
916Please respect copyright.PENANA7xY99yaclY
Di tengah kegelapan mimpi yang pekat, sesosok bayangan muncul, tinggi besar, dengan sorot mata yang entah kenapa terasa akrab. "Udin, kemarilah," suaranya menggelegar, namun anehnya tidak menakutkan, malah memancing rasa penasaran yang aneh. Aku melangkah maju, kakiku terasa ringan, seolah-olah aku melayang. Semakin dekat, bayangan itu semakin jelas, dan aku terkesiap. Mbah Sugiono! Aktor yang sering kulihat di film-film bokep Jepang itu kini berdiri tegak di hadapanku.
916Please respect copyright.PENANApOoM6H5LEV
"Kau mengenalku, Udin?" Mbah Sugiono tersenyum tipis, seolah membaca pikiranku. Aku hanya mengangguk, masih terpaku dengan kehadirannya. "Bagus," katanya, "itu berarti kau sudah siap mewarisi ilmuku." Kemudian Mbah Sugiono mengeluarkan sebuah kotak kayu tua. Kotak itu mengeluarkan aura mistis yang kuat, membuat bulu kudukku merinding sekaligus terpukau. Perlahan, ia membuka kotak itu, dan di dalamnya tergeletak sebuah cincin perak. "Ini adalah Cincin Sakti Sugiono," jelasnya. "Cincin ini akan memberimu kekuatan untuk merangsang wanita hingga ke ubun-ubun kenikmatan." 916Please respect copyright.PENANA8Z31LtLOcn
916Please respect copyright.PENANAlXwVXoMYWc
Jantungku berdebar kencang. Mbah Sugiono melanjutkan, "Untuk mengaktifkan kekuatannya, kau harus mencuri dan mengenakan kancut bekas pakai targetmu." Aku menelan ludah, membayangkan betapa gilanya itu. Fantasi-fantasi liarku mulai bergejolak. "Aku akan memberimu waktu 2 minggu, dan dalam 2 minggu itu kau harus berhasil mendapatkan 2 wanita." Suaranya berubah serius. "Itu adalah ujian untuk menilai kelayakanmu menjadi muridku." 916Please respect copyright.PENANA4zk4o9EEmn
916Please respect copyright.PENANA2nNS2Pacde
Kata-kata itu menggantung di udara, menciptakan tekanan yang mencekik. Dua minggu? Dua wanita? Otakku berputar, mencoba memproses semua informasi ini. Ini gila, benar-benar gila. "Jika kau gagal dalam ujian ini," ia mendekat, "Maka cincin ini akan kuambil lagi." Sensasi dingin namun memanas menjalar ke seluruh tubuhku saat Mbah Sugiono meletakkan cincin itu di telapak tanganku. Kemudian perlahan sosoknya mulai memudar, kembali menjadi bayangan di kegelapan mimpi. Aku terbangun dengan napas terengah-engah, keringat dingin membanjiri tubuhku.
916Please respect copyright.PENANAXT7V5ZWfub
916Please respect copyright.PENANAzDXCh2jhhH
Mimpi itu terasa begitu nyata, terlalu nyata untuk sekadar bunga tidur. Segera, kulihat tanganku mencari cincin perak yang Mbah Sugiono berikan. Nihil, tidak ada apa-apa disana, rasa kecewa menyergapku. Aku menghela napas, mencoba menenangkan diri. Semua janji tentang kekuatan dan ujian itu hanyalah ilusi belaka. 916Please respect copyright.PENANA0oYLUb1eVS
916Please respect copyright.PENANAOAMm1HyKSN
Aku beranjak dari tempat tidur, melangkah gontai menuju kamar mandi untuk buang air kecil. Saat aku menurunkan celanaku dan hendak mengeluarkan ‘adik kecilku’, mataku terbelalak lebar. Di sana, melingkar dengan sempurna, cincin perak itu! Cincin Sakti Sugiono! Jantungku serasa ingin melompat keluar dari dada. Ini bukan mimpi! Cincin itu benar-benar ada! Aku nyaris melompat-lompat saking girangnya. 916Please respect copyright.PENANA9UamygDwk6
916Please respect copyright.PENANAVFEwTS9Hop
Namun, kegembiraan itu tidak bertahan lama. Aku terus menatap cincin itu. Seketika, senyum di wajahku memudar, digantikan oleh kerutan kesal. Cincin itu, kenapa harus melingkar dikontolku. Seolah ini adalah ejekan dari Mbah Sugiono, “Lihat Udin, bagaimana sebuah cincin yang hanya seukuran jari bisa melingkar sempurna dikontolmu?” Wajahku memerah menahan kesal. Dengan geram, aku lansung meraih cincin itu, melepasnya dari kontolku yang malang, dan memasangkannya ke jempol tangan kananku. Sialan Mbah Sugiono, pikirku.
916Please respect copyright.PENANA1rUwFXvq9L
916Please respect copyright.PENANAWxgRM45x7r
Sebelumnya, kenalin namaku Udin Petot. Umurku 18 tahun, dan jujur aja, aku masih menganggur. Sejak lulus SMA, kegiatanku cuma rebahan, main game, atau mancing (Mainan alat kencing). Aku bukan tipe anak yang ambisius, malah cenderung pasrah dengan keadaan. Hidupku monoton, nggak ada yang spesial. Tapi mimpi tentang Cincin Sakti Sugiono semalam, walaupun gila, setidaknya memberi sedikit percikan.
916Please respect copyright.PENANA2UxjHFiYM7
Oh ya, aku punya satu sahabat karib sejak kecil, namanya Mamat. Umur kami sebaya, sama-sama 18 tahun, dan nasib kami pun nggak beda jauh, sama-sama pengangguran. Mamat itu orangnya santai banget, jauh lebih santai dariku. Dia nggak pernah pusing mikirin masa depan, hari ini makan apa besok gimana, kayaknya nggak pernah jadi beban buat dia. Mungkin karena keluarganya lumayan berada, jadi Mamat nggak terlalu mikir buat cari kerjaan. Rumahnya lumayan besar dan selalu jadi tempat favoritku nongkrong. Bagiku, rumah Mamat sudah seperti markas keduaku. Di sana, aku bisa melupakan sejenak kegabutanku sebagai pengangguran, meskipun kenyataannya tetap saja aku cuma buang-buang waktu.
916Please respect copyright.PENANATyL85HznLz
916Please respect copyright.PENANAt5g8AZHh3x
Siang ini, seperti biasa aku memutuskan untuk main kerumah Mamat. Begitu sampai, pintu rumahnya tidak terkunci, jadi aku bisa langsung masuk tanpa permisi. Aroma masakan Bude Sari, ibunya Mamat, langsung menyambut indra penciumanku. Umur Bude Sari mungkin sekitar 40 tahunan, tapi masih kelihatan muda dan energik. Wajahnya selalu terlihat ramah dan senyumannya terasa hangat. 916Please respect copyright.PENANA9SSgyuNRhA
916Please respect copyright.PENANA1vaXmQQyaM
Aku melihat Mamat yang sedang asyik rebahan di ruang tamu sambil main ponsel. Di rumah ini, selain Mamat dan Bude Sari, ada juga Mbak Ida, kakak perempuan Mamat. Setahuku umur Mbak Ida sekitar 21 tahun, sedikit lebih tua dari kami. Dia cantik, lumayan tinggi, dengan rambut sebahu yang selalu tertata rapi. 916Please respect copyright.PENANAGwpjh4Jcgz
916Please respect copyright.PENANAyvOp0hD70u
Ayah Mamat sudah meninggal beberapa tahun yang lalu, mewariskan satu toko kelontong di ujung desa. Sejak saat itu, Bude Sari, Mbak Ida, dan Mamat bergantian menjaga toko itu. Pagi biasanya Bude Sari yang jaga, siang sampai sore giliran Mbak Ida, dan kadang di malam hari Mamat yang ambil alih jika dia tidak mager. Jadi, kalau siang gini, kemungkinan besar Mbak Ida sedang ada di toko. Pikiranku masih melayang memikirkan cincin di jempol tanganku. Mungkinkah hari ini adalah awal dari petualangan gila yang Mbah Sugiono janjikan? Aku menatap cincin itu, lalu kembali menatap kearah Mamat yang masih asyik dengan ponselnya.
916Please respect copyright.PENANAeyrjgl0ShQ
916Please respect copyright.PENANAQu4qLfrvSm
"Mat, lu lagi ngapain sih serius amat?" tanyaku sambil duduk di seberangnya. Mamat cuma mendengus tanpa mengalihkan pandangan dari layar ponselnya. "Main game lah, apa lagi," jawabnya singkat. Aku nyengir, maklum. Tiba-tiba, sebuah ide terlintas dipikiranku, ide yang terinspirasi dari mimpi semalam, terasa pas untuk memancing imajinasi Mamat. "Mat, seandainya ya, seandainya lu punya kekuatan super, lu pengennya dapet kekuatan apa?" tanyaku iseng, sambil memainkan cincin perak di jempolku. Mamat akhirnya mengangkat kepalanya, menyeringai mesum. "Wah, kalau gue punya kekuatan super. Gue pengen bisa ngilang! Biar ga keliatan gitu Din."
916Please respect copyright.PENANAtPwJCwgvuG
"Hah? Ngilang? Buat apa?" Aku pura-pura nggak tahu, padahal sudah bisa menebak arah pembicaraan ini. Mamat tertawa becek. "Ya buat ngintipin emak gue waktu mandi lah!" katanya sambil menjilat bibir. Aku ikut tergelak, tapi dalam hati, imajinasiku sudah melayang liar. "Atau waktu emak gue lagi ganti baju di kamar," tambahnya, matanya menerawang. "Pasti kelihatan semuanya tuh," lanjutnya.
916Please respect copyright.PENANARsYivrVA3o
"Ada lagi, Din," Mamat makin semangat. "Kalau gue bisa ngilang, gue mau ngikutin Mbak Ida ke kamar mandi, terus ngeliatin dia waktu boker!" Aku sampai geleng-geleng kepala. "Trus yang paling gila, gue pengen ngilang terus mretelin semua kancing baju Mbak Ida waktu jaga toko, biar kelihatan semua!" serunya. Mamat mengakhiri ocehannya dengan tawa terbahak-bahak. Aku cuma bisa senyum kecut, membayangkan imajinasi gila sahabatku ini.
916Please respect copyright.PENANAwMGCYQHzm1
916Please respect copyright.PENANAlqxuRRkZlB
916Please respect copyright.PENANAazYmewwg0G
"Heh, Mamat! Omonganmu itu lho, cabul banget! Emak denger semua!" Tiba-tiba suara Bude Sari menggelegar dari ambang pintu dapur. Bude Sari berdiri di sana, memegang keranjang cucian. Wajahnya cemberut, dan tangannya langsung menjewer telinga Mamat. Mamat teriak kesakitan. "Aduh, Mak, sakit! Ampun!" Mamat memohon sambil menggosok telinganya yang memerah. "Daripada mikirin yang engga-engga, mendingan kamu bantuin Mbak Ida di toko! Atau kalau nggak, bantuin emak jemur ini!" ucap Bude Sari sambil melirik keranjang cucian. Aku buru-buru memalingkan wajah, menahan tawa sekaligus menelan ludah. Kata-kata Bude Sari itu, entah kenapa, justru memantik ide di kepalaku. 916Please respect copyright.PENANARsg5oiTTuq
916Please respect copyright.PENANAepnQFagAOk
Mata Bude Sari kini beralih padaku. "Udin, kamu jangan ikut-ikutan Mamat ya! Otak jangan cuma diisi yang engga-engga gitu," katanya sambil tersenyum. Aku cuma bisa nyengir dan mengangguk patuh. Bude Sari kemudian berjalan menuju area jemuran di samping rumah, membawa keranjang cucian itu. Cincin perak di jempolku terasa menghangat, seolah memberiku sinyal. Ini dia! Ini mungkin saat yang tepat. Berpura-pura membantu menjemur, lalu, dengan secepat kilat, mencuri satu kancut milik Bude Sari atau Mbak Ida. Aku menarik napas dalam-dalam. Ini saatnya beraksi.
916Please respect copyright.PENANA6UbG9ghsi2
916Please respect copyright.PENANARQeT0kR30M
Setelah Mamat berjalan gontai menuju toko, aku segera beranjak mendekati Bude Sari. "Biar Udin bantu, Bude," kataku sok manis, siap melancarkan aksiku. Bude Sari tersenyum, "Wah, tumben rajin, Din." Aku cuma nyengir. Kami mulai menjemur pakaian satu per satu. "Mamat itu ya, Din, kelakuanya selalu bikin Bude puyeng," Bude Sari memulai obrolan dengan nada mengeluh. "Pernah ya, Din, Bude mergoki Mamat lagi coli dikamar." Bude Sari geleng-geleng kepala, sementara aku menahan napas, membayangkan kejadian itu. 916Please respect copyright.PENANAWvBzsi2tDc
916Please respect copyright.PENANA1PQJnv55ec
"Yang paling gila, pernah juga Bude lihat dia lagi nyiumin kancut Mbak Ida." Bude Sari tertawa kecil, tapi ada nada heran di suaranya. Aku hampir saja keselek ludah sendiri. Mamat sebrengsek itu? Berarti selama ini dia tidak hanya berfantasi. Tanganku yang sedang memegang kancut Mbak Ida langsung terasa panas. Aku berusaha tetap tenang, memasang ekspresi datar. 916Please respect copyright.PENANAJpAq0a8wvp
916Please respect copyright.PENANAqFlHg9JRGa
"Eh, jangan jangan Udin bantuin Bude jemur pakaian juga ada maunya ya? Biar bisa pegang pegang kancut Mbak Ida?" Bude Sari menatapku, matanya menyipit penuh selidik, tapi ada senyum geli di bibirnya. Aku spontan menggelengkan kepala, wajahku memerah. "Enggak lah, Bude! Mana mungkin!" bantahku cepat. Aku bisa merasakan jantungku berdebar kencang. Momen ini, di antara tawa dan tuduhan Bude Sari, adalah kesempatan emas. Tapi aku belum bisa bergerak. Kancut Mbak Ida masih ada di tanganku, dan Bude Sari persis di sebelahku. Aku harus menunggu momen yang tepat, saat dia lengah, untuk menjalankan misi pertama dari Mbah Sugiono.
916Please respect copyright.PENANAmP2YXgdDhP
916Please respect copyright.PENANAX97IRuT9UM
Aku terus membantu Bude Sari menjemur pakaian, jantungku berdebar tak karuan. Ini dia kesempatannya. Saat Bude Sari menunduk untuk mengambil jepitan di keranjang. Tanganku bergerak lincah, dengan gerakan sehalus mungkin, aku menyambar satu kancut berwarna biru muda. Aku cepat-cepat menyembunyikannya di balik punggungku, berniat untuk melipatnya dan menyelipkannya ke dalam saku celana. 916Please respect copyright.PENANAF0wEctl1il
916Please respect copyright.PENANA0RUGBfS9nH
Namun, nasib berkata lain. "Hayo, Udin! Lagi ngapain itu?" Suara Bude Sari mengagetkanku. Aku langsung kaku, keringat dingin membasahi punggungku. Aku menoleh perlahan, mendapati Bude Sari tersenyum lebar, tatapannya penuh selidik. Aku mati kutu. Kancut biru muda itu masih tersembunyi di genggamanku. 916Please respect copyright.PENANAEoSSfdRHRz
916Please respect copyright.PENANANp8oQZsshJ
"Itu... itu... Anu, Bude," aku tergagap, otakku berusaha mencari alasan paling masuk akal. Bude Sari tertawa renyah, tawa yang entah kenapa membuatku makin malu. "Alaah, pasti kamu lagi sembunyiin kancut kan itu? Mau kamu cium-ciumin kayak kelakuan Si Mamat?" Sindirnya. Wajahku langsung memerah padam. Ketahuan basah! Tapi entah kenapa, Bude Sari tidak terlihat marah sama sekali. 916Please respect copyright.PENANAcczbSHYSkK
916Please respect copyright.PENANA94hQ1NCv7y
"Sini, Bude lihat, kancut siapa yang mau kamu curi," Bude Sari mengulurkan tangan, meminta kancut itu. Dengan pasrah, aku menyerahkan kancut biru muda itu padanya. Bude Sari memeriksanya sebentar, lalu terkekeh. "Oh, ini punya Mbak Ida, Din." katanya sambil menggeleng-gelengkan kepala. "Dasar, ternyata kelakuanmu itu emang ga ada bedanya sama Si Mamat." 916Please respect copyright.PENANA1R3SG6BrrG
916Please respect copyright.PENANAc8qIvREn79
"Tapi, karena kamu sudah bantu Bude jemur pakaian," Bude Sari mengedipkan mata, "Ini, gapapa ambil aja, itung-itung buat upah." Dia menyodorkan kancut biru muda milik Mbak Ida itu kembali padaku. Aku ternganga. "Bude serius?" tanyaku tak percaya. "Serius lah. Atau mau kancut punya Bude aja?" Bude Sari menatapku, senyumnya semakin lebar. Pilihan yang mematikan! 916Please respect copyright.PENANAFKsO4y6oHH
916Please respect copyright.PENANA2VzL3bSTaC
Jantungku berpacu. Kancut Mbak Ida sudah di tangan, tapi tawaran Bude Sari jauh lebih menggiurkan. Aku menatap Bude Sari, melihat betapa segarnya dia di usia kepala empat. "Kalau boleh... Udin milih punya Bude aja," kataku ragu-ragu. Seketika, pipi Bude Sari merona tipis. Dia tersipu, senyumnya kini lebih malu-malu. "Dasar Udin Petot," katanya sambil terkekeh pelan. Dia mengambil kancut Mbak Ida dari tanganku, lalu dari keranjang, dia mengeluarkan sebuah kancut berwarna krem miliknya yang terlihat sedikit lebih besar, dan menyodorkannya padaku. Aku menerimanya dengan tangan gemetar. Misiku yang pertama, tanpa disangka, berjalan jauh lebih lancar dari perkiraan.
916Please respect copyright.PENANARPI4y2XnKD
916Please respect copyright.PENANA94aoCV8UmB
Lalu dengan semangat membara, aku lanjut membantu Bude Sari menjemur pakaian. Dan setelah semuanya selesai, aku memutuskan untuk pulang. "Bude, Udin pamit pulang dulu ya," kataku, berusaha menahan senyum kemenangan. Bude Sari tersenyum jahil. "Lho, buru-buru amat? Udah nggak sabar mau coli sambil nyium-nyiumin kancut Bude ya?" Aku langsung salah tingkah, wajahku memerah lagi. "Enggak lah, Bude!" bantahku cepat. 916Please respect copyright.PENANAhrunayHlZ0
916Please respect copyright.PENANArcDktg4UOI
"Halah, sok suci kamu, Din," Bude Sari tertawa geli. "Atau jangan-jangan kamu mau tidur sambil peluk-peluk kancut Bude?" Dia terus menggodaku, membuatku makin salah tingkah. "Yaudah sana Din, hati hati dijalan ya." Bude Sari mengakhiri godaannya dengan tawa renyah. Aku buru-buru menyalami Bude Sari, lalu melangkah cepat meninggalkan rumah Mamat.
916Please respect copyright.PENANAgHP8fwMCp6
916Please respect copyright.PENANA1aDGqLBqAY
Kini Udin telah mendapatkan kancut krem milik Bude Sari, benda keramat yang konon menjadi kunci untuk mengaktifkan kekuatan Cincin Sakti Sugiono. Dengan dua minggu sebagai batas waktu dan dua wanita sebagai target. Pertanyaan besarnya adalah, apa yang akan Udin lakukan selanjutnya? Akankah ia langsung mencoba kekuatan cincin itu pada Bude Sari, mengingat betapa mudahnya ia mendapatkan kancut wanita itu? Atau akankah ia mencari target lain, mungkin wanita lain yang sering ia lihat di desa? 916Please respect copyright.PENANAnAbODN338p
916Please respect copyright.PENANAvC2GwiIloP
Malam ini, di kamarnya yang sempit, dengan cincin perak melingkar di jempolnya, Udin akan dihadapkan pada pilihan-pilihan yang memicu adrenalin. Akankah ia benar-benar berani mencoba mengaktifkan cincin itu, dan bagaimana cara ia akan melakukannya? Apakah ia akan memakai kancut itu seperti yang disyaratkan, dan apa efek yang akan terjadi padanya? Dan yang terpenting, bagaimana ia akan menghadapi tantangan untuk mendapatkan dua wanita dalam waktu sesingkat itu? Mimpi gila yang awalnya hanya fantasi kini telah menjadi kenyataan yang mendebarkan. Petualangan Udin Petot, si pengangguran yang mendadak punya kekuatan supranatural mesum, baru saja dimulai!