Kata ibu, aku adalah anak hutan. Sebab, katanya aku ditemukan di balik semak-semak. Suatu hari ketika ibu mencari jamur.
Tidak ada yang tau asalku atau ayah dan ibu kandungku, yang jelas kata ibu aku lahir dari hutan. Mengapa? Karena sebuah tanda daun di dahiku, bahkan sempat hampir disembah oleh seluruh desa. Namun, ibu membantah karena aku adalah manusia biasa seperti dirinya. Dia adalah wanita yang kuat dan tegar di tengah kesendiriannya yang ditinggal mati suami dan tak memiliki seorang keturunan.
Ibu menceritakan tentang diriku karena ia tak mau ada rahasia apapun di antara kami. Dia menyayangiku melebihi apapun. Sampai, peristiwa yang tak pernah diduga terjadi. Yang membuat hatiku hancur berkeping-keping.
Persembahan Gadis
Sebuah ritual untuk menolak bala. Sebab ada sebuah berita yang tersebar jika negeri Tora akan terjadi bencana sehingga gadis-gadis dibawa paksa oleh orang suruhan kepala desa. Ini sebuah adat Kuno yang masih menjadi turun menurun, diwariskan. Hal ini memang bukan ketika berita itu tersebar, tetapi ini kebiasaan yang sekitar lima tahun terjadi.
Syaratnya, gadis perawan dengan usia tujuh belas tahun pas. Aku yang seminggu lalu menginjak umur tersebut, tak lepas dari incaran orang itu. Jika kalian bertanya mengapa mereka tahu? karena sebuah adanya perayaan untuk gadis di umur itu yang melibatkan hampir seluruh desa.
Ada tiga belas orang gadis perawan yang terkumpul, termasuk diriku.
Diseret-seret oleh orang suruhan itu. Terus dijauhkan dari jangkauan ayah dan ibu yang berteriak dan menjerit. Tak terkecuali ibu. Aku yang sempat menengok ke arahnya menatap sedih dan tak tega. Dia ke sekian kalinya harus merasakan hidup sendiri lagi.
Aku meraung pun tetap tak bisa lepas dari cengkeraman mereka.
Para gadis tentunya sudah menangis sejadi. Mereka ikut berteriak dan menjerik bahkan memanggil-manggil orang tuanya. Hal itu makin menambah kepiluan hati orang tua mereka. Mau protes bahkan memaki kepala desa pun tak ada gunanya. Kata dia ini untuk kepentingan desa.
Akhirnya, upacara persembahan dimulai. Para gadis diikat oleh tali dengan kuat-kuat, rasanya begitu sakit seperti ingin membunuh sebelum acara pelemparan ke jurang Nekala, tempat persembahan gadis dari dulu.
Begitu sedih dan sakit upacara itu. Dulu aku tak sempat melihat karena ibu tak mengizinkanku. Namun, sekalinya melihat malah aku yang menjadi tumbalnya.
Lonceng-lonceng dibunyikan dan para gadis dilempari kelopak-kelopak bunga lantas badan kami digulung oleh kain merah darah. Dan langsung di lempar ke jurang satu persatu. Teriakan, tentu hal yang makin menyedihkan ketika didengar. Sampai giliranku yang terakhir, aku mendengar suara ibu memanggil namaku dengan keras lalu samar dan hilang.
679Please respect copyright.PENANARnCyuFZiup
679Please respect copyright.PENANAHD8TvdcVgC
679Please respect copyright.PENANAIAnd06wd3l
679Please respect copyright.PENANARTf8wNL3vL
679Please respect copyright.PENANA9yH2KGX8mQ
679Please respect copyright.PENANAdr9bMap1Ra
679Please respect copyright.PENANAYSGY4cJo3F
679Please respect copyright.PENANAgMQKJ2Pmy3
679Please respect copyright.PENANAq89ivun5jt
679Please respect copyright.PENANAemBHI28M7Z
679Please respect copyright.PENANA2iNlkKVyCj
679Please respect copyright.PENANAyqsR3sQTXp
679Please respect copyright.PENANAG8xQxJq8sE
"Dasha!"
****
ns216.73.216.176da2