
“PLOKKK PLOKKK PLOKKK PLOKKK PLOKKK PLOKKK PLOKKK PLOKKK PLOKKK PLOKKK PLOKKK PLOKKK PLOKKK PLOKKK PLOKKK PLOKKK PLOKKK PLOKKK PLOKKK PLOKKK PLOKKK PLOKKK PLOKKK PLOKKK!!!”
Egianus beralih ke posisi berdiri, mengangkat tubuh Atik ke udara dengan kekuatan yang gagah perkasa, kedua kaki Atik ia lingkarkan ke pinggangnya. Sensasi penis hitam besar Papua itu kembali meluncur dalam ke dalam tubuh Atik saat ia melayang di udara betul-betul berbeda dari apa pun yang pernah ia alami. Suara "tepukan" tubuh mereka yang saling menumbuk beradu memenuhi tenda, otot-otot di lengan Egianus menggembung dengan kekar saat ia mengangkat tubuh Atik tinggi-tinggi, terus menggenjotnya di udara dengan irama yang liar. Setiap genjotan Egianus mengirimkan gelombang kejut ke inti tubuh Atik, membuatnya menjerit-jerit karena kenikmatan saat orgasmenya semakin intens.
“OOOOOOOOHHHH HEEEEEEGHH AAAAAAAAAAAAHH AUWHHHH HIIIAAAAAAAAAHHHHH UUUUGHHHHHHHH UUUGHHHHH OOHHH AHHHH!!!” Jerit Atik.
Tubuh Atik terasa seperti terkoyak oleh ketebalan kontol hitam Papua Egianus, vaginanya meregang hingga batasnya, tetapi dia tidak bisa memaksa dirinya untuk menyuruh pria Papua itu berhenti. Setiap kali Atik merasa tidak tahan lagi, tubuhnya akan mengkhianatinya, menjepit dan mencengkeram kontol hitam besar Papua itu, menariknya lebih dalam, memohon untuk dientot dan digenjot lebih keras, brutal dan kasar. Egianus memegang kendali penuh, matanya yang gelap menatap tajam ke wajah Atik saat dia menggenjot wanita Jawa itu dengan keganasan yang begitu brutal.
"Aaaaaaaaaaaaahhhhhhhhhhhhhhh!" teriak Atik saat ia baru saja orgasme lagi.
Tenda itu seperti kepompong nafsu dan keringat, udaranya penuh dengan aroma binal dari hubungan intim mereka. Atik bisa merasakan ketegangan di lengannya saat Egianus mengangkatnya tinggi-tinggi, otot-otot Egianus menggembung dan menegang saat dia menikamkan kontol hitamnya ke memek Atik. Ciumannya semakin intens, ludahnya bercampur dengan air liur Atik saat dia memaksakan lidahnya masuk ke dalam mulut wanita Jawa itu, menandainya sebagai miliknya. Ludah yang dimasukkan Egi ke dalam mulut Atik dan dilumurkannya ke sekujur tubuh Atik itu adalah simbol dominasinya, sebuah pengingat bahwa Atik sudah menjadi miliknya, budak seksnya untuk digunakan sesuka hatinya.
"Ooooohhhhh aaaaaaaaaaahhhhhhh Aaaaaaaaahhhhhhhh!" Atik tak henti-hentinya melenguh.
Payudara Atik bergoyang-goyang dengan setiap genjotan yang brutal dari Egianus, rasa sakit dan perasaan didominasi dari cengkeraman Egianus pada tangan Atik hanya menambah kenikmatannya. Mata gelap Egianus menatap tajam ke Atik, tak pernah goyah, seolah menantangnya untuk berpaling. Namun Atik tidak bisa. Dia terpaku oleh kekuatan dan gairah dalam tatapannya. Atik memeluk leher dan bahu Egianus dengan erat, kukunya menancap di punggungnya, meninggalkan bentuk bulan sabit di kulitnya, saat Atik mencapai klimaks berulang kali. Kontol hitam besar Papua Egianus terasa seperti menembus ke dalam jiwa Atik, mengisinya dengan cara yang tidak pernah ia alami sebelumnya. Setiap kali penis itu ditarik, Atik merasakan sedikit kehilangan, hanya untuk kemudian digantikan oleh gelombang kenikmatan baru saat penis itu menghantam memeknyanya kembali.
Orgasme Atik bergulung-gulung, bak gelombang yang tak pernah berakhir yang mengancam akan menenggelamkannya dalam sensasi sensual. Tubuh Atik bukan lagi miliknya sendiri; tubuhnya telah menjadi milik lelaki Papua yang menggenjotnya sambil menggendongnya di udara, mengentotnya dengan kekuatan dan intensitas seekor binatang buas. Pikiran Atik terguncang saat menyadari apa yang tengah terjadi. Ini adalah pengkhianatan, dosa. Namun tubuhnya tidak peduli akan hal itu. Tubuh Atik mendambakan pelampiasan rasa sangenya yang selama ini terpendam dan tidak pernah dipuaskan oleh suaminya yang sibuk, memeknya terus banjir dan muncrat disodok-sodok dengan brutal oleh kontol hitam besar Papua, dan diri Atik semakin menikmati didominasi oleh perlakuan kasar pria Papua yang mengentotnya, suatu hasrat untuk didominasi yang begitu primitif dan kuat. Hasrat wanita terhormat berkulit untuk didominasi oleh pria kulit hitam yang tertindas sebagai bentuk retribusi, pembayaran balik atas penindasan Pemerintah Jawa atas rakyat Papua.
“Ssssssshhhhhh uuuugghhhhhhh oooohhhhh Aaaaaahhhhh” Atik terus melenguh dan mendesah.
Erangan, lenguhan, dan desahan Atik semakin keras, ia semakin putus asa untuk menahan diri dari menampakkan bahwa ia menikmati digenjot oleh pria Papua itu, sementara ludah dan keringat Egianus bercampur membasahi kulit putih Atik, menciptakan lapisan lengket yang hanya menambah intensitas momen itu. Atik bisa merasakannya di mana-mana. Egianus beberapa kali meludah dan mengalirkan air liurnya ke dalam mulut Atik, tangannya meremas-remas payudara Atik, memilin dan memelintir puting susunya. Kedua tangan Egianus bergerak dalam tarian yang sistemik, menggarap kedua buah dada Atik dengan ganas. Tubuh mereka saling beradu dalam simfoni gairah. Tenda itu dipenuhi dengan suara-suara percintaan mereka, "tepukan" pinggul mereka, "plok" kontol hitam besar Papua menghantam memek basah wanita Jawa, "slep slep slep" batangnya yang ditarik keluar masuk dengan RPM tinggi.
Bersambung ...
ns216.73.216.192da2