
Bab 3: Dua Wajah, Satu Hasrat
811Please respect copyright.PENANAlr2JTKS99z
Namanya Asanah. Kakak kandung Anissa. Perempuan yang dari cara berdirinya saja kau tahu: ini bukan wanita sembarangan.
Pakaian syar’i, kerudung besar, suara tenang, dan wibawa alami yang tak dibuat-buat. Tapi justru karena semua itu, aku jadi lebih waspada. Bukan karena takut... tapi karena penasaran.
811Please respect copyright.PENANA5lFRsWS3ee
Perempuan seperti Asanah bukan tipe yang mudah disentuh, bahkan oleh kata-kata. Tapi auranya itu auranya yang tak pernah berusaha memikat tapi justru menarik seperti medan magnet spiritual.
811Please respect copyright.PENANAs49Em90fUe
Wajahnya putih bersih, hidungnya mancung, dan yang paling membuatku salah fokus: bulu-bulu halus di tangan dan kakinya, lurus, rapi, dan samar seperti garis kabut di fajar hari. Bukan seperti perempuan desa kebanyakan. Ini... lebih elegan. Lebih mahal.
811Please respect copyright.PENANAQXordEYThz
"Perempuan berdarah campuran," bisik Deden waktu itu.
811Please respect copyright.PENANAzQsCiwjT3j
"Arab-Jawa. Bapaknya dulu jemaah haji yang nyasar nikah di sini, pulang-pulang bawa anak dua."
811Please respect copyright.PENANAwK5rnoF2eZ
Dan aku percaya.
811Please respect copyright.PENANApkkyNCdZ6D
Tak cuma darahnya yang bercampur, kekuasaannya juga menyebar ke banyak bidang. Usaha penggilingan padi, bisnis penyaluran TKW ke luar negeri, bahkan pengelolaan wisma tempat pengajian semuanya dipegangnya. Dengan gaya bicara tegas tapi lembut, dia memimpin dengan cara yang tak perlu mengangkat suara.
811Please respect copyright.PENANAEfGq2pWHLk
Tapi justru itu yang berbahaya.
Yang tenang seperti laut pasang itu... biasanya menyimpan badai di dalamnya.
811Please respect copyright.PENANA0RyFJCuxuE
811Please respect copyright.PENANAO7fqIwW5yz
811Please respect copyright.PENANA2rLd52sP9Q
Sejak kedatanganku ke Pangandaran, hubungan dengan Anissa makin dekat. Perlahan tapi pasti, dari obrolan seputar ilmu agama dan kisah Nabi, jadi candaan halus di lorong dapur, lirikan yang sengaja atau tidak terlalu lama tertahan, hingga sentuhan-sentuhan kecil yang pura-pura tak sengaja.
811Please respect copyright.PENANAJPLGdF3EDt
Dan suatu malam, saat aku selesai mengisi pengajian rutin, Deden tak datang menjemput seperti biasa.
811Please respect copyright.PENANAYsHIJmD76P
“Kata Mbak Asanah, kalau mau lebih nyaman, nginap aja di wisma. Biar lebih dekat dan… karomahnya terasa.”
Begitu pesan yang disampaikan seorang staf perempuan berseragam biru.
811Please respect copyright.PENANAnwjQOQhUTT
Wisma itu bangunannya kokoh, bertingkat dua, langsung menghadap ke pantai. Di malam hari, suara ombak terdengar seperti dzikir panjang yang mengantuk. Dan malam itu... aku tidak sendiri.
811Please respect copyright.PENANALYELZfwGWa
Anissa datang membawa teh panas dan sepiring kecil pisang goreng.
811Please respect copyright.PENANApY6DS9UEJm
“Ini dari Mbak. Katanya habib jangan tidur perut kosong,” katanya pelan.
811Please respect copyright.PENANAsHq2A1GBRe
Tapi aku tahu, ini bukan sekadar teh dan pisang. Ada sesuatu dalam sorot matanya yang berbeda. Aku duduk di balkon lantai atas. Dia berdiri di ambang pintu. Kami tak saling menyentuh. Tapi jarak itu terasa... sangat panas.
811Please respect copyright.PENANAO6wRr1m7Kw
Kami bicara lama. Tentang hidup. Tentang luka. Tentang pilihan.
Dan akhirnya diam.
811Please respect copyright.PENANAhluolJS0Z1
Tapi diam kami bukan kosong. Diam itu seperti api yang membakar pelan-pelan, tanpa suara. Angin laut menyapu jilbabnya, memperlihatkan sedikit lehernya, kulit yang begitu bersih seperti porselen.
811Please respect copyright.PENANAVy9La8eXFv
Dan malam itu, untuk sesaat yang terasa seperti abadi, aku melihat wajah Anissa yang tak bisa kulihat saat pengajian: wajah seorang perempuan yang haus. Yang menahan terlalu lama. Yang mungkin tak pernah benar-benar merasakan "iman yang menyentuh tubuh."
811Please respect copyright.PENANAKXiT06Wzyi
Ciuman itu terjadi bukan karena kami ingin. Tapi karena kami terlalu sering menahan. Dan seperti ombak yang menghantam batu karang berkali-kali... akhirnya dia pecah juga.
811Please respect copyright.PENANAc4NZCVuTZt
811Please respect copyright.PENANAHfa4stAKHY
Esok paginya, suasana kembali tenang. Anissa menyambutku di ruang makan seperti biasa. Jilbab rapi, senyum sopan. Tak ada yang berubah. Kecuali matanya. Kini ia lebih dalam. Lebih tahu.
811Please respect copyright.PENANAFvX213nlqk
Dan aku... lebih terikat.
ns216.73.216.45da2