TENG135Please respect copyright.PENANA6xOYlQqDx4
135Please respect copyright.PENANACfWtf8fBmG
TENG135Please respect copyright.PENANAbjU2VPXEks
135Please respect copyright.PENANAOV4OM4lz8M
TENG
Dentang lonceng tua nan berdebu kala jarum jam menunjuk angka 12.135Please respect copyright.PENANAF8ZStNnQ4m
135Please respect copyright.PENANAHQOdeHQ669
Tahun baru tiba. Meja emas di antara dua orang yang satu berambut putih dan yang lain kisaran umur kepala 4 menjadi saksi bisu dibacakannya pronostica, petuah Sir Zein yang setiap tahunnya diberikan kepada pemimpin pulau kecil, Na’s Adras.
Sebuah pulau bahkan tidak ada yang tahu bentuknya kenampakan dari atas. Tanah subur yang menjadi kehidupan orang orang menyapa menyebut tempat tinggal mereka adalah Na's Island.
Empat mutiara mengelilinginya.
Mata air sukma di sebelah utara menjadi cermin masa emas.
Hutan rimba dengan pohon berbaris nan menari di selatan kunci kesuburan dan menjadi arti sejuk.
Pegunungan praja di timur menjulang tinggi nan gagah menantang mentari pagi ufuk.
Bukit hijau dandelion impian ber permadani rumput karana menjadi pintu terbenam surya.
Elemen elemen terlukiskan di pigura perak yang dipajang berjejer di tembok ruangan ini.
“Ariane. Jangan biarkan dia menikah. Keturunannya, akan membunuhmu” setelah diam cukup lama, kalimat itulah yang diucapkan Sir Zein.
Adras berfikir dalam diamnya. Jika Ariane putri semata wayangnya tidak punya buah kasih, siapa yang akan mewarisi Na’s Island ini waktu dirinya sudah tua nanti?
Akan tetapi, ego Adras merasukinya karena takut mati. Hatinya berkata tak tega apabila tidak bisa melihat masa keemasan Na’s Island di generasinya.
Na's Adras bukanlah raja. Para penduduk di Pulau memilihnya menjadi orang yang dianggap paling. Kepiawaiannya memecahkan masalah hingga kepandaiannya yang mencetuskan sistem demokrasi pulau menghasilkan otonomi yang menjadi peraturan bagi daerah otonom.
Selama kurang lebih 20 tahun, Na's Island selalu dalam kebahagiaan sampai sampai banyak orang yang mengkhawatirkan akan datang bagai besar atau langit mendung yang iri pada kedamaian pulau cantik ini.
***
Di depan cermin bersudut kanan mutiara bintang berbentuk bulan, seorang gadis cantik berkuku jari manis merah muda tengah menyisir rambut panjang gelapnya. Kulit putih bersihnya dan wajah merona merah muda kontras dengan warna kulit ayahnya yang sawo matang. Mungkin anak perempuan ini lebih memiliki kemiripan dengan ibundanya yang kini tenang di atas sana.
“Na’s Ariane, Na’s Adras ingin menemuimu” suara lembut pelayan terdengar dari balik pintu. Gadis yang dipanggil Ariane itu menghentikan kegiatannya di meja rias dan beranjak untuk membukakan pintu kamarnya.
“Ada apa, Ayah?” tanya Ariane selepas membuka pintu berwarna putih itu.
“Kemasi barang barang mu. Mulai nanti malam, kau tidur dekat dengan bintang di langit” jawab Adras tak meninggalkan kesan wibawanya.
“Dimanakah itu, Ayah?” cicit Ariane takut merasa ada yang tidak beres.
“Menara” singkat Adras memberi kode tersirat pada Ariane untuk bergegas.
***
Ariane yang kini genap berusia 17 Tahun tak berani melawan hanya sekedar bertanya mengapa. Disinilah dirinya sekarang. Berdiri memandang langit malam yang enggan menghadirkan bintang.
“Na’s Ariane, saya membawa bunga terompet jingga yang engkau minta” suara bariton membuyarkan lamunan Ariane.
“Masuklah, Alex,” si empu yang dipanggil namanya langsung membuka pintu kamar menara Ariane.
“Ini Na’s Ariane” Alex memberikan bunga yang dibawanya ke Ariane dengan berjongkok.
“Kau tahu kenapa aku selalu meminta dibawakan bunga terompet jingga?”terima Ariane memandang layu bunga ditangannya.
“Tidak Na’s Ariane” jawab Alex sekenanya masih dalam posisi berjongkok dihadapan Ariane.
“Jangan formal padaku, Alex. Kau adalah temanku” bibir Ariane berdecak sebal dengan tingkah pengawal menara yang seumuran dengannya ini.
“Maafkan aku...A..ria..ne” Alex ragu terpatah ucapannya seraya berdiri dan memposisikan tubuhnya disamping Ariane.
“Jangan sering mengucap maaf. Dunia ini kejam” Ariane berbalik arah menghadap laki laki disebelahnya ini.
“Kau cantik malam ini, Ariane” Alex balas memandang Ariane lekat.135Please respect copyright.PENANAHcg45zp7MK
135Please respect copyright.PENANAxozj3en6Ed
Jarak mereka semakin dekat. Raut muka Ariane merona merah seperti apel. Deru nafas Alex menerpa wajah Ariane.
Keduanya menutup mata, seperti bulan yang kini tertutup awan. Malam itu adalah saksi yang mengundang petir untuk menyambar memberitakan bahwa ini buruk.
***
“Kenapa sudah 2 minggu ini perutku membuncit? Padahal aku tidak napsu makan” Ariane bertanya pada pantulan dirinya di cermin besar kamarnya.
“Apa benar kata Alex kalau ayah mengurungku di menara agar aku terus melajang? Tapi yang telah aku lakukan..” lirih Ariane berfikir keras meratapi nasibnya terpotong oleh pintu kamarnya yang terketuk.
“Na’s Ariane, Na’s Adras ingin menemuimu” mendengarnya, Ariane panik dan berjalan kesana kemari.
“Masuklah, pintu tidak aku kunci” teriak Ariane seraya memposisikan tubuhnya di ranjang dengan berbalut selimut.
“Ariane, apa kau sakit?” sesaat setelah Adras masuk, dirinya langsung menghampiri Ariane yang terbaring dan mengarahkan tangannya di dahi putrinya ini untuk memeriksa suhu badannya.
“Aku tidak apa apa, Ayah” sangkal lembuh Ariane manatap ayahnya sambil tersenyum.
“Aku khawatir padamu. Aku akan pergi ke utara selama 7 bulan di otonom Bradia” raut mimik cemas terarah dari Adras ke anak satu satunya ini.
“Aku akan baik baik saja, Ayah” kembali Ariane mengukir senyum manisnya meyakinkan.
“Bila kau butuh apa apa, katakan pada Sir Aura” dengan menggenggam tangan mungil Ariane, Adras sebenarnya tidak tega meninggalkan putrinya.
Hanya anggukan yang dibalas Ariane bahwa dirinya nanti akan mengomukasikan segalanya pada Sir Aura perawat pribadinya sekaligus ibu dari Alex.
***
7 BULAN KEMUDIAN
“Sir Aura, aku mohon rahasiakan hal ini..” ucap pasrah Ariane yang wajahnya pucat pasi seraya terbaring lemah menahan rasa sakit.
“Saya sangat bodoh Na’s Ariane, tidak mengetahuinya dari awal. Harusnya nona tidak berjuang sendirian. Saya siap jika setelah ini penggal adalah hukuman pantas untuk saya.”
Ariane memang menyembunyikan bahwa dirinya berbadan dua. Hanya Alex yang sesekali datang untuk memberikan bunga terompet jingga. Rahasia menjadi milik mereka berdua sampai masa kelahiran tiba.
Malam ini.
Dengan terbaring lemah dalam menara yang tak terlihat indah, Ariane pasrah akan keadaan.135Please respect copyright.PENANABIr8PD0qoN
135Please respect copyright.PENANAsjzWPekPdG
Dia merasa hal ini takdir. Walau ia tidak tahu ditujukan pada siapa.
“Selamatkan luke dan lucas” selepasnya, Ariane tidak sadarkan diri. Terpaksa Sir Aura menyayat rahim Ariane dan mengangkat bayi mungil yang kembar.
Tangisan dua bayi itu bersahutan. Untunglah mereka di menara, dengan cepat Sir Aura memotong tali pusar dua bayi laki laki itu dan memandikannya.
Diukir nama Luke di bahu kanan bayi yang keluar pertama dan Lucas di bahu kiri bayi satunya. Seraya menitikan air mata, Sir Aura membasuh wajah cantik Ariane tiga kali untuk menghormatinya yang sudah menyelesaikan urusannya di dunia yang fana ini.
“Na’s Ariane, Na’s Adras baru saja memasuki gerbang” suara yang dikenal Sir Aura menuntunnya untuk membuka pintu.
“Ibu kenapa menangis? Dimana Ariane?” Alex panik dan bergegas menerobos masuk hingga sampai di samping tempat tidur Ariane.
“Kau sebut nona siapa!? Tanpa Na’s? Bisa bisa nya kau menerobos masuk kamar gadis, anak durhaka!” Sir Aura marah terhadap sikap lancang putranya.
“Ariane...hanya tidur, kan?! Dia..dia..tidak mungkin..” Alex terduduk lesu dilantai.135Please respect copyright.PENANAkubHaE3aUd
135Please respect copyright.PENANAt7yZyzutAF
Si bayi kembar kembali menangis.
“Luke... Lucas...” panggil Alex kepada si mungil yang menangis. Alex pun tak kuasa menahan tangis.
“Dari mana kau tahu nama mereka?!” ibu Alex semakin kacau benar benar tidak tahu apa yang sedang terjadi di sini.
“Aku yang memberi nama mereka ketika Ariane bilang laki laki kembar” lirih Alex menjelaskan.
“Apa katamu?!” Sir Aura mendaratkan tamparannya di pipi anaknya.
“Jadi kau... Luke dan Lucas...?” suara tergagap akibat tangis Sir Aura yang semakin menjadi. Dirinya benar benar hancur.
“Maaf ibu, saya pasti bertanggung jawab” Alex berlutut dan meyakinkan ucapannya barusan.
Terdengar langkah kaki menaiki tangga menara.
“Cepat bawa mereka” ibu Alex menunjuk dua bayi yang dibedong kain sutera.
Tak pikir panjang Alex menggendong bayi bertudung kuning terlebih dahulu dan keluar menara lewat jendela. Sir Aura tak tinggal diam menyembunyikan bayi dengan tudung hijau di balik peti duduk berselimutkan selendang.
“Na’s Ariane, Na’s Adras ingin menemuimu” dari balik pintu terdengar suara. Hal itu tak diindahkan Sir Aura.
Di sisi lain, Adras curiga. Dirinya memerintahkan untuk mendobrak pintu di depannya ini.
BRAK!
“Apa yang terjadi di sini?!” murka Adras selepas pintu berhasil terbuka dan menampakan Sir Aura tengah menata selimut tempat Ariane tertidur untuk selama lamanya. Adras langsung menghampiri putri yang dirindukannya.
“Hukum saya, Na’s Adras” seketika itu, Sir Aura berlutut.
“Jelaskan! Sejelas jelasnya!!” tegas Adras memerintah.
“Hukum saya, Na’s Adras” Sir Aura menunduk dan bercakap lirih.
“Kau!...” kalimat Adras terpotong oleh suara tangisan bayi. Dicarinya asal suara itu dan menemukan hal tidak terduga di sana.
“Hukum saya, Na’s Adras” berkali kali berucap, hanya kalimat yang sama dari mulut Sir Aura.
Pandangan Adras hanya fokus pada satu hal. Digendongnya bayi bertudung hijau itu dan di bawanya keluar dari menara tanpa mengucap sepatah kata pun.
Langkah demi langkah serasa berat bagi Adras. Kini matanya menatap lurus ke depan mengarah pada jurang bukit belakang rumahnya. Kakinya terhenti di ujung tanah. Dilihatnya lagi bayi kecil di dekapan. Sudut bibir Adras terangkat membuat lengkungan indah yang sama dengan si bayi yang kini tengah tersenyum.
135Please respect copyright.PENANAD382SkfIBV
135Please respect copyright.PENANAfJ1TvRWnoN
135Please respect copyright.PENANAyHlfBVqBlx
135Please respect copyright.PENANAnKludQ3vMH
135Please respect copyright.PENANAtSLkSRCwgj
135Please respect copyright.PENANA1ugtltWfZe
135Please respect copyright.PENANAmJOW2EzIKR
135Please respect copyright.PENANAoQ6RgogOpo
135Please respect copyright.PENANAgctyG4Xl1L
135Please respect copyright.PENANAckd93NG360
135Please respect copyright.PENANAxmHk5qo4jt
135Please respect copyright.PENANAXwAHYqMNh6
135Please respect copyright.PENANAuBZuF6W1Xm
135Please respect copyright.PENANAfisCSmJPfB
135Please respect copyright.PENANAktuYftD5zI
135Please respect copyright.PENANAZ6t0LGn1T0
135Please respect copyright.PENANAt7I4gt96ob
135Please respect copyright.PENANA59k7FZppCb
135Please respect copyright.PENANAdz4xBOC5tY
135Please respect copyright.PENANAJpFF3eLZoQ
135Please respect copyright.PENANAGZLUYpjrWQ
135Please respect copyright.PENANAAPl6aSCh2v
135Please respect copyright.PENANA7j5o3NT0b1
135Please respect copyright.PENANAgS3yofENYI
135Please respect copyright.PENANAy8hPn73M9j
135Please respect copyright.PENANAJ7AakTyJS8
135Please respect copyright.PENANAQPE9oEK1Bi
135Please respect copyright.PENANA6K2q9wStwU
135Please respect copyright.PENANAdv8hBdsIWQ
135Please respect copyright.PENANAeHs9qLhYNz
135Please respect copyright.PENANAzQCkNrXW4A
135Please respect copyright.PENANAoohP1UDSqh
135Please respect copyright.PENANAGh6SFYmNGt
135Please respect copyright.PENANA9UBGhLpuGJ
135Please respect copyright.PENANAj7dvkRJ8Kl
135Please respect copyright.PENANAvvGrADuoB0
135Please respect copyright.PENANAqOfQ7VaF2k
135Please respect copyright.PENANAlSAQa0546t
135Please respect copyright.PENANAJBZIhO1aAv
135Please respect copyright.PENANAtDLsloK1Li
135Please respect copyright.PENANAXPeoRZ8KPq
135Please respect copyright.PENANAO7QI1lKbro
135Please respect copyright.PENANARuKBQN7SxD
135Please respect copyright.PENANAa9jdvYTFCB
135Please respect copyright.PENANABkcgjL1vv9
135Please respect copyright.PENANAFWYGa5bpf5
135Please respect copyright.PENANAQ8Y50yai4f
135Please respect copyright.PENANAeMVdLVLHmR
135Please respect copyright.PENANAiVHnR0nBCS
135Please respect copyright.PENANAMdcmIcpErQ
135Please respect copyright.PENANAd9zQOvxcgE
135Please respect copyright.PENANADq5ZhejqRi
135Please respect copyright.PENANAOd2anbRIA6
135Please respect copyright.PENANAVChB7QfJPi
135Please respect copyright.PENANAQ9L04jgANy
135Please respect copyright.PENANAzUFS4oAbqJ
135Please respect copyright.PENANAf1sP6PgMqe
135Please respect copyright.PENANAlOSk3XshZx
135Please respect copyright.PENANAOSArkET594
135Please respect copyright.PENANAG5sqxvzMxR
135Please respect copyright.PENANATyAljcc0pn
135Please respect copyright.PENANAIPK6mYM7bL
135Please respect copyright.PENANAvymhokNtEM
135Please respect copyright.PENANA97Yoy5ZZaN
135Please respect copyright.PENANAcnerN2Fnyt
135Please respect copyright.PENANAojCUw7jtnx
135Please respect copyright.PENANA6xb46eKLet
135Please respect copyright.PENANApHDOj4420D
135Please respect copyright.PENANA9JJI66PbdC
135Please respect copyright.PENANACq6MCwTBe5
135Please respect copyright.PENANAw2dUWbq9CV
135Please respect copyright.PENANAiWzU1TP9dH
135Please respect copyright.PENANAwp3DcLLV9N
135Please respect copyright.PENANAgAKo7qDV3G
135Please respect copyright.PENANALnizUso7eH
135Please respect copyright.PENANA6TuAqaDoTK
135Please respect copyright.PENANAttGBSaLYbh
135Please respect copyright.PENANAZoFTMJ7Bbw
“Jika kau nanti membunuhku, itu sudah takdirku.”
ns 172.70.114.251da2