TENG145Please respect copyright.PENANAxb9LTF1LZc
145Please respect copyright.PENANAdjoZdXb0Ss
TENG145Please respect copyright.PENANAsAzobSVuPE
145Please respect copyright.PENANAuWl913iMGX
TENG
Dentang lonceng tua nan berdebu kala jarum jam menunjuk angka 12.145Please respect copyright.PENANANASgAfRISZ
145Please respect copyright.PENANASNlb3cJM9x
Tahun baru tiba. Meja emas di antara dua orang yang satu berambut putih dan yang lain kisaran umur kepala 4 menjadi saksi bisu dibacakannya pronostica, petuah Sir Zein yang setiap tahunnya diberikan kepada pemimpin pulau kecil, Na’s Adras.
Sebuah pulau bahkan tidak ada yang tahu bentuknya kenampakan dari atas. Tanah subur yang menjadi kehidupan orang orang menyapa menyebut tempat tinggal mereka adalah Na's Island.
Empat mutiara mengelilinginya.
Mata air sukma di sebelah utara menjadi cermin masa emas.
Hutan rimba dengan pohon berbaris nan menari di selatan kunci kesuburan dan menjadi arti sejuk.
Pegunungan praja di timur menjulang tinggi nan gagah menantang mentari pagi ufuk.
Bukit hijau dandelion impian ber permadani rumput karana menjadi pintu terbenam surya.
Elemen elemen terlukiskan di pigura perak yang dipajang berjejer di tembok ruangan ini.
“Ariane. Jangan biarkan dia menikah. Keturunannya, akan membunuhmu” setelah diam cukup lama, kalimat itulah yang diucapkan Sir Zein.
Adras berfikir dalam diamnya. Jika Ariane putri semata wayangnya tidak punya buah kasih, siapa yang akan mewarisi Na’s Island ini waktu dirinya sudah tua nanti?
Akan tetapi, ego Adras merasukinya karena takut mati. Hatinya berkata tak tega apabila tidak bisa melihat masa keemasan Na’s Island di generasinya.
Na's Adras bukanlah raja. Para penduduk di Pulau memilihnya menjadi orang yang dianggap paling. Kepiawaiannya memecahkan masalah hingga kepandaiannya yang mencetuskan sistem demokrasi pulau menghasilkan otonomi yang menjadi peraturan bagi daerah otonom.
Selama kurang lebih 20 tahun, Na's Island selalu dalam kebahagiaan sampai sampai banyak orang yang mengkhawatirkan akan datang bagai besar atau langit mendung yang iri pada kedamaian pulau cantik ini.
***
Di depan cermin bersudut kanan mutiara bintang berbentuk bulan, seorang gadis cantik berkuku jari manis merah muda tengah menyisir rambut panjang gelapnya. Kulit putih bersihnya dan wajah merona merah muda kontras dengan warna kulit ayahnya yang sawo matang. Mungkin anak perempuan ini lebih memiliki kemiripan dengan ibundanya yang kini tenang di atas sana.
“Na’s Ariane, Na’s Adras ingin menemuimu” suara lembut pelayan terdengar dari balik pintu. Gadis yang dipanggil Ariane itu menghentikan kegiatannya di meja rias dan beranjak untuk membukakan pintu kamarnya.
“Ada apa, Ayah?” tanya Ariane selepas membuka pintu berwarna putih itu.
“Kemasi barang barang mu. Mulai nanti malam, kau tidur dekat dengan bintang di langit” jawab Adras tak meninggalkan kesan wibawanya.
“Dimanakah itu, Ayah?” cicit Ariane takut merasa ada yang tidak beres.
“Menara” singkat Adras memberi kode tersirat pada Ariane untuk bergegas.
***
Ariane yang kini genap berusia 17 Tahun tak berani melawan hanya sekedar bertanya mengapa. Disinilah dirinya sekarang. Berdiri memandang langit malam yang enggan menghadirkan bintang.
“Na’s Ariane, saya membawa bunga terompet jingga yang engkau minta” suara bariton membuyarkan lamunan Ariane.
“Masuklah, Alex,” si empu yang dipanggil namanya langsung membuka pintu kamar menara Ariane.
“Ini Na’s Ariane” Alex memberikan bunga yang dibawanya ke Ariane dengan berjongkok.
“Kau tahu kenapa aku selalu meminta dibawakan bunga terompet jingga?”terima Ariane memandang layu bunga ditangannya.
“Tidak Na’s Ariane” jawab Alex sekenanya masih dalam posisi berjongkok dihadapan Ariane.
“Jangan formal padaku, Alex. Kau adalah temanku” bibir Ariane berdecak sebal dengan tingkah pengawal menara yang seumuran dengannya ini.
“Maafkan aku...A..ria..ne” Alex ragu terpatah ucapannya seraya berdiri dan memposisikan tubuhnya disamping Ariane.
“Jangan sering mengucap maaf. Dunia ini kejam” Ariane berbalik arah menghadap laki laki disebelahnya ini.
“Kau cantik malam ini, Ariane” Alex balas memandang Ariane lekat.145Please respect copyright.PENANAtSnL0qqU7X
145Please respect copyright.PENANAuQpu3TMd7H
Jarak mereka semakin dekat. Raut muka Ariane merona merah seperti apel. Deru nafas Alex menerpa wajah Ariane.
Keduanya menutup mata, seperti bulan yang kini tertutup awan. Malam itu adalah saksi yang mengundang petir untuk menyambar memberitakan bahwa ini buruk.
***
“Kenapa sudah 2 minggu ini perutku membuncit? Padahal aku tidak napsu makan” Ariane bertanya pada pantulan dirinya di cermin besar kamarnya.
“Apa benar kata Alex kalau ayah mengurungku di menara agar aku terus melajang? Tapi yang telah aku lakukan..” lirih Ariane berfikir keras meratapi nasibnya terpotong oleh pintu kamarnya yang terketuk.
“Na’s Ariane, Na’s Adras ingin menemuimu” mendengarnya, Ariane panik dan berjalan kesana kemari.
“Masuklah, pintu tidak aku kunci” teriak Ariane seraya memposisikan tubuhnya di ranjang dengan berbalut selimut.
“Ariane, apa kau sakit?” sesaat setelah Adras masuk, dirinya langsung menghampiri Ariane yang terbaring dan mengarahkan tangannya di dahi putrinya ini untuk memeriksa suhu badannya.
“Aku tidak apa apa, Ayah” sangkal lembuh Ariane manatap ayahnya sambil tersenyum.
“Aku khawatir padamu. Aku akan pergi ke utara selama 7 bulan di otonom Bradia” raut mimik cemas terarah dari Adras ke anak satu satunya ini.
“Aku akan baik baik saja, Ayah” kembali Ariane mengukir senyum manisnya meyakinkan.
“Bila kau butuh apa apa, katakan pada Sir Aura” dengan menggenggam tangan mungil Ariane, Adras sebenarnya tidak tega meninggalkan putrinya.
Hanya anggukan yang dibalas Ariane bahwa dirinya nanti akan mengomukasikan segalanya pada Sir Aura perawat pribadinya sekaligus ibu dari Alex.
***
7 BULAN KEMUDIAN
“Sir Aura, aku mohon rahasiakan hal ini..” ucap pasrah Ariane yang wajahnya pucat pasi seraya terbaring lemah menahan rasa sakit.
“Saya sangat bodoh Na’s Ariane, tidak mengetahuinya dari awal. Harusnya nona tidak berjuang sendirian. Saya siap jika setelah ini penggal adalah hukuman pantas untuk saya.”
Ariane memang menyembunyikan bahwa dirinya berbadan dua. Hanya Alex yang sesekali datang untuk memberikan bunga terompet jingga. Rahasia menjadi milik mereka berdua sampai masa kelahiran tiba.
Malam ini.
Dengan terbaring lemah dalam menara yang tak terlihat indah, Ariane pasrah akan keadaan.145Please respect copyright.PENANAuEJjWlAE2X
145Please respect copyright.PENANAFKrlcdJdSk
Dia merasa hal ini takdir. Walau ia tidak tahu ditujukan pada siapa.
“Selamatkan luke dan lucas” selepasnya, Ariane tidak sadarkan diri. Terpaksa Sir Aura menyayat rahim Ariane dan mengangkat bayi mungil yang kembar.
Tangisan dua bayi itu bersahutan. Untunglah mereka di menara, dengan cepat Sir Aura memotong tali pusar dua bayi laki laki itu dan memandikannya.
Diukir nama Luke di bahu kanan bayi yang keluar pertama dan Lucas di bahu kiri bayi satunya. Seraya menitikan air mata, Sir Aura membasuh wajah cantik Ariane tiga kali untuk menghormatinya yang sudah menyelesaikan urusannya di dunia yang fana ini.
“Na’s Ariane, Na’s Adras baru saja memasuki gerbang” suara yang dikenal Sir Aura menuntunnya untuk membuka pintu.
“Ibu kenapa menangis? Dimana Ariane?” Alex panik dan bergegas menerobos masuk hingga sampai di samping tempat tidur Ariane.
“Kau sebut nona siapa!? Tanpa Na’s? Bisa bisa nya kau menerobos masuk kamar gadis, anak durhaka!” Sir Aura marah terhadap sikap lancang putranya.
“Ariane...hanya tidur, kan?! Dia..dia..tidak mungkin..” Alex terduduk lesu dilantai.145Please respect copyright.PENANAj46MTVOGV8
145Please respect copyright.PENANA4IpAX1DYSR
Si bayi kembar kembali menangis.
“Luke... Lucas...” panggil Alex kepada si mungil yang menangis. Alex pun tak kuasa menahan tangis.
“Dari mana kau tahu nama mereka?!” ibu Alex semakin kacau benar benar tidak tahu apa yang sedang terjadi di sini.
“Aku yang memberi nama mereka ketika Ariane bilang laki laki kembar” lirih Alex menjelaskan.
“Apa katamu?!” Sir Aura mendaratkan tamparannya di pipi anaknya.
“Jadi kau... Luke dan Lucas...?” suara tergagap akibat tangis Sir Aura yang semakin menjadi. Dirinya benar benar hancur.
“Maaf ibu, saya pasti bertanggung jawab” Alex berlutut dan meyakinkan ucapannya barusan.
Terdengar langkah kaki menaiki tangga menara.
“Cepat bawa mereka” ibu Alex menunjuk dua bayi yang dibedong kain sutera.
Tak pikir panjang Alex menggendong bayi bertudung kuning terlebih dahulu dan keluar menara lewat jendela. Sir Aura tak tinggal diam menyembunyikan bayi dengan tudung hijau di balik peti duduk berselimutkan selendang.
“Na’s Ariane, Na’s Adras ingin menemuimu” dari balik pintu terdengar suara. Hal itu tak diindahkan Sir Aura.
Di sisi lain, Adras curiga. Dirinya memerintahkan untuk mendobrak pintu di depannya ini.
BRAK!
“Apa yang terjadi di sini?!” murka Adras selepas pintu berhasil terbuka dan menampakan Sir Aura tengah menata selimut tempat Ariane tertidur untuk selama lamanya. Adras langsung menghampiri putri yang dirindukannya.
“Hukum saya, Na’s Adras” seketika itu, Sir Aura berlutut.
“Jelaskan! Sejelas jelasnya!!” tegas Adras memerintah.
“Hukum saya, Na’s Adras” Sir Aura menunduk dan bercakap lirih.
“Kau!...” kalimat Adras terpotong oleh suara tangisan bayi. Dicarinya asal suara itu dan menemukan hal tidak terduga di sana.
“Hukum saya, Na’s Adras” berkali kali berucap, hanya kalimat yang sama dari mulut Sir Aura.
Pandangan Adras hanya fokus pada satu hal. Digendongnya bayi bertudung hijau itu dan di bawanya keluar dari menara tanpa mengucap sepatah kata pun.
Langkah demi langkah serasa berat bagi Adras. Kini matanya menatap lurus ke depan mengarah pada jurang bukit belakang rumahnya. Kakinya terhenti di ujung tanah. Dilihatnya lagi bayi kecil di dekapan. Sudut bibir Adras terangkat membuat lengkungan indah yang sama dengan si bayi yang kini tengah tersenyum.
145Please respect copyright.PENANA5jg1jwr2jr
145Please respect copyright.PENANAHEnxK1vnMb
145Please respect copyright.PENANAUK77TBXs0w
145Please respect copyright.PENANAqzP2QsSqEJ
145Please respect copyright.PENANAk1IVkIALcX
145Please respect copyright.PENANANTc06HVnmF
145Please respect copyright.PENANAXPuCqgqpKz
145Please respect copyright.PENANAYL2vu6hmKK
145Please respect copyright.PENANAkdR4csntGw
145Please respect copyright.PENANAoDTrf4zpoD
145Please respect copyright.PENANAfQ8Poz94GU
145Please respect copyright.PENANAMLxG8U39C4
145Please respect copyright.PENANAQ7Xnkkcob8
145Please respect copyright.PENANA1Emili9YWo
145Please respect copyright.PENANAtRMGHBvWOR
145Please respect copyright.PENANAdkXmUTS9Hj
145Please respect copyright.PENANA6Sq3ELP5H5
145Please respect copyright.PENANAd6rZ5rwz0R
145Please respect copyright.PENANAJnIlTlS2NB
145Please respect copyright.PENANA0woBCtuYRa
145Please respect copyright.PENANAq3VqntRC9z
145Please respect copyright.PENANAY9oi7uycS4
145Please respect copyright.PENANAbz4ZAG89PE
145Please respect copyright.PENANAVookHeqOZR
145Please respect copyright.PENANAHOha56jeZD
145Please respect copyright.PENANAkBEIYSNWFS
145Please respect copyright.PENANAXKqqiz04Qb
145Please respect copyright.PENANApCCMOmklzC
145Please respect copyright.PENANAs8gPbHfOEr
145Please respect copyright.PENANAmavZpN6jkl
145Please respect copyright.PENANAQn0KEDk1E3
145Please respect copyright.PENANA7n7futi0ew
145Please respect copyright.PENANAwPC4pR12LN
145Please respect copyright.PENANAoGlbDHY6pz
145Please respect copyright.PENANA3G7XkVKBpo
145Please respect copyright.PENANAH13wTQs42W
145Please respect copyright.PENANAw5zeRxPA3Q
145Please respect copyright.PENANANK7HA1ABNe
145Please respect copyright.PENANA3HsyZb538L
145Please respect copyright.PENANAmgCxjzE7tb
145Please respect copyright.PENANAEKORekrzWV
145Please respect copyright.PENANAnofM7oGkd0
145Please respect copyright.PENANATaBeT1Vcbd
145Please respect copyright.PENANAYpW7PRr4fN
145Please respect copyright.PENANAl3te7PLM3t
145Please respect copyright.PENANAnmEzCID5FN
145Please respect copyright.PENANAdxABpWJ50A
145Please respect copyright.PENANAsROrZtzWL8
145Please respect copyright.PENANAX6Nyt89eAY
145Please respect copyright.PENANA4xBLtvyGAX
145Please respect copyright.PENANAKkT2IgbTOC
145Please respect copyright.PENANAxsWHpGMpKc
145Please respect copyright.PENANAuZzd5Bu3fK
145Please respect copyright.PENANAhnsFHZMz8U
145Please respect copyright.PENANAlDnCyH4RN1
145Please respect copyright.PENANApFnKzJF792
145Please respect copyright.PENANAa78rqeLFn4
145Please respect copyright.PENANARLKrBFkbVK
145Please respect copyright.PENANAWvV44hzinC
145Please respect copyright.PENANA7bSS4qmxQu
145Please respect copyright.PENANA169sgkmorU
145Please respect copyright.PENANAvkl9mx2YVy
145Please respect copyright.PENANAM99XSuAXuG
145Please respect copyright.PENANAwtM2HNnFn9
145Please respect copyright.PENANAbZw1U7JlS2
145Please respect copyright.PENANAzMTRDF3cox
145Please respect copyright.PENANALMbzc33L1x
145Please respect copyright.PENANALSmVdQBntn
145Please respect copyright.PENANAKahF7AK3Nf
145Please respect copyright.PENANAQPJnGOVINW
145Please respect copyright.PENANAuXNEJPBeK9
145Please respect copyright.PENANAX12qXgmrqW
145Please respect copyright.PENANAkKTQ9GflZh
145Please respect copyright.PENANAbYtC52Ips5
145Please respect copyright.PENANAKsPWtQD6wU
145Please respect copyright.PENANAyEbkss0dlU
145Please respect copyright.PENANAcx1ltTn3CS
145Please respect copyright.PENANAR83fEy0SZ1
“Jika kau nanti membunuhku, itu sudah takdirku.”
ns 172.69.58.219da2