x
Bab 2: Ceramah, Pantai, dan Nafsu yang Tertinggal
648Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡFAqMCZvP5G
Setelah malam itu di tabligh akbar, namaku mulai bergaung.
"Habib Amir dari Hadhramaut."
Orang-orang menyebutnya dengan suara penuh getar, seakan tiap huruf mengandung berkah. Padahal satu-satunya pasir yang pernah aku injak ya di lapangan bola kampung waktu kemarau panjang.
648Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡHbJrWU6l2C
Tapi hidup harus terus berjalan, apalagi kalau berjalan di atas panggung—pakai sorban, suara mendayu, dan mata yang sedikit sendu. Itu cukup untuk membuat para jemaah percaya, apapun yang keluar dari mulutku adalah sabda.
648Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡVIiZ9tsCWm
Sampai akhirnya, sebuah undangan datang dari Pangandaran.
648Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡwIXPoFggN0
648Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡXg9S7F0OLF
---
648Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡ40ytQRAP6z
Aku diundang sebagai pembicara tamu dalam majelis kecil di sebuah wisma pinggir pantai milik keluarga seorang dermawan. Katanya, mereka rutin mengundang habib muda untuk “menyegarkan rohani” para ibu-ibu yang mengelola koperasi nelayan dan bisnis pariwisata lokal.
648Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡF9OXa4XJGB
Aku mengiyakan. Bukan karena dakwah—tapi karena sudah lama aku ingin kabur sebentar dari kota dan segala tatapan curiga ustaz-ustaz asli yang mulai bertanya-tanya kenapa aku tak pernah bawa sanad nasab. Pangandaran terdengar cukup jauh... dan cukup aman.
648Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡxXpLaGPTGN
Sesampainya di sana, aku disambut oleh Deden, lelaki paruh baya yang katanya dulunya mantan aktivis rohis yang gagal jadi guru ngaji, lalu banting setir jadi pengelola kebun sekaligus penjaga toko bangunan.
648Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡW3h9aets1d
Orangnya santai, humoris, dan langsung cocok denganku setelah ngobrol beberapa menit.
648Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡ8kVFv9KmQh
“Nginep aja di rumah saya, Bib. Gak usah repot bayar hotel,” katanya.
Rumahnya sederhana tapi rapi. Ada pohon belimbing di halaman dan angin laut yang selalu datang tiap sore. Sesuatu yang tak bisa kau beli dengan infak dari jamaah.
648Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡlbIamBFdWK
Deden ternyata lebih dari sekadar orang lokal ramah.
Di malam kedua, saat kami duduk di teras sambil minum kopi jahe, ia mulai membuka lembar masa lalunya.
648Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡqUmD9tAEtq
“Gua duda, Bib.”
Kalimat itu diucapkannya datar.
648Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡhULsvUeMev
“Cerai... gara-gara gak kuat ngimbangin nafsu bini gua. Satu-dua ronde gak cukup. Harus tiap malam. Lama. Kadang pagi juga minta. Katanya biar semangat masak.” Deden menghela napas.
Aku diam. Sedikit tertawa dalam hati, karena rasa lelahnya terdengar seperti doa yang tak dikabulkan.
648Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡsE6CSz3fUs
“Wajah dia gimana?” tanyaku akhirnya.
648Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡOP1qtjjLVs
“Manis. Cantik banget malah. Tapi lebih manis kalo udah minta sesuatu di kamar. Badannya... aduh. Pokoknya tiap suaminya pasti kewalahan. Tiga kali nikah, semua cerai.”
Aku makin penasaran.
648Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡleQmNwLWhe
“Apa sekarang dia udah kawin lagi?”
648Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡrHyyvp1zsV
“Nggak. Tapi dia bantuin kakaknya jaga wisma deket pantai. Namanya Anissa.”
648Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡA7ePpU8P92
Nama itu seperti alunan rebana yang terlalu lembut tapi meninju dada.
Aku pura-pura tidak tertarik, tapi pikiranku mulai main jauh.
648Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡRgII3jkWk6
“Boleh dikenalin?” tanyaku sambil memainkan tasbih plastik yang kini kubawa ke mana-mana.
“Siapa tahu bisa dakwah sambil silaturahmi.”
648Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡE9o091IDvs
Deden tertawa. “Tapi hati-hati Bib... yang ini bisa bikin orang bertobat sambil nahan jeritan.”
648Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡ6TdAdtJfzd
648Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡG7I6V5kO0N
---
648Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡC3KlvoArgk
Keesokan harinya, aku mampir ke wisma tempat Anissa bekerja. Ia sedang menyapu halaman. Langit mendung, pantai sepi, dan hanya ada suara burung camar dan desiran ombak.
648Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡHrwJiWmzpm
Anissa... bukan sekadar cantik. Ia punya aura tenang, semacam gabungan antara wanita yang terlalu sering disakiti dan terlalu terbiasa mengendalikan situasi. Sorot matanya tajam, tapi hangat. Bibirnya kecil dan penuh. Gerakannya tenang, tapi terukur.
648Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡKmNEUTvS3d
Waktu dia melihatku, dia hanya tersenyum singkat.
648Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡ1wiWzDze5m
“Habib dari kota, ya?”
Suaranya bening. Tidak dibuat-buat.
648Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡBFIft7ZD4C
“Panggil Amir aja,” jawabku sambil menunduk, gaya andalan tiap bertemu perempuan—menunduk tapi lirikan mata tetap bekerja.
648Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡKmlVhvMZTN
Kami ngobrol sebentar. Tidak lama, tapi cukup untuk tahu bahwa Anissa bukan tipe perempuan mudah kagum pada gelar atau sorban. Itu membuatku makin tertarik.
648Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡI1O7dzuvtS
648Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡPaP2ODMJ1H
---
648Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡ2cCKhHq2SZ
Di malam harinya, aku mengisi pengajian kecil di aula wisma. Para ibu duduk manis, beberapa membawa buah tangan, satu-dua mengedip saat aku mulai ceramah tentang cinta Nabi dan Sayyidah Khadijah—tema andalanku.
648Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡ1B6sbdJKWh
Di sudut aula, Anissa berdiri sambil menyeduh teh. Tak banyak bicara, tapi sesekali menatapku lama. Bukan seperti jemaah lain. Tatapannya berbeda. Seperti... menguliti kebohongan dari balik jubah.
648Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡqgSD7RShIC
Aku tahu perempuan seperti itu tidak bisa ditaklukkan dengan kutipan hadis semata. Tapi justru itu yang membuatku ingin mencoba.
648Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡrAkPUeDhzM
648Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡZRqGUTkaGe
---
648Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡwiUQTCCh5f
Di kamar malam itu, aku membuka jendela. Angin pantai membawa aroma garam dan gairah yang tak bisa dijelaskan.
648Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡQ7fP75t7W6
Dan di antara suara ombak yang menabrak karang, aku menyadari sesuatu:
Di Pangandaran, bukan cuma dakwah yang diuji. Tapi juga nyali.
648Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡEnoHuz59R8
Anissa bukan jemaah biasa.
Dia adalah godaan yang menunggu...
Menguji sejauh mana seorang "Habib palsu" mampu menyembunyikan nafsu asli.
Bagi yang butuh akses mudah tanpa CreditCard bisa ke
https://victie.com/novels/menyesatkan_keluarga_sakinah
Cek koleksi cerita lainnya dari suhu suhu saya di
https://t.me/+3OoiCK8fS5swZjY9
Jangan Lupa Follow dan Bookmark di sana ya
Matur Thankyou
ns216.73.216.45da2
