Kegelapan yang belum sepenuhnya pergi masih bertahan saat pagi datang menggeliat. Daun-daun di pohon sakura tua di halaman sekolah bergoyang perlahan, seolah mencoba menyampaikan sesuatu lewat desirnya yang lembut. Angin pagi membawa aroma tanah basah, dan awan-awan kelabu menggantung rendah, seperti menahan tangis yang belum waktunya jatuh.
Hari itu adalah hari pertama semester kedua di SMA Shirohane, sekolah yang namanya bahkan belum sempat akrab di telingaku. Aku, Ren Yamazaki, berdiri di depan kelas 11-B, dengan tangan menggenggam erat tali tas seperti pegangan hidup terakhir. Kelas itu tampak seperti ruang sunyi dengan dinding-dinding putih yang menyimpan bisik yang belum kutahu maknanya.
192Please respect copyright.PENANA4L1D77ArOr
"Namaku Ren Yamazaki. Aku murid pindahan dari Saitama." Suaraku terdengar datar, seperti dibacakan oleh orang lain.
192Please respect copyright.PENANAYsLexfPEwf
Pandangan puluhan pasang mata mengarah padaku, tapi tidak satu pun yang kurasa benar-benar melihatku. Aku tahu tatapan seperti itu. Diam tapi penuh penghakiman. Seolah mereka ingin tahu: Siapa kau, dan apa yang kau sembunyikan?
192Please respect copyright.PENANACqMvzVpMCt
Tepat di sampingku, suara berat namun ramah terdengar.
192Please respect copyright.PENANAyrtxP1M6WY
"Baik, ini Ren Yamazaki," ucap Pak Naruse, wali kelas dengan mata sipit dan rambut yang sudah menipis di bagian depan. "Meskipun dia cukup pendiam, Bapak harap kalian bisa akrab dengannya. Jangan sampai ada yang dikucilkan, ya."
192Please respect copyright.PENANA691TYAkaQT
Beberapa murid mengangguk sambil bersuara pelan. Sisanya hanya menatap kosong.
192Please respect copyright.PENANACI5Nk9fjic
Pak Naruse menunjuk ke bangku kosong di dekat jendela, belakang kolom kedua.
192Please respect copyright.PENANAQUVXys18RA
"Ren, kamu duduk di sana, ya."
192Please respect copyright.PENANAL1ZGjoLqNG
Aku mengangguk pelan. "Iya, Pak."
192Please respect copyright.PENANAu3nVoDAn9e
Sebelum aku sempat melangkah, Pak Naruse kembali bersuara. "Oh, ya. Takeru, kamu yang ajak Ren keliling sekolah setelah ini. Biar dia kenal lingkungan sekolah dengan baik."
192Please respect copyright.PENANAuYrZ0WGsrZ
Dari belakang kelas terdengar suara protes cepat.
192Please respect copyright.PENANAgLytySadDq
"Tapi, Pak... saya ada tugas di klub saya," jawab seorang siswa laki-laki dengan rambut sedikit acak dan ekspresi setengah tidur.
192Please respect copyright.PENANA0ulDAj6jVb
Pak Naruse menaikkan alis. "Oh iya. Klubmu itu, Klub Detektif, kan? Kalau tidak dapat anggota baru semester ini, akan kububarkan. Jadi jangan banyak alasan."
192Please respect copyright.PENANA3MQ1YfeTxa
Beberapa siswa tertawa pelan. Takeru menghela napas panjang, lalu akhirnya bangkit dari kursinya. Suaranya terdengar kesal, tapi tak sungguh-sungguh menolak.
192Please respect copyright.PENANAN0TnlGKr49
"Ya udah, ya udah... aku ajak dia."
192Please respect copyright.PENANAPBrti6YWhU
Langkah kakinya ringan, sedikit terlalu santai untuk suasana kelas. Dia menghampiriku, lalu berhenti tepat di samping mejaku.
192Please respect copyright.PENANALNGBkLnWAt
"Yo," sapanya. "Aku Takeru Serizawa. Ketua klub paling keren se-SMA Shirohane—meski guru-guru nggak pernah anggap serius klubnya."
192Please respect copyright.PENANAaAjp4ioXId
Aku menoleh perlahan, menatap wajahnya. Senyumnya lebar dan tanpa beban.
192Please respect copyright.PENANAgpeszitWAt
"Ren Yamazaki," kataku singkat, tak menawarkan lebih.
192Please respect copyright.PENANAoYHQaCKydQ
Dia nyengir. "Santai aja, Ren. Nanti jam istirahat, ikut aku ya. Kita keliling. Anggap aja tur neraka sekolah ini."
192Please respect copyright.PENANA7s7EQuDcbU
Aku tak menjawab, hanya mengangguk tipis.
192Please respect copyright.PENANAsXiqXRCrNg
Takeru kembali ke tempat duduknya dengan langkah ringan.
Saat bel istirahat berbunyi, siswa-siswa langsung berhamburan keluar kelas seperti dikeluarkan dari sangkar yang terlalu sempit. Suara langkah kaki, obrolan cepat, dan tawa membentuk riuh yang sejenak membuatku merasa jauh dari tempat ini, meski aku ada di tengahnya.
192Please respect copyright.PENANAmKu008NuVV
"Yosh! Ren, waktunya tur," kata Takeru sambil menepuk pelan bahuku.
192Please respect copyright.PENANAb0MBgg8eUN
Aku berdiri. "Baiklah."
192Please respect copyright.PENANALeA1UiWIst
Kami berjalan menyusuri lorong panjang yang dindingnya dipenuhi pengumuman kegiatan, sebagian sudah sobek atau menguning. Takeru menunjuk satu per satu tempat dengan gaya seperti pemandu wisata amatir.
192Please respect copyright.PENANArYbBV4lrBY
"Itu kantin. Tempat sakral kalau kamu ingin bertahan hidup di sekolah ini."
192Please respect copyright.PENANAytkcz45FDa
Aku menatap sejenak ke dalam. Ramai. Suara baki dan piring saling bertabrakan. Bau karee yang terlalu kental bercampur dengan suara rebutan tempat duduk. Tidak ada yang menarik.
192Please respect copyright.PENANAsVIBaLUGgM
192Please respect copyright.PENANAcYdRayQfQF
"Dan ini..." Takeru menunjuk ruangan besar dengan pintu kaca. "Perpustakaan. Tapi jangan tertipu, lebih banyak pasangan mojok daripada siswa yang benar-benar baca buku."
192Please respect copyright.PENANAjvCt0Ry2hD
Aku melirik ke dalam. Deretan rak kayu, meja panjang, dan beberapa siswa bersandar sambil bermain ponsel. Aku tidak bereaksi. Tidak ingin menghakimi, tapi juga tidak tertarik.
192Please respect copyright.PENANAPuMHm4BcDu
Kami lewat ruang klub seni, ruang musik, ruang OSIS. Takeru berbicara tanpa henti, kadang sambil meniru suara guru, kadang menyindir teman sekelas. Aku hanya mengangguk sesekali, tak banyak bicara. Kupikir dia akan berhenti kalau tahu aku bukan pendengar yang baik. Tapi dia tidak.
192Please respect copyright.PENANAmW1FOu88WR
Akhirnya kami sampai di taman sekolah—satu-satunya tempat yang cukup sepi untuk bisa mendengar suara napas sendiri. Takeru menyuruhku duduk di bangku kayu dekat pohon kamper.
192Please respect copyright.PENANADifbjyAmrO
"Tunggu di sini sebentar."
192Please respect copyright.PENANAeivOGbuqPh
Aku duduk. Angin menerpa dedaunan di atas kepala. Warna hijau pucatnya memantulkan cahaya samar dari langit mendung. Tempat ini… terasa jujur. Tidak seperti lorong sekolah yang penuh suara tapi kosong makna.
ns216.73.216.82da2