Gadis itu telah berdandan cantik. Semua sudah dipersiapkan. Kini ia tinggal menunggu, pria yang dicintainya akan datang dan pernikahan impiannya ini akan sempurna.
"Alexa, ada telepon untukmu," seru seorang wanita paruh baya.
"Ibu, acara akan segera dimulai. Mana bisa aku menerima telepon? Sebentar lagi Ash pasti datang."
Ibunya bergegas menghampiri.
"Ash tidak akan datang kemari. Ada masalah yang terjadi."
Alexa segera menerima telepon itu dengan cemas.
"Ini dengan nona Alexa? Maaf, tapi Ash menghilang."
"Kalian bercanda kan? Pasti Ash merancang rencana untuk mengerjai aku lagi."
Para polisi yang baru saja tiba datang bergegas masuk.
"Ayah, ada apa ini?" tanya Alexa sambil menghampiri ayahnya. Pria paruh baya itu memiliki jabatan tinggi di kepolisian.
"Ash, dia dicari karena menjadi tersangka kasus penipuan dan pembunuhan. Nama aslinya Kage Robertson. Dia adalah penjahat profesional."
"Apa? Tapi kenapa Ayah tidak mengatakan apa pun padaku sebelumnya?"
"Ayah juga tidak tahu. Saat kasus pembunuhan terbongkar dan penyelidikan dimulai, barulah Ayah tahu siapa dia sebenarnya."
Alexa menangis tersedu. Impian pernikahannya yang sempurna hancur berantakan.
409Please respect copyright.PENANAm2cITsB3hY
Satu tahun kemudian ...
409Please respect copyright.PENANA132IcWpXFM
Alexa masih sibuk mengerjakan tugas-tugasnya saat Gray datang menjemputnya. Cowok bertubuh tinggi dan berparas rupawan itu adalah calon suami dan tunangannya. Gray adalah bawahan ayahnya. Ia ingat betapa dulu beliau begitu membanggakan Gray. Selain tampan, cowok itu juga dikenal cerdas. Hampir semua kasus yang diberikan padanya dapat ia pecahkan dengan mudah. Kecuali kasus Ash, mantan calon suaminya. Pria itu masih belum ditemukan hingga sekarang, meski pencarian terus dilakukan hingga saat ini.
Ash bergegas masuk ke dalam sebuah rumah yang terbilang mewah. Hidupnya selama ini selalu dalam persembunyian. Semua itu karena wanita yang tinggal di rumah tersebut.
"Kau sudah datang," tukas wanita itu. Dia mengenakan piyama dan sebatang rokok berada di tangannya. Gadis itu berjalan mendekat dan menyentuh wajah lelaki itu.
"Apa maumu?" tukas Ash sengit dan menepis tangan wanita itu Ia benar-benar tidak suka dengan tindakan agresif gadis itu.
"Aish ..., kau ini masih saja galak padaku. Padahal kau membutuhkan bantuanku," ujar wanita itu tanpa peduli. Ia malah melingkarkan lengannya ke tubuh pria itu.
Ash diam tertegun. Wanita ini benar-benar mematikan. Ia tak segan-segan memanfaatkan kecantikan dan keseksian tubuhnya untuk menggapai tujuannya.
"Cukup, Sophia!!!" bentak Ash akhirnya. Ia benar-benar hilang kesabaran menghadapi wanita itu. Didorongnya gadis itu menjauh.
Cengkeraman yang begitu keras di tangannya membuat Sophia berjengit kesakitan.
Seolah sadar telah menyakiti gadis itu, Ash segera merenggangkan tangannya.
"Kenapa kau melakukan ini padaku?" tukas cowok itu.
"Karena aku menyukaimu."
"Dasar gila!" seru Ash sembari bergegas duduk di kursi. Sophia segera mengikuti dan duduk di pangkuannya.
Ash mendesah kesal.
"Minggir kau!" sergahnya.
"Ck, kau ini kenapa sih masih canggung padaku, kita ...."
"Kita tidak ada hubungan apa-apa!" potong Ash tegas.
"Baiklah, terserah padamu, tapi aku akan memberitahumu sesuatu yang menarik."
Gadis itu lalu mengeluarkan sebuah surat kabar.
"Lihat ini! Gadis yang kaucintai itu sudah bertunangan dengan orang lain, sekarang kau tidak punya pilihan, kecuali memilih diriku."
"Aku tidak akan pernah memilih gadis licik sepertimu." Sophia tidak berhenti. Ia malah mengetatkan rangkulannya pada pria itu dan mencium Ash.
Lidah itu dengan ahli bermain dalam mulut Ash yang terbuka, lalu beralih mencumbu leher lelaki itu.
Seolah tersadar, Ash mendorong Sophia menjauh.
"Gadis murahan! Apa itu caramu mendapatkan laki-laki?" ujarnya sambil mengusap bibirnya.
Sophia tersenyum tanpa rasa bersalah.
"Bukan, itu caraku mendapatkan apa yang kuinginkan."
'Ini kesalahan besar. Seharusnya aku tidak datang ke sini," gerutu Ash dalam hati. Ia bergegas menuju pintu, tapi tiba-tiba tangan gadis itu memeluknya dari belakang.
"Jangan tinggalkan aku. Aku tidak punya siapa pun lagi. Lagipula, bukankah kamu ingin tahu alasan kenapa aku mengatakan pada mereka bahwa kau adalah Kade?" ucapnya sambil terisak.
Ash berbalik dan menatap tajam wanita itu.
"Katakan! Beritahu aku sekarang!" tegasnya sambil menatap tajam wanita itu.
Sophia tersenyum kecil.
"Tapi syaratnya kamu harus tinggal di sini. Bersamaku," ucapnya sambil merajuk manja.
Ash menggeleng.
'Seharusnya aku tidak pernah percaya pada tipuanmu," ujarnya sambil mendorong wanita itu menjauh. Dia benar-benar kesal dengan tingkah agresif Sophia yang menurutnya tak tahu malu.
Gadis di hadapannya itu terhuyung dan terjatuh. Ia berjengit kesakitan saat mencoba untuk bangkit berdiri.
"Ash!!! Ash!!! Bantu aku, tolong aku! Kakiku sakit dan tidak bisa digerakkan!" rengeknya dengan nada memelas.
Ash berhenti sesaat.
"Aku tidak akan tertipu lagi denganmu!" tegasnya. Cowok itu menggeleng dan bergegas berlalu.
"Tolong aku! Tolong aku!!!" jerit Sophia sambil menangis putus asa.
Ash berhenti sesaat. Ia tak mau tertipu lagi, tapi suara itu terdengar memilukan. Dia tidak akan tega pergi begitu saja. Lagipula akan gawat jika orang-orang mendengar teriakan gadis itu.
Sophia tersenyum saat melihat pria itu kembali. Ash segera membopong gadis itu. Dengan mesra, Sophia melingkarkan tangannya di leher pria itu dan menyandarkan kepala di dadanya.
'Seharusnya aku tidak kembali. Ia pasti hanya menipuku lagi. Kau memang bodoh, Ash!' rutuknya kesal dalam hati.
"Aku senang kau mau kembali untukku," ujar gadis itu saat Ash mendudukkannya di kursi.
"Aku hanya tidak mau orang-orang datang karena teriakanmu."
"Apa pun alasanmu yang penting sekarang kau ada di sini. Bersamaku."
Ash hanya diam dan mengambil kompres untuk kaki wanita itu yang terlihat bengkak. Sophia tetap tersenyum sambil menatap Ash.
Ash mengambil obat pereda sakit di tempat yang diberitahukan Sophia padanya dan membantu wanita itu meminumnya. Gadis itu tak lepas menatapnya, saat Ash membereskan kompres dan baskom air.
'Ash, kau pria yang baik. Maaf aku memanfaatkan dirimu untuk membalaskan dendamku,' bisiknya pelan.
"Ada apa?" tanya pria itu sambil balas menatapnya tajam.
"Tidak apa, tapi aku senang melihatmu ada di sini," ucap gadis itu. Senyum di wajahnya melebar. Ash menggeleng sambil menghela nafas panjang. Bagaimana bisa ia terjebak dan berurusan dengan seorang wanita penggoda seperti Sophia?
Mobil berhenti di depan rumah Alexa. Gray bergegas keluar dan membuka pintu untuk Alexa.
"Alexa ...," panggil cowok itu sambil meraih dan menggenggam erat tangan gadis itu. Alexa hanya diam terpaku di tempatnya. Gray memajukan wajahnya, berniat untuk mencium bibir calon istrinya. Namun Alexa malah melengos.
"Jangan pernah lakukan ini lagi!" tegasnya sambil bergegas masuk ke dalam rumah. Meninggalkan lelaki itu termangu sendirian di halaman. Kecewa kembali membuncah hatinya. Lagi-lagi Alexa menolaknya. Sudah setahun berlalu sejak Ash menghilang, tapi kelihatannya Alexa belum bisa melupakan cowok itu.
Alexa menyibak tirai jendela. Melihat Gray berlalu dengan mobilnya. Menghela nafas dalam sambil bergegas menuju ke kamarnya. Sungguh ia merasa bersalah pada pria itu. Namun hatinya tak bisa berbohong. Berusaha sekeras apapun ia tak bisa mencintai pria itu. Mungkin karena dia masih belum bisa sepenuhnya melupakan Ash.
'Ash, di mana dia sekarang? Apa dia masih ingat padaku?'
Ash duduk termenung sambil menatap surat kabar di tangannya. Ia tadi bergegas keluar setelah menemani Sophia. Kini gadis itu tengah tertidur pulas di kamarnya. Jarinya terulur membelai foto itu. Betapa cantiknya Alexa. Betapa sakit hatinya melihat gadis yang dicintainya itu kini menjadi milik yang lain. Air matanya menetes di foto tersebut.
"Kau ini benar-benar cengeng. Menangisi wanita yang sudah meninggalkanmu." celetuk seseorang mengejutkannya. Ia menoleh dan menatap Sophia yang berdiri tak jauh darinya.
Cowok itu membanting surat kabar itu ke meja.
"Kau pasti tidak pernah jatuh cinta hingga bisa berkata seperti itu!" sergahnya gusar.
Gadis itu tersenyum.
"Aku pernah jatuh cinta, tapi aku juga kehilangan cinta itu, kurasa kita senasib, kau dan aku memang ditakdirkan bersama."
"Dasar gila!!!"
Sophia hanya tersenyum saja menanggapi ucapannya.
Alexa bergerak gelisah dalam tidurnya. Ia melihat bayangan sosok Ash semakin menjauh.
"Ash!!! Ash!!!" teriaknya keras. Ia berniat mengejar pria itu, tapi sebuah tangan mencekalnya erat.
"Lepaskan aku!!!" teriak gadis itu sambil menoleh. Ia terkejut saat melihat Gray yang memegang tangannya. Ada kemarahan di wajah lelaki itu. Dia lalu berbalik dan melihat Ash sudah tidak ada. Pria itu menghilang dalam kabut.
"Ash!!!" panggil gadis itu keras dan ia terbangun dari tidurnya. Gadis itu duduk termenung di tempat tidurnya. Apakah itu nanti semua akan menjadi nyata? Ia akan kehilangan Ash dan Gray akan memaksa untuk menjadikan dia miliknya? Wanita itu menggeleng perlahan. Mungkin itu bukan mimpi. Nyatanya ia sudah kehilangan Ash dan terpaksa bertunangan dengan Gray.
Ash bergegas pergi dari rumah itu. Sophia hanya tersenyum enteng. Pria itu pasti akan kembali padanya. Hanya dia yang bisa membantunya.
Diam-diam, Ash pergi ke rumah Alexa. Ia mengawasi Gray yang sedang menjemput mantan calon istrinya. Hatinya panas saat ia melihat pria itu meraih dan menggenggam mesra tangan wanita yang masih dicintainya itu.
Alexa melihat sekeliling dengan sedikit gelisah. Entah mengapa, ia merasa ada orang yang sedang mengawasinya dan Gray. Melihat itu, Ash makin menyembunyikan dirinya di balik rerimbunan pepohonan.
"Ada apa?" tanya Gray sembari mengikuti arah pandangan Alexa. Gadis itu menggeleng.
"Tidak ada apa-apa," sahutnya singkat.
Saat Gray menatapnya tak percaya, gadis itu segera mengajaknya pergi.
Deru mobil tersebut terdengar semakin kecil. Ash keluar dari persembunyiannya dan menatap kendaraan yang sudah mengecil itu.
'Mereka memang pasangan serasi,' tukasnya pelan sambil bergegas pergi dari situ sebelum ada orang yang melihatnya.
Perasaan Alexa kembali tidak tenang. Ia lalu menoleh ke belakang.
"Ada apa?" tanya Gray lagi. Pagi ini, calon istrinya itu terlihat gelisah. Lagi-lagi Alexa menggeleng.
'Kenapa sedari tadi aku merasakan Ash ada di dekatku? Ah, ini mungkin cuma perasaanku saja, karena mimpi yang kualami semalam.'
Setelah mengantar Alexa ke kantor tempat gadis itu bekerja, Gray bergegas ke tempat kerjanya, tapi belum sampai ia di kantornya, ponselnya berdering.
"Kau harus segera kemari. Ada pembunuhan terjadi di jalan Mawar," ujar suara di seberang. Itu adalah Reon, rekannya. Gray bergegas memutar arah dan menuju ke TKP.
Jasad korban yang adalah seorang gadis muda itu terlihat mengerikan. Kedua matanya terbuka lebar, memperlihatkan ketakutan yang teramat sangat.
"Ini ...?"
"Ini pasti ulah Kade. Hanya dia yang selalu menguliti korbannya hidup-hidup. Setahun menghilang, dan akhirnya ia kembali, pasti dia sudah tak bisa lagi menahan hasratnya untuk membunuh," tutur Reon pelan.
Gray hanya mengangguk. TKP itu terlihat berantakan. Ada darah berceceran di mana-mana. Namun, selain itu, tak ada sidik jari yang mereka temukan.
"Ia selalu begitu bersih, padahal semua orang sudah tahu dia pelakunya," tukas Gray. Ada nada marah dalam suaranya. Hal ini mungkin tidak akan terjadi, wanita muda itu mungkin sekarang masih hidup, seandainya setahun lalu, mereka berhasil menangkap Kade.
"Dia pasti ingin bermain dengan kita, karena meremehkan kita," sahut Reon.
"Ayo!" ajak Gray tiba-tiba. Melihat wajah bingung Reon, Gray segera menjelaskan,
"Kita ke rumah kekasih Kade. Gadis itu mungkin tahu sesuatu."
Sophia segera membuka pintu rumahnya setelah mendengar suara ketukan. Seulas senyum muncul di wajahnya saat melihat Gray dan Reon. Setahun lalu, gadis itu pernah mereka panggil sebagai saksi untuk Kade. Saat itu, orang yang melihat sosok misterius dengan darah di bajunya masuk ke rumah itu. Saat diselidiki, rumah tersebut atas nama Kade. Tak ada yang tahu wajah pembunuh itu, tapi Sophia menunjuk foto Ash yang ia lihat di surat kabar lokal sebagai Kade.
"Wow, ini kejutan besar! Dua pria tampan datang berkunjung ke rumahku!" ucapnya sembari bersandar di pintu. Sorot matanya terlihat sayu menggoda. Bibirnya yang dihias lipgloss terlihat merekah molek. Gadis itu bahkan terlihat seolah memperlihatkan lekuk tubuhnya yang dibalut pakaian minim dan seksi dengan tanpa malu-malu. Hal itu membuat Gray kesal. Sebenarnya ia malas datang ke rumah itu. Dia masih ingat betul bagaimana tingkah gadis tersebut di ruang interogasi. Betapa tidak, bahkan ayah Alexa juga dirayu olehnya.
Gray lalu menoleh sekilas ke arah Reon yang menatap takjub ke arah gadis itu.
"Reon, fokus!" tegurnya.
Rekannya yang lebih muda itu hanya mengangguk saja. Tatapannya masih terarah pada sosok Sophia.
"Reon!!!" seru Gray tegas.
Cowok di sampingnya itu terkejut dan seolah baru tersadar dari mimpi.
"Kelihatannya dia sangat terpesona padaku, tapi sayangnya aku lebih tertarik padamu," seru Sophia sambil mendekat ke arah Gray.
"Dingin, memikat, dan tampan," desahnya dengan suara rendah yang menggoda. Jemari lentiknya menyentuh wajah lelaki itu.
Gray segera mencekal tangan wanita itu.
"Hentikan!" tegasnya, tapi Sophia malah tersenyum menatap jari-jari lelaki itu di pergelangan tangannya.
"Jarimu begitu kokoh dan halus. Sulit rasanya ada seorang pria bertangan selembut dirimu."
Gadis itu lalu meraih dan menggenggam tangan itu erat. Dengan cepat, Gray mengibaskan tangannya hingga lepas dari genggaman wanita penggoda itu.
"Jangan bertingkah macam-macam!" gertak cowok itu.
Tapi Sophia malah tertawa terbahak.
"Kenapa? Oh, karena gadis itu, tunangan kamu, mantan kekasih Kade itu kan? Tapi, aku tidak masalah kok, demi bisa bersamamu, aku mau menjadi yang kedua. Lagipula, kurasa dia tidak mencintai kamu. Masih ada Kade di hatinya," tuturnya.
"Diam!!!" bentak Gray keras. Kesabarannya sudah mulai habis, tapi dia harus bersabar. Sophia bukan gadis bodoh. Wanita itu tahu berbagai trik untuk membuat lawannya tak berdaya dengan cara halus. Namun, perkataan gadis itu tentang Alexa ada benarnya. Tunangannya itu masih mencintai mantan kekasihnya.