“Tuhan memiliki rencana baik, sekalipun kita bertemu orang yang salah.”
—Endless Love Story—
ಬ಼ಬ಼ಬ಼
“Jangan pernah melawan kalo mau selamat.” Pemuda itu mengancam disaat ia merasa kewalahan dengan perlawanan Ivy yang berusaha lepas dari dekapannya.
659Please respect copyright.PENANAKaG5FpYHC0
“Lebih baik mati, daripada menurutimu,” sergah Ivy.
Gadis itu tak bisa berbuat apa pun saat tiba-tiba tangan pemuda itu berpindah menjalari tubuh bagian belakangnya. Selain itu Ivy merasa ada sesuatu yang mengganjal perutnya.
Ia tak pernah merasa sehina ini sebelumnya. Hingga setitik air dari mata yang sedari tadi ditahan keluar begitu saja, pertahanan Ivy runtuh. Tubuhnya bergetar dalam dekapan si pemuda.
Mendengar isakkan kecil, perlahan pelukan pemuda berjaket coklat itu mulai mengendur. Pergerakannya berhenti bersamaan dengan Ivy yang menghentikan perlawanannnya.
“Apa gue bisa ngelakuin hal yang gak pernah gue lakuin? Tapi... gue harus tetep nyelesein tugas ini.” Sejujurnya ada sedikit penolakan dari hati kecil pemuda itu. Ia tak tega mengotori gadis baik-baik seperti ini.
Selama si pemuda diam, Ivy terus berpikir untuk rencana. 659Please respect copyright.PENANAvOV8HfUjH1
659Please respect copyright.PENANASbUl9LEVqn
Tak membuang waktu. Ivy memulai aksinya, sebelum orang ini berbuat yang tidak terduga padanya. Gadis itu berjinjit lalu menggigit leher si pemuda. Ia berharap semoga gigitan itu akan memberi reaksi sama seperti sebelumnya.
“Ish...,” erangnya tertahan.
“Apa-apaan cewek ini? Kenapa dia ngelakuin hal yang bisa bangunin animo gue?”
“Sialan! Lo, mancing, ya. Liat apa yang bisa gue lakuin biar lo hamil.”
Seperti ada gelanyar panas yang membara di tubuhnya, detik itu pula ia mulai menggila. Mendekap dan menikmati tubuh belakang Ivy. Meski Ivy berontak, ia terus berusaha mencicipi bibir ranum gadis ini.
Untuk sesaat seluruh tubuh Ivy mematung akibat sentuhan itu. Tetesan demi tetesan air mata mengalir dalam waktu hanya dua detik. Namun Ivy kembali tersadar dan memilih untuk terus berontak saat pemuda brengsek itu hendak menodai bibirnya.
Memukul dan mendorong tidaklah bisa menyelamatkan Ivy. Karena itu dengan semua kekuatan yang dimiliki. Ivy membenturkan lututnya ke arah resleting celana pemuda brengsek ini. Orang berjaket coklat itu lantas jatuh terduduk. Dan detikitu pula Ivy berlari ke arah pintu.
“Aaahk... sial! Awas saja nanti kalo tertangkap. Aku gak akan mengampunimu!" murka si pemuda sambil meringis kesakitan.
Di dekat pintu, Ivy masih berusaha membuka kunci sambil terus menoleh ke arah pemuda itu. Berulang kaki tangannya meleset memasukkan kunci karena bergetar hebat.
Ceklek
“Alhamdulillah kebuka.”
Ia cepat-cepat menutup pintu, lalu menguncinya dari luar. Berharap si pemuda tidak bisa mengejar. Ia berlari menuju lift lalu masuk ke dalam. Rasa takut, cemas, sedih , semua itu ia rasakan.
Ivy terduduk di lantaiyang dingin, menatap nanar bayangan di dinding lift. Penglihatannya perlahan memburam kembali. Bahu mungilnya bergetar. Isak tangis mulai terdengar memenuhi lift itu.
Ia memeluk lutut, menenggelamkan wajahnya di sana. Menumpahkan seluruh air matanya, merutuki semua kejadian yang ia alami. Kenapa harus dia yang merasakan hal ini? Dan kenapa harus insiden hina itu yang menimpanya?
Ia membuang napas berat. Mengenyahkan beribu pertanyaan dan keluh kesah dalam pikiran. Ia jelas tahu, masalah tak akan bisa selesai hanya dengan menangis.
Ia mengusap lelehan air di pipi sambil bergumam, “Aku harus bisa keluar sejauh mungkin dari hotel ini.”
Pintu lift terbuka, ia berdiri membenarka pakaian dan letak tasnya. Lalu berjalan keluar melewati lobby hotel dan berhenti di depan pintu utama sambil melirik jam di tangannya.
Pukul 23.00.
Diusapnya mata yang masih agak basah. Ivy putuskan untuk terus berjalan, meski tak tau harus kemana. Ia hanya mengikuti arah kakinya melangkah.
Ivy memandang ke arah hotel untuk terakhir kalinya. Tak sengaja matanya menangkap sesosok objek di dalam lobby berdindingkan kaca.
Ia terbelakak, “Kenapa lelaki itu bisa keluar? Lalu siapa lelaki yang bersamanya itu?” Tanpa berpikir panjang Ivy berlari menjauhi area hotel. Terus berlari sekencang yang ia bisa.
ಬ಼ಬ಼ಬ಼
Seorang lelaki mengedarkan pandangannya sambil mengatur napas yang terengah-engah. Diikuti seorang pemuda yang lebih tua darinya.
659Please respect copyright.PENANAFXg9rMIcIW
“Dimas, gimana ceritanya dia bisa lepas?” kesal seseorang di belakangnya.
“Ah, maafin gue. Ceritanya panjang,” sesal Dimas sambil menyipitkan mata memastikan sesuatu.
“Farel! itu gadisnya ayo!”
Dimas menunjuk dan berlari kearah objek yang ia maksud. Pemuda dengan jaket coklat dan pemuda lain yang berkemeja merah maroon berlari ke luar hotel. Mengejar target mereka yang lepas.
“Hah... hah... hah...ke mana perginya dia?” Dimas berjongkok untuk meredakan rasa lelah dan mengatur napasnya yang habis karena lari mengejar target yang tak lain adalah Ivy.
Dengan penuh emosi, Farel menarik jaket coklat milik pemuda berambut ikal itu. “Dimas, gue gak mau tau. Pokoknya lo harus bawa balik tuh cewek."
“Iya, gue tau.”
Dimas berdiri melepaskan tangan Farel dari jaketnya. Mata hitamnya mengawasi satu titik, lalu melangkahkan kaki menuju bak sampah yang ada di antara bangunan cafe dan salon.
“Mau, kemana lo?” Farel mengerutkan dahinya. Melihat Dimas yang berjalan mengendap-endap.
“Gue rasa ada seseorang di balik bak sampah itu,” ucapnya selirih mungkin.
“Huh... kagak bakal ada orang. Karena di balik bak itu ada comberan. Lagi pula gue baru aja liat gadis itu masuk ke girl's cafe," jelasnya sambil memandang cafe yang berjarak 100 meter dari tempatnya berdiri.
Dimas menghentikan langkah, berbalik kearah Fatir lalu menarik tangan rekannya yang lebih tua agar ikut berlari bersama menuju cafe tanpa berkata apapun. Pemuda tanggung itu terlalu takut kehilangan targetnya.
Ivy keluar dari balik bak sampah yang beberapa saat lalu dihampiri dua lelaki untuk mencarinya. Ia menghela napas lega, melirik ke kanan dan ke kiri memastikan tak ada tanda-tanda keberadaan dua lelaki tadi. Dirasa aman, Ivy bergegas menjauh dari area ruko di perum ini.
Lelah yang Ivy rasakan. Sudah cukup jauh ia berjalan dan yang ia tahu sekarang, ia berada di area perumahan lain. Ingin sekali istirahat, tapi di mana?
Gadis itu mengedarkan pandangannya berharap ada masjid atau mushola agar ia bisa tidur semalam saja di sana. Namun nihil. Ia tak menemukan apa pun.
'Braak'
Ivy terpenjat, benturan kuat membuatnya menoleh ke sana kemari mencari asal suara. Sekitar lima puluh meter di belakangnya. Ada seseorang yang sepertinya terjatuh dari motor yang dikendarainya. Segera ia menghampiri orang itu.
“Hah, laki-laki? Apa aku harus menolongnya,”batin Ivy bimbang.
Ia sebenarnya tak tega melihat lelaki itu kesakitan. Tapi... ia juga takut kalau ini cuma bohongan. Modus penjahat yang akhir-akhir ini banyak terjadi.
“Tapi... gak ada yang aneh dari gelagat lelaki itu. Sepertinya dia emang jatuh beneran.” Lagi, helaan napas panjang keluar dari bibir mungilnya.
Ivy mendekat. Meraih sebelah tangan berbalut berjaket dan meletakkannya di atas pundak. Membantu orang itu berdiri, lalu menuntunnya menuju ke tepi jalan.
Beruntung orang itu masih setengah sadar, jadi Ivy bisa membaringkannya di rerumputan. Ia kembali mendekati lelaki berjaket itu setelah meminggirkan motor milik orang ini.
Diperhatikannya orang itu. "Lelaki ini tidak sadarkan diri, tidak ada yang berdarah, semoga ia baik-baik saja. Beruntung helmnya tidak terlepas. Aku harus membawanya ke rumah sakit.” Ivy terdiam sebentar.
"Tapi bagaimana aku membawanya? Aku butuh bantuaan saat ini." Ivy mengedarkan pandangan ke sekeliling berharap akan ada seseorang. Namun di sini sepi, tak ada siapa pun.
23.40 WIB
“Ah, pantas saja sepi,” batinnya setelah melirik jam.
Gadis itu mengalihkan pandangan pada kendaraan si pemuda. Motor sport milik lelaki itu juga baik-baik saja, tidak ada yang rusak.
“Kak.”
Ivy menoleh kebelakang, ternyata ada anak laki-laki sekitar 10 tahun berpakaian lusuh dengan sarung menutupi kakinya.
“Kenapa ada anak kecil di jam seperti ini?”
“Kak, kok bengong. Ayo, aku bantuin. Aku tau tadi kakak nyari seseorang untuk membantu kakak, kan? Nah ayo, aku bisa kok kalau cuma mengankat kakak ini ke atas motor,” ucapnya tulus sambil memandang lelaki yang sedang berbaring di rerumputan.
“Nama, adek siapa?” tanya Ivy lalu mendekatinya.
“Aku Beni, kalau kakak?”
“Nama kakak, Ivy.” Gadis itu lantas tersenyum pada anak yang bernama Beni.
“Salam kenal, kak. Yaudah kak, ayo kita bawa kakak ini ke rumah sakit,” ajaknya lalu menghampiri pemuda itu. Dengan jemari kecilnya, ia melepas helm milik korban dengan telaten.
“Kak, ini helmnya. Lebih baik kakak yang pakai.” Ivy menerima helmnya lalu memandang lamat-lamat wajah lelaki itu.
“Hah... lelaki pemabuk di hotel tadi. Kenapa aku harus bertemu denganya?”gerutu Ivy.
“Astagfirullah, ayo Ivy tolong dia.”
Segera ia menaiki motor milik lelaki itu. Tak lama setelah ia benar-benar duduk di jok. Atas bantuan Beni, pemilik motor sport itu sudah duduk di jok belakang. Sepasang tangan yang memeluk perutnya dengan tiba-tiba, sontak membuat Ivy terpenjat.
“Ah, maaf kak mengagetkan. Tapi ini diperlukan agar Kakak ini tidak jatuh saat dibonceng kakak. Dan maaf kak aku harus mengikat tubuh kakak dengan kakak ini pakai sarung,” jelas anak laki-laki itu yang kini hanya memakai celana selutut.
“Iya Beni, gapapa. Seharusnya kakak yang berterima kasih sama kamu karena mau menolong kakak.”
Beni hanya tersenyum sambil mengikatkan sarung pada pinggang Ivy dan tubuh lelaki itu. “Nah, sudah kak. Apa kakak tau rumah sakit yang dekat dari sini?”
Ivy hanya menggeleng lemah.
“Kalau begitu, dari sini. Kakak lurus terus untuk keluar dari kompleks. Belok kiri dan terus aja sampai bertemu lampu merah dua kali. Di lampu merah kedua, langsung belok kiri dan nanti ada plang di jalan yang bisa menunjukkan arah menuju RSUD,” terang Beni dengan wajah seriusnya. Ivy terdiam, mungkin terpesona pada kebaikan bocah kecil ini padanya.
“Ah, makasih ya Beni. Semoga setelah ini kita ketemu lagi,” tutur Ivy sambil membenarkan posisi duduknya.
“Sama-sama kak,” ia tersenyum.
Ivy memakai helm, lalu menyalakan motor dan mulai mengendarainya. Di sepanjang jalan Ivy terdiam. Ia sangat kesal dengan lelaki di belakangnya ini.
Ah, bukan. Bukan kesal, lebih tepatnya membenci. Tapi, ia juga tak bisa membiarkan begitu saja seseorang yang membutuhkan pertolongan, sedangkan ia mampu menolongnya.
“Ini semua karena Allah. Kamu harus ikhlas Ivy.”
Ia melirik wajah pria yang bersandar di punggungnya. “Benar, wajah blasteran inilah. Wajah pemuda jahat, yang berbuat tak sopan padaku.”
Sebenarnya Ivy tidak nyaman berada dalam posisi seperti ini, tapi keadaanlah yang memaksanya. Selama ia hidup, tak pernah sekalipun seorang lelaki memeluknya. Kecuali ayah dan kakeknya. Meskipun lelaki itu dalam keadaan tak sadar, tetap saja Ivy merasa risih.
“Ah... kenapa rumah sakitnya jauh sekali?”
Tiba-tiba, ia teringat kejadian di lorong. “Lelaki ini mabuk. Ia ingin menciumku. Untuk membuktikan kalau ia bukan gay. Hah... kenapa harus aku yang menjadi objek taruhan lelaki ini.”
Ivy menggeleng, ia tidak mau berprasangka buruk karena itu tak akan membawa kebaikan sedikit pun dalam hidupnya. Ia berusaha berkonsentrasi mengendarai motor ini, agar mereka sampai di RSUD dengan selamat.
Setelah 20 menit di perjalanan, akhirnya Ivy sampai di area RSUD. Ia memberhentikan motor di dekat pintu masuk UGD. Tidak menunggu lama, beberapa perawat lelaki membawa brankar. Dengan segera, mereka menurunkan lelaki di belakangnya dan membaringkan tubuh berbalut jaket itu di atas brankar. Sementara pemuda itu ditangani, Ivy memarkirkan motor dan mengurus segala administrasinya.
“Siapa nama masnya mbak?” tanya resepsionis pada Ivy, saat dirinya sedang membayar biaya masuk rumah sakit pria tadi.
Ivy melirik ke kakan ke kiri, “Aku harus bilang apa?”
“Hm... saya gak kenal mbak. Soalnya dia itu tadi kecelakaan dan saya langsung mengantarnya ke sini," jawab Ivy dengan senyuman kikunya.
Resepsionis itu juga tersenyum, memaklumi. Kembali mengetikkan sesuatu di keyboard komputer.
“Nik, ini dompet sama handphone milik pasien yang dibawa mbak ini,” sela perawat laki-laki yang keluar dari ruang UGD.
Resepsionis itu mengambil dompet coklat dan ponsel hitam dari rekannya, menatap Ivy sekilas. “Mbak saya izin buka dompetnya, ya.”
“Silahkan mbak,” angguk Ivy. Matanya ikut memerhatikan pergerakan resepsionis ini.
“Namanya Yudha Hilmy Prayata. Umur 18 tahun. Tinggal di Jakarta Pusat.” Resepsionis itu mengetiknya ke dalam data identitas pasien.
“Ini, Mbak bisa telepon keluarganya dan ini dompetnya. Silahkan mbak tunggu karena pasien masih ditangani,” sambungnya sambil menyerahkan handphone dan dompet milik lelaki bermarga Prayata itu.
Ivy menerimanya, lalu melangkah menuju kursi yang ada di depan ruangan UGD tempat lelaki itu ditangani. Ia duduk disana, lalu memejamkan mata sejenak. Lelah, gelisah, kesedihan, masih ia rasakan hingga kini. Kejadian itu masih membekas di ingatannya dengan jelas.
Ia membuka mata, berdiri dan melangkah. Tujuannya saat ini ialah musholah. Ivy ingin mencurahkan segala keluh kesah dan kesedihan yang ia rasakan pada-Nya. Dengan harapan semoga kegelisahannya luruh disetiap sujudnya.
ಬ಼ಬ಼ಬ಼659Please respect copyright.PENANAAJNQoCFwWt
659Please respect copyright.PENANAdfdAx0r3KD
659Please respect copyright.PENANAtP65lkEKak
659Please respect copyright.PENANA8O6w1zQmeZ
659Please respect copyright.PENANAcevfyZHBYn
Ivy melihat jam yang ada di tangan.
02.15 WIB
Sejak sampai disini, dua jam yang lalu. Ivy sama sekali belum memasuki ruangan di rawatnya Yudha. Ia hanya duduk menunggu di depan ruangan.
“Untuk apa aku memasuki ruangannya. Lagi pula menurut dokter, pasien bermarga Prayata itu tak akan siuman sampai efek alkohol yang ia minumnya hilang. Perkiraan dokter ia akan siuman pukul 3 pagi. Sekitar 45 menit lagi.”
Ia ragu apakah harus ia yang menelpon keluarga pemuda itu sekarang atau biar lelaki itu sendiri yang menelpon keluarganya. Tapi, jika Yudha yang menelponnya, otomatis ia harus bertatap muka dengan Prayata itu untuk mengembalikan ponsel hitam ini.
Setelah berpikir matang. Ivy putuskan untuk menelpon keluaraga Prayata. Ia keluarkan handphone hitam milik Yudha dari tas selempangnya. Memandang sejenak benda itu.
Detik selanjutnya, ia mulai mencari nomor yang dirasa adalah milik orang tua Yudha. Di pencetnya kontak bernama ‘MAMA’, lalu menekan tombol hijau.
Dengan ragu, Ivy mendekatkan ponsel pada telinganya. Terdengar nada tersambung dari telepon.
“Halo, Yudha kamu ke mana aja sih? Kamu tau kan besok mama sama papa mau berangkat. Sekarang kamu tidur dimana?” tanya seorang wanita di telepon dengan nada tinggi.
“Yudha, yud kamu denger mama apa enggak sih?”
“Maaf Tante, ini bukan anak tante tapi—”
“Eh, kamu siapa?” tanya wanita di sebrang.
“Anak tante tadi kecelakaan nabrak pohon di pinggir jalan, kerena ia mengendarai sepeda motor di bawah pengaruh alkohol. Saat itu kebetulan saya lagi jalan di sana, melihat anak tante pingsan. Saya langsung bawa anak tante ke RSUD," jelas Ivy.
Tepat setelah penjelasan dari Ivy berakhir. Terdengar suara isakkan kecil di telepon. “Terima kasih nak, saya akan kesana.”
“Iya Bu, akan saya kirimkan alamat rumah sakitnya.”
Setelah mengatakan itu, sambungan telepon langsung terputus. Wajah Ivy rertunduk, maniknya menatap lantai putih rumah sakit. Masalah ini akan segera selesai. Lalu akan kemana ia setelah ini?
Bersambung...
A/n:
659Please respect copyright.PENANA5kI3CKH3Mb
659Please respect copyright.PENANAFpC476GlEB
659Please respect copyright.PENANAmmwM08gzac
659Please respect copyright.PENANAjpbgx0lspt
659Please respect copyright.PENANAyhprvU37Qq
659Please respect copyright.PENANAgFdvccO6sb
659Please respect copyright.PENANAkI6YWJ5QBa
659Please respect copyright.PENANAHZBAxzNLYi
659Please respect copyright.PENANAoRvtdVO1TO
659Please respect copyright.PENANAYW64feNLsN
659Please respect copyright.PENANAoTOBvr2WQp
659Please respect copyright.PENANAEsrgM7IqEs
659Please respect copyright.PENANAIA9kYX8thJ
659Please respect copyright.PENANAeeQM2qU1lv
659Please respect copyright.PENANAsX3o3GyBrQ
659Please respect copyright.PENANAnuLCJRHk8q
659Please respect copyright.PENANAJWE5z0OJjJ
659Please respect copyright.PENANAFZVHdIXkI8
659Please respect copyright.PENANAr8ycrT6FM6
659Please respect copyright.PENANANfzxi0Jv9F
659Please respect copyright.PENANA5oEt2HsFOQ
659Please respect copyright.PENANALUe5uRioF1
659Please respect copyright.PENANAP63pFNIbMk
659Please respect copyright.PENANAMpicPhhpq9
659Please respect copyright.PENANA9IeIRzYlWz
659Please respect copyright.PENANAv3Q5YeGc22
659Please respect copyright.PENANA6os6hMEMLJ
659Please respect copyright.PENANA5tZyC1MDsZ
659Please respect copyright.PENANAkloYF5x8Un
659Please respect copyright.PENANA0YYfTVu8mp
659Please respect copyright.PENANATWXeD4x0qt
659Please respect copyright.PENANAXuQY5dG6KK
659Please respect copyright.PENANAzaIKzwowVB
659Please respect copyright.PENANAWnuHT3pbOl
659Please respect copyright.PENANAg3u7lqgDYR
659Please respect copyright.PENANAdsO5LDljzR
659Please respect copyright.PENANAOev498QcbY
659Please respect copyright.PENANAYKJET0SaXQ
659Please respect copyright.PENANAYcBMi4AHaa
659Please respect copyright.PENANAIiviQ0kyUu
659Please respect copyright.PENANA37S0bfIQef
659Please respect copyright.PENANAzNyL0W2FHV
659Please respect copyright.PENANAhR0b3PhAA0
659Please respect copyright.PENANATKwz1PADpi
659Please respect copyright.PENANA8j8eLMHXuS
659Please respect copyright.PENANARHrerid0p0
659Please respect copyright.PENANA6hgmTOW6si
659Please respect copyright.PENANA6CdubqFa4r
659Please respect copyright.PENANAq6nrFk6Zwe
659Please respect copyright.PENANAPKzQ6ah6fX
659Please respect copyright.PENANAMNMtXg52zj
659Please respect copyright.PENANA0nvBsaBS8R
659Please respect copyright.PENANA7jYOsxmDmK
659Please respect copyright.PENANArvuPVVB9bm
659Please respect copyright.PENANA1vjQllHICX
659Please respect copyright.PENANAcjRoGavbwj
659Please respect copyright.PENANA7Q07xSCZix
659Please respect copyright.PENANA2eHxvg8vGO
659Please respect copyright.PENANAvOjXD1n305
659Please respect copyright.PENANAqzb14Gvv28
659Please respect copyright.PENANAtsKk7j0PFG
659Please respect copyright.PENANAnhyF7sNP9D
659Please respect copyright.PENANA4lvWUTYBfv
659Please respect copyright.PENANAuL8dQTORtx
659Please respect copyright.PENANAPeEPZjRwG8
659Please respect copyright.PENANA2LxXlo7rBB
659Please respect copyright.PENANAqcfwkFotsA
659Please respect copyright.PENANAPYrLK6AueO
659Please respect copyright.PENANAj6ezG9BUYe
659Please respect copyright.PENANAqGtRYpg4TS
659Please respect copyright.PENANA4XRS4Toxdo
659Please respect copyright.PENANAuNrY8F0Zsp
659Please respect copyright.PENANAu0jBuSpYQY
659Please respect copyright.PENANArFdUuh3DcP
659Please respect copyright.PENANAjQS84cVzAi
659Please respect copyright.PENANAnFtLDuchVX
659Please respect copyright.PENANA5Z6GZsowPi
659Please respect copyright.PENANApJXZOVqcpc
659Please respect copyright.PENANAn8bvEFzhXE
659Please respect copyright.PENANAoTGmfHp0Bq
659Please respect copyright.PENANAhpvX7LQD7B
659Please respect copyright.PENANAb0QioKgzAm
659Please respect copyright.PENANAeAlevkTIvE
659Please respect copyright.PENANAoeEHWq71EA
659Please respect copyright.PENANAc0tp2PeGMN
659Please respect copyright.PENANA7udQT37igl
659Please respect copyright.PENANAKvNF6yRAid
659Please respect copyright.PENANAhl8KZctJAH
659Please respect copyright.PENANAGWOlwOJJ8G
659Please respect copyright.PENANAE3JkewFsvn
659Please respect copyright.PENANAo8oeAHpgH5
659Please respect copyright.PENANA3PSYCUzGMB
659Please respect copyright.PENANA8YBSDnjC0U
659Please respect copyright.PENANAIa2MQhWcfa
659Please respect copyright.PENANAGOy0Jnzk6p
659Please respect copyright.PENANA02NfCejRAh
659Please respect copyright.PENANAaOZjDXgCqH
659Please respect copyright.PENANAhIl7t1kWqW
659Please respect copyright.PENANAS0PKjpe2l2
659Please respect copyright.PENANAgCTZVMApmJ
659Please respect copyright.PENANAJcfdmVcSTd
659Please respect copyright.PENANAwzK4L5ToyS
659Please respect copyright.PENANA6PPjDIvm5J
659Please respect copyright.PENANADKokKkbmI3
659Please respect copyright.PENANA9yrzhvPhqm
659Please respect copyright.PENANAcsDfLTnsgE
659Please respect copyright.PENANATIWQXZ2rhe
659Please respect copyright.PENANAmnvADgK6al
659Please respect copyright.PENANA8oLYE227JR
659Please respect copyright.PENANAe556hTC7lK
659Please respect copyright.PENANAFURfZvwRuA
659Please respect copyright.PENANAwPvNEdOVmi
659Please respect copyright.PENANAxPBvMMt1t9
659Please respect copyright.PENANA6UBsqtsPvp
Hayo. Bakalan kaya gimana Ivy setelah ini? Hoho, nantikan kelanjutannya yaa... 659Please respect copyright.PENANA5iUOxLGK1I
659Please respect copyright.PENANAfTRU1uq5DO