatap Kak Hana. Wajahnya langsung memucat. Matanya melebar, menatap kontolku yang sudah tegak di antara kedua pahaku yang masih terbungkus celana dalam. Ia mencoba mengalihkan pandangan ke TV, namun aku tahu, matanya seringkali mencuri pandang ke arahku.
119Please respect copyright.PENANAC1FfscCwDk
119Please respect copyright.PENANAxAStQNYppU
119Please respect copyright.PENANAYS8QzytljQ
Aku menanggalkan celana dalamku juga, membiarkan tubuh bawahku telanjang sepenuhnya. Aku duduk kembali di lantai, kali ini sedikit lebih dekat dengan sofa tempat Kak Hana duduk. Kontolku tegak berdiri, menunjuk lurus ke arahnya, sebuah deklarasi tanpa kata.
119Please respect copyright.PENANAwvGuWiMi0R
119Please respect copyright.PENANAgkDQVENbGE
119Please respect copyright.PENANAwrexXXD7RV
Aku mulai mengocok kontolku, perlahan pada mulanya, tanganku bergerak naik turun, memijat batangnya yang keras. Mataku tak lepas dari wajah Kak Hana. Ia berusaha keras untuk tidak melihatku, fokus pada layar TV yang kini menampilkan acara berita yang membosankan. Tapi aku tahu, ia merasakan kehadiranku. Ia merasakan setiap gerakan tanganku. Pipi lelahnya sedikit merona, dan napasnya sedikit lebih cepat.
119Please respect copyright.PENANAmKGDRJmTfw
119Please respect copyright.PENANAZm49vtfyoh
119Please respect copyright.PENANAz1g9FJlJjj
Aku mengocok lebih cepat, memompa kontolku dengan ritme yang semakin mendesak. Aku bisa merasakan darah mengalir deras, membuat kontolku semakin bengkak, urat-uratnya menonjol. Desahan-desahan kecil mulai keluar dari bibirku, tak tertahankan. Mataku menyipit, fokus pada kontolku, namun kesadaranku penuh pada kehadiran Kak Hana di sampingku. Aku ingin ia melihat. Aku ingin ia mendengar. Aku ingin ia merasakan semua ini.
119Please respect copyright.PENANAJr0Q2KB14G
119Please respect copyright.PENANAoeAxqTtyXe
119Please respect copyright.PENANA9skkMCATJl
"Kak Hana," bisikku, suaraku serak, dipenuhi nafsu. "Bantu aku, Kak. Pegang ini. Bantu aku."
119Please respect copyright.PENANAjR5dXT1sfi
119Please respect copyright.PENANAhAZutxXXaG
119Please respect copyright.PENANA28omfVKLKV
Kak Hana tersentak. Kepalanya langsung menoleh ke arahku. Matanya membelalak, penuh kaget dan amarah yang tiba-tiba. Wajahnya yang tadinya sedikit merona, kini memerah padam. Ia menggelengkan kepalanya dengan cepat.
119Please respect copyright.PENANANoNrgzf9HG
119Please respect copyright.PENANAWD4Yze0HPp
119Please respect copyright.PENANAfS8U9m0Qcr
"Tidak!" serunya, suaranya tegas, mutlak. "Tidak, Yusuf! Kamu sudah gila?! Jangan berani-berani meminta hal seperti itu lagi! Aku sudah mengizinkanmu melihat dirimu sendiri, itu sudah lebih dari cukup! Jangan pernah kamu meminta Kakak untuk menyentuhmu!"
119Please respect copyright.PENANAZXu5A5TIWE
119Please respect copyright.PENANAOa9vdhyOAa
119Please respect copyright.PENANAhrRslnFv57
Kata-katanya adalah tamparan keras di wajahku. Harapanku yang membumbung tinggi langsung hancur berkeping-keping. Aku merasa kecewa. Rasa frustrasi melandaku. Ia mengizinkanku sejauh ini, tapi ia tidak mau menyentuhku? Kenapa? Apakah ia begitu jijik padaku?
119Please respect copyright.PENANAzROqGUzuzl
119Please respect copyright.PENANAkqlw3xxTWl
119Please respect copyright.PENANAq6aM5hMXfZ
Rasa kecewa itu bercampur dengan amarah. Sebuah amarah yang mendalam, sebuah keinginan untuk membalas, untuk menunjukkan padanya bahwa aku tidak sepenuhnya tak berdaya. Ia tidak mau membantuku? Baiklah. Aku akan menunjukkan padanya siapa aku.
119Please respect copyright.PENANAG4QduOzUEG
119Please respect copyright.PENANAkSN8Z15qfB
119Please respect copyright.PENANA5lS8fPvyPp
Aku memejamkan mata sesaat, mengambil napas dalam-dalam. Lalu, aku membuka mataku, menatap lurus ke depan, ke arah Kak Hana yang kini kembali menatap TV, berusaha mengabaikanku. Kontolku yang sudah sangat tegang dan nyeri, terus kuocok dengan gerakan cepat. Mataku kini fokus pada satu target: kemeja putih yang ia kenakan. Kemeja kerja yang sedikit longgar, menutupi lekuk tubuhnya yang selalu kusukai.
119Please respect copyright.PENANA6MPnY7fqrx
119Please respect copyright.PENANAHlnjnYIggY
119Please respect copyright.PENANA1dVAAwUS6a
Aku mengocok lebih cepat, lebih keras. Desahan-desahan kasar keluar dari bibirku. Kontolku sudah berdenyut-denyut hebat, siap menyemburkan isinya. Aku bisa merasakan cairan spermaku bergejolak di ujung kontolku. Dengan satu hentakan terakhir yang kuat, tubuhku mengejang hebat, pinggulku sedikit terangkat.
119Please respect copyright.PENANAjFlSQlZzfp
119Please respect copyright.PENANAMhgYECQZQE
119Please respect copyright.PENANAObZW9nTs4i
Syuuuurrrt!
119Please respect copyright.PENANAcIECLLHxd2
119Please respect copyright.PENANABHycnxO8ho
119Please respect copyright.PENANAH1t44VAB9j
Cairan hangat dan kental menyembur deras dari kontolku, membasahi udara, lalu mendarat tepat di kemeja putih Kak Hana. Sebagian mengenai bahunya, sebagian lagi mengenai lengan kanannya. Beberapa tetes bahkan mendarat di rambutnya yang tergerai. Aku melihatnya dengan mata kepalaku sendiri: gumpalan sperma putih kental menodai kain bersih itu.
119Please respect copyright.PENANA48fiKCZyuK
119Please respect copyright.PENANAlCbPSMf3bI
119Please respect copyright.PENANA0Sfpn9OA6Z
Kak Hana langsung tersentak. Matanya membelalak kaget. Ia merasakan sensasi hangat dan lengket itu di kulitnya, di pakaiannya. Ia menoleh ke arahku, lalu ke kemejanya. Wajahnya langsung memucat, lalu berubah menjadi ekspresi jijik yang luar biasa, diikuti oleh kemarahan yang membara.
119Please respect copyright.PENANAipbMkXtAGG
119Please respect copyright.PENANA7TfCoaMUfC
119Please respect copyright.PENANANAM6Zik9aL
"YUSUF!" teriaknya, suaranya melengking tinggi, kali ini tanpa ditahan-tahan. Sebuah jeritan yang penuh kejijikan dan kemarahan. Ia melompat dari sofa, menjauhiku, seolah aku adalah monster. Tangannya langsung menyentuh bagian yang terkena spermaku. Ia melihat lendir putih kental itu di kemejanya.
119Please respect copyright.PENANAbrvCym97Z6
119Please respect copyright.PENANAec917KwClP
119Please respect copyright.PENANApHGP1qBMep
"Apa yang kamu lakukan?!" serunya, suaranya bergetar karena amarah yang memuncak. Wajahnya menunjukkan ekspresi jijik yang tak terhingga. "Kamu... kamu menjijikkan, Yusuf! Kenapa kamu menyemprotkan... ini... di bajuku?!"
119Please respect copyright.PENANAlWFheptCY9
119Please respect copyright.PENANAtwMen7mQ34
119Please respect copyright.PENANAZPatkGuoeX
Ia menatapku dengan mata penuh amarah dan kejijikan yang mendalam. Seolah aku adalah kuman, menjijikkan, tak pantas untuk disentuh. Lalu, tanpa menunggu jawabanku, ia berlari. Langkah kakinya terdengar tergesa-gesa, menuju kamar mandi. Aku mendengar suara air mengalir deras dari dalam sana, disusul oleh suara isakan yang tertahan.
119Please respect copyright.PENANAclxPrfRoul
119Please respect copyright.PENANAGs7nvuZLwR
119Please respect copyright.PENANA0O3FUgv4hz
Aku masih duduk di lantai, kontolku yang lemas dan basah oleh sisa sperma terjuntai di antara kedua pahaku. Pakaianku tergeletak berserakan di sekitarku. Namun, di wajahku, terpampang senyum puas yang tak bisa kutahan. Aku telah melakukannya. Aku telah berhasil menodai Kak Hana. Aku telah menorehkan jejakku pada dirinya, pada pakaiannya, pada kebersihannya. Aku telah membalas kekecewaanku.
119Please respect copyright.PENANA2t5PLH64mu
119Please respect copyright.PENANAo4fWSC4Cce
119Please respect copyright.PENANAwjaGNQW3xm
Aku tahu ini salah. Aku tahu aku telah melampaui batas yang tak bisa ditarik kembali. Aku telah membuatnya jijik. Tapi, ada sensasi kemenangan yang memabukkan dalam diriku. Aku telah berhasil memaksakan keinginanku, meskipun dengan cara yang paling menjijikkan sekalipun. Aroma spermaku sendiri yang kini memenuhi ruang keluarga, bercampur dengan aroma parfum Kak Hana, terasa seperti aroma kemenangan yang pahit. Hubungan kami telah pecah. Dan entah bagaimana, itu terasa seperti awal dari sesuatu yang baru. Sesuatu yang berbahaya, namun juga, anehnya, memuaskan.
ns216.73.216.82da2