TENG384Please respect copyright.PENANAv7Aoneobjb
384Please respect copyright.PENANA96w1gKMtcv
TENG384Please respect copyright.PENANAUB65eDlnhs
384Please respect copyright.PENANAF4BysEAgwZ
TENG
Dentang lonceng tua nan berdebu kala jarum jam menunjuk angka 12.384Please respect copyright.PENANAR8mfRTcAyW
384Please respect copyright.PENANAeeVX8AtGLn
Tahun baru tiba. Meja emas di antara dua orang yang satu berambut putih dan yang lain kisaran umur kepala 4 menjadi saksi bisu dibacakannya pronostica, petuah Sir Zein yang setiap tahunnya diberikan kepada pemimpin pulau kecil, Na’s Adras.
Sebuah pulau bahkan tidak ada yang tahu bentuknya kenampakan dari atas. Tanah subur yang menjadi kehidupan orang orang menyapa menyebut tempat tinggal mereka adalah Na's Island.
Empat mutiara mengelilinginya.
Mata air sukma di sebelah utara menjadi cermin masa emas.
Hutan rimba dengan pohon berbaris nan menari di selatan kunci kesuburan dan menjadi arti sejuk.
Pegunungan praja di timur menjulang tinggi nan gagah menantang mentari pagi ufuk.
Bukit hijau dandelion impian ber permadani rumput karana menjadi pintu terbenam surya.
Elemen elemen terlukiskan di pigura perak yang dipajang berjejer di tembok ruangan ini.
“Ariane. Jangan biarkan dia menikah. Keturunannya, akan membunuhmu” setelah diam cukup lama, kalimat itulah yang diucapkan Sir Zein.
Adras berfikir dalam diamnya. Jika Ariane putri semata wayangnya tidak punya buah kasih, siapa yang akan mewarisi Na’s Island ini waktu dirinya sudah tua nanti?
Akan tetapi, ego Adras merasukinya karena takut mati. Hatinya berkata tak tega apabila tidak bisa melihat masa keemasan Na’s Island di generasinya.
Na's Adras bukanlah raja. Para penduduk di Pulau memilihnya menjadi orang yang dianggap paling. Kepiawaiannya memecahkan masalah hingga kepandaiannya yang mencetuskan sistem demokrasi pulau menghasilkan otonomi yang menjadi peraturan bagi daerah otonom.
Selama kurang lebih 20 tahun, Na's Island selalu dalam kebahagiaan sampai sampai banyak orang yang mengkhawatirkan akan datang bagai besar atau langit mendung yang iri pada kedamaian pulau cantik ini.
***
Di depan cermin bersudut kanan mutiara bintang berbentuk bulan, seorang gadis cantik berkuku jari manis merah muda tengah menyisir rambut panjang gelapnya. Kulit putih bersihnya dan wajah merona merah muda kontras dengan warna kulit ayahnya yang sawo matang. Mungkin anak perempuan ini lebih memiliki kemiripan dengan ibundanya yang kini tenang di atas sana.
“Na’s Ariane, Na’s Adras ingin menemuimu” suara lembut pelayan terdengar dari balik pintu. Gadis yang dipanggil Ariane itu menghentikan kegiatannya di meja rias dan beranjak untuk membukakan pintu kamarnya.
“Ada apa, Ayah?” tanya Ariane selepas membuka pintu berwarna putih itu.
“Kemasi barang barang mu. Mulai nanti malam, kau tidur dekat dengan bintang di langit” jawab Adras tak meninggalkan kesan wibawanya.
“Dimanakah itu, Ayah?” cicit Ariane takut merasa ada yang tidak beres.
“Menara” singkat Adras memberi kode tersirat pada Ariane untuk bergegas.
***
Ariane yang kini genap berusia 17 Tahun tak berani melawan hanya sekedar bertanya mengapa. Disinilah dirinya sekarang. Berdiri memandang langit malam yang enggan menghadirkan bintang.
“Na’s Ariane, saya membawa bunga terompet jingga yang engkau minta” suara bariton membuyarkan lamunan Ariane.
“Masuklah, Alex,” si empu yang dipanggil namanya langsung membuka pintu kamar menara Ariane.
“Ini Na’s Ariane” Alex memberikan bunga yang dibawanya ke Ariane dengan berjongkok.
“Kau tahu kenapa aku selalu meminta dibawakan bunga terompet jingga?”terima Ariane memandang layu bunga ditangannya.
“Tidak Na’s Ariane” jawab Alex sekenanya masih dalam posisi berjongkok dihadapan Ariane.
“Jangan formal padaku, Alex. Kau adalah temanku” bibir Ariane berdecak sebal dengan tingkah pengawal menara yang seumuran dengannya ini.
“Maafkan aku...A..ria..ne” Alex ragu terpatah ucapannya seraya berdiri dan memposisikan tubuhnya disamping Ariane.
“Jangan sering mengucap maaf. Dunia ini kejam” Ariane berbalik arah menghadap laki laki disebelahnya ini.
“Kau cantik malam ini, Ariane” Alex balas memandang Ariane lekat.384Please respect copyright.PENANAxuFOhasMoe
384Please respect copyright.PENANAzY1uyEdz8E
Jarak mereka semakin dekat. Raut muka Ariane merona merah seperti apel. Deru nafas Alex menerpa wajah Ariane.
Keduanya menutup mata, seperti bulan yang kini tertutup awan. Malam itu adalah saksi yang mengundang petir untuk menyambar memberitakan bahwa ini buruk.
***
“Kenapa sudah 2 minggu ini perutku membuncit? Padahal aku tidak napsu makan” Ariane bertanya pada pantulan dirinya di cermin besar kamarnya.
“Apa benar kata Alex kalau ayah mengurungku di menara agar aku terus melajang? Tapi yang telah aku lakukan..” lirih Ariane berfikir keras meratapi nasibnya terpotong oleh pintu kamarnya yang terketuk.
“Na’s Ariane, Na’s Adras ingin menemuimu” mendengarnya, Ariane panik dan berjalan kesana kemari.
“Masuklah, pintu tidak aku kunci” teriak Ariane seraya memposisikan tubuhnya di ranjang dengan berbalut selimut.
“Ariane, apa kau sakit?” sesaat setelah Adras masuk, dirinya langsung menghampiri Ariane yang terbaring dan mengarahkan tangannya di dahi putrinya ini untuk memeriksa suhu badannya.
“Aku tidak apa apa, Ayah” sangkal lembuh Ariane manatap ayahnya sambil tersenyum.
“Aku khawatir padamu. Aku akan pergi ke utara selama 7 bulan di otonom Bradia” raut mimik cemas terarah dari Adras ke anak satu satunya ini.
“Aku akan baik baik saja, Ayah” kembali Ariane mengukir senyum manisnya meyakinkan.
“Bila kau butuh apa apa, katakan pada Sir Aura” dengan menggenggam tangan mungil Ariane, Adras sebenarnya tidak tega meninggalkan putrinya.
Hanya anggukan yang dibalas Ariane bahwa dirinya nanti akan mengomukasikan segalanya pada Sir Aura perawat pribadinya sekaligus ibu dari Alex.
***
7 BULAN KEMUDIAN
“Sir Aura, aku mohon rahasiakan hal ini..” ucap pasrah Ariane yang wajahnya pucat pasi seraya terbaring lemah menahan rasa sakit.
“Saya sangat bodoh Na’s Ariane, tidak mengetahuinya dari awal. Harusnya nona tidak berjuang sendirian. Saya siap jika setelah ini penggal adalah hukuman pantas untuk saya.”
Ariane memang menyembunyikan bahwa dirinya berbadan dua. Hanya Alex yang sesekali datang untuk memberikan bunga terompet jingga. Rahasia menjadi milik mereka berdua sampai masa kelahiran tiba.
Malam ini.
Dengan terbaring lemah dalam menara yang tak terlihat indah, Ariane pasrah akan keadaan.384Please respect copyright.PENANAA42sUQk7ux
384Please respect copyright.PENANAGfkQLVBnOD
Dia merasa hal ini takdir. Walau ia tidak tahu ditujukan pada siapa.
“Selamatkan luke dan lucas” selepasnya, Ariane tidak sadarkan diri. Terpaksa Sir Aura menyayat rahim Ariane dan mengangkat bayi mungil yang kembar.
Tangisan dua bayi itu bersahutan. Untunglah mereka di menara, dengan cepat Sir Aura memotong tali pusar dua bayi laki laki itu dan memandikannya.
Diukir nama Luke di bahu kanan bayi yang keluar pertama dan Lucas di bahu kiri bayi satunya. Seraya menitikan air mata, Sir Aura membasuh wajah cantik Ariane tiga kali untuk menghormatinya yang sudah menyelesaikan urusannya di dunia yang fana ini.
“Na’s Ariane, Na’s Adras baru saja memasuki gerbang” suara yang dikenal Sir Aura menuntunnya untuk membuka pintu.
“Ibu kenapa menangis? Dimana Ariane?” Alex panik dan bergegas menerobos masuk hingga sampai di samping tempat tidur Ariane.
“Kau sebut nona siapa!? Tanpa Na’s? Bisa bisa nya kau menerobos masuk kamar gadis, anak durhaka!” Sir Aura marah terhadap sikap lancang putranya.
“Ariane...hanya tidur, kan?! Dia..dia..tidak mungkin..” Alex terduduk lesu dilantai.384Please respect copyright.PENANAiiuqcTdkRe
384Please respect copyright.PENANA8u9LWmovbk
Si bayi kembar kembali menangis.
“Luke... Lucas...” panggil Alex kepada si mungil yang menangis. Alex pun tak kuasa menahan tangis.
“Dari mana kau tahu nama mereka?!” ibu Alex semakin kacau benar benar tidak tahu apa yang sedang terjadi di sini.
“Aku yang memberi nama mereka ketika Ariane bilang laki laki kembar” lirih Alex menjelaskan.
“Apa katamu?!” Sir Aura mendaratkan tamparannya di pipi anaknya.
“Jadi kau... Luke dan Lucas...?” suara tergagap akibat tangis Sir Aura yang semakin menjadi. Dirinya benar benar hancur.
“Maaf ibu, saya pasti bertanggung jawab” Alex berlutut dan meyakinkan ucapannya barusan.
Terdengar langkah kaki menaiki tangga menara.
“Cepat bawa mereka” ibu Alex menunjuk dua bayi yang dibedong kain sutera.
Tak pikir panjang Alex menggendong bayi bertudung kuning terlebih dahulu dan keluar menara lewat jendela. Sir Aura tak tinggal diam menyembunyikan bayi dengan tudung hijau di balik peti duduk berselimutkan selendang.
“Na’s Ariane, Na’s Adras ingin menemuimu” dari balik pintu terdengar suara. Hal itu tak diindahkan Sir Aura.
Di sisi lain, Adras curiga. Dirinya memerintahkan untuk mendobrak pintu di depannya ini.
BRAK!
“Apa yang terjadi di sini?!” murka Adras selepas pintu berhasil terbuka dan menampakan Sir Aura tengah menata selimut tempat Ariane tertidur untuk selama lamanya. Adras langsung menghampiri putri yang dirindukannya.
“Hukum saya, Na’s Adras” seketika itu, Sir Aura berlutut.
“Jelaskan! Sejelas jelasnya!!” tegas Adras memerintah.
“Hukum saya, Na’s Adras” Sir Aura menunduk dan bercakap lirih.
“Kau!...” kalimat Adras terpotong oleh suara tangisan bayi. Dicarinya asal suara itu dan menemukan hal tidak terduga di sana.
“Hukum saya, Na’s Adras” berkali kali berucap, hanya kalimat yang sama dari mulut Sir Aura.
Pandangan Adras hanya fokus pada satu hal. Digendongnya bayi bertudung hijau itu dan di bawanya keluar dari menara tanpa mengucap sepatah kata pun.
Langkah demi langkah serasa berat bagi Adras. Kini matanya menatap lurus ke depan mengarah pada jurang bukit belakang rumahnya. Kakinya terhenti di ujung tanah. Dilihatnya lagi bayi kecil di dekapan. Sudut bibir Adras terangkat membuat lengkungan indah yang sama dengan si bayi yang kini tengah tersenyum.
384Please respect copyright.PENANAiucJWpeDjT
384Please respect copyright.PENANAGrGXp90dp4
384Please respect copyright.PENANAPkvn4H5uxa
384Please respect copyright.PENANAV3HW1hFqRW
384Please respect copyright.PENANABv3zGFSsNS
384Please respect copyright.PENANAejXGAnF0N5
384Please respect copyright.PENANAvJ8ZA31OJX
384Please respect copyright.PENANALTkIbnpmaL
384Please respect copyright.PENANA0zRVh1aoRW
384Please respect copyright.PENANATzxW28rQNe
384Please respect copyright.PENANAswRHAFRNBP
384Please respect copyright.PENANAr3DCpomNsA
384Please respect copyright.PENANAzXpkSL5xET
384Please respect copyright.PENANAz8YzJF8G2C
384Please respect copyright.PENANAgdALRuXMNz
384Please respect copyright.PENANALdxXEdoMdx
384Please respect copyright.PENANAZHgmFGCEiQ
384Please respect copyright.PENANAGUMKyMCteJ
384Please respect copyright.PENANAgv6iybHHzx
384Please respect copyright.PENANA0KgFlH5bw2
384Please respect copyright.PENANAgY6bVL32EC
384Please respect copyright.PENANAhv8vHto5l0
384Please respect copyright.PENANAcAeep1viRI
384Please respect copyright.PENANAbaSCXxEtYV
384Please respect copyright.PENANA6cIOoBjwhY
384Please respect copyright.PENANA4QkyNlqmzV
384Please respect copyright.PENANAn9Aq8f5KeP
384Please respect copyright.PENANA9givLLzVb1
384Please respect copyright.PENANAO8LMIbQG1I
384Please respect copyright.PENANAWgSzg4vTmy
384Please respect copyright.PENANA3KRszJEi8j
384Please respect copyright.PENANASwsprLVSlH
384Please respect copyright.PENANAIQDv4HToxN
384Please respect copyright.PENANAH8WIk2ARM8
384Please respect copyright.PENANAWlcxjK7uOV
384Please respect copyright.PENANA9liEgIdOgX
384Please respect copyright.PENANAqjlJuLR6AC
384Please respect copyright.PENANANxkQBSbIWW
384Please respect copyright.PENANAjVjw2IPVAj
384Please respect copyright.PENANAbqsGL2Hih7
384Please respect copyright.PENANAGQvMyHgjVr
384Please respect copyright.PENANA6RlW4yRMPB
384Please respect copyright.PENANAKPblQs2JLy
384Please respect copyright.PENANA6dzQOfugKg
384Please respect copyright.PENANAisy3k3tEAB
384Please respect copyright.PENANAmxPhrWeUVX
384Please respect copyright.PENANAFUgmhuLty8
384Please respect copyright.PENANAR5jSWeGPrP
384Please respect copyright.PENANA9KOcZRYTon
384Please respect copyright.PENANAyulTC6wYni
384Please respect copyright.PENANAyD9Zw1mrC8
384Please respect copyright.PENANAGVOcd5Zuxx
384Please respect copyright.PENANAH1R5zsM0yG
384Please respect copyright.PENANAKfCCjodyXz
384Please respect copyright.PENANAmYDzkvr35H
384Please respect copyright.PENANAyVEuxPPChp
384Please respect copyright.PENANA1PLENZ3bei
384Please respect copyright.PENANAcnRvT57V4s
384Please respect copyright.PENANAd9mqu4ZTV6
384Please respect copyright.PENANAR4d4vvwkmj
384Please respect copyright.PENANARTG4cytSj2
384Please respect copyright.PENANAjHIzgKsLpX
384Please respect copyright.PENANAN6QyYm6XnF
384Please respect copyright.PENANAvTqBXhyi8G
384Please respect copyright.PENANAQJ92Ve0XPs
384Please respect copyright.PENANAWHm6jTJm3H
384Please respect copyright.PENANAa0LMBxByvM
384Please respect copyright.PENANAFVyaCk3ZwQ
384Please respect copyright.PENANAs9V2Vq1Sbj
384Please respect copyright.PENANAlWwurCdNqU
384Please respect copyright.PENANATQbSatU0LM
384Please respect copyright.PENANAlpGryLngt6
384Please respect copyright.PENANAfh7AGQaEjj
384Please respect copyright.PENANAAdvtvXoy4f
384Please respect copyright.PENANAw2RUw8ras1
384Please respect copyright.PENANAV1mUjDIWMD
384Please respect copyright.PENANA6FIi0bYEXm
384Please respect copyright.PENANAJicEA0yVLr
“Jika kau nanti membunuhku, itu sudah takdirku.”
ns216.73.216.82da2