HERMAN POV
Mobilku berhenti tepat di depan gerbang sekolah Karin, setelah beberapa saat beristirahat di rumah akhirnya mulai hari ini putri tiriku itu kembali ke bangku sekolah. Aku dan Marcella bersepakat untuk lebih protektif kepada Karin, bagaimanapun kejadian tempo hari cukup menyadarkan Kami jika keselamatan keluarga adalah yang paling utama. Meskipun hari ini jadwalku cukup padat, tapi Aku tidak mau kecolongan lagi, sebisa mungkin Aku sisihkan waktu hanya untuk menjemput Karin dan mengantarkannya kembali ke rumah dengan selamat.
Setelah menunggu beberapa saat akhirnya Karin keluar dari dalam sekolah, langkahnya ringan berjalan menuju mobil, beberapa kawan-kawannya tampak melambai ke arah Karin, Aku pikir Karin sudah bisa melupakan kejadian tempo hari dan kembali bisa bergaul seperti semula dengan lingkungannya. Aku cukup mensyukuri hal itu.
" Sudah lama Pah?" Tanya Karin setelah masuk ke dalam mobil dan duduk di kursi.
"Baru juga nyampek, langsung pulang ?"
"Iya Pah."
Aku langsung meyalakan mobil kembali, dan melaju perlahan menembus lalu lintas kota. Disepanjang perjalanan Kami berdua terlibat obrolan asyik dan ringan, Karin sudah berubah, sikap jutek dan judesnya terhadapku nyaris tak berbekas. Sekarang dia lebih terbuka, lebih tepatnya dia mulai bisa menerima kehadiranku sebagai Ayahnya. Karin begitu lepas menceritakan harinya di sekolah, beberapa kali dia tertawa riang saat Aku menimpali semua celotehnya dengan candaan, saking asyiknya bercerita perjalanan terasa cukup singkat, hingga akhirnya mobilku sudah berada di garasi rumah.
"Mamamu masih belum pulang sepertinya." Kataku saat melihat keadaan rumah sepi melompong.
"Ya udah nggak apa-apa Pah, Aku di rumah sendirian aja, Papa balik ke kantor lagi." Ucap Karin, Aku masih belum tega meninggalkan Karin sendirian di rumah.
"Aku tunggu Mamamu pulang aja, nanti baru balik ke kantor lagi."
"Aku udah nggak apa-apa kok Pa, beneran." Karin mencoba meyakinkanku.
"Iya, Papa tau, tapi Papa nggak mau kecolongan lagi. Sekarang Kamu naik ke atas, ganti baju, Papa tunggu di meja makan, Kita makan siang bareng." Ujarku, Karin menuruti perintahku, putri tiriku itupun beranjak ke kamar tidurnya di lantai dua, Aku amati gerak tubuhnya dari belakang, langsing dan cukup menggoda.
Segera Aku kuasai pikiranku, secepat mungkin Aku hilangkan hasratku terhadap Karin. Aku lalu menuju meja makan, biasanya Marcella sudah meninggalkan makanan di sana, benar dugaanku, beberapa potong ayam goreng sudah tersaji di atas meja bersama semangkuk tumis kangkung kesukaanku. Aku menyiapkan piring untukku dan Karin, tak lupa juga menyiapkan air minum, tak berselang lama Karin turun dari kamarnya. Pandanganku langsung tersita, bagaimana tidak, Karin mengenakan celana pendek dan tang top, lekuk tubuhnya kini jelas terlihat.
"Udah siap Pah?"
"Heh ? Apanya?" Jawabku gelagapan.
"Makanannya lah."
"Oh, iya, sudah siap kok. Yuk makan." Kataku, entah ada apa dengan otakku kali ini, Karin benar-benar membuatku salah tingkah, entahlah apakah dia menyadari hal itu atau tidak.
***
KARIN POV
Aku duduk tepat di hadapan Papa, entah kenapa Aku merasa jika tingkah Papa berbeda setelah Aku turun dari kamar. Sesaat Aku melihat penampilanku, apa ada yang salah ? Entahlah, mungkin ini hanya perasaanku saja. Kami menyantap masakan Mama dengan lahap, sesekali Kami kembali ngobrol, jujur Aku sudah mulai sangat nyaman bercerita dengan Papa. Tapi, kembali lagi pandangan Papa terhadapku menjadi berbeda, sesekali dia menatapku dengan pandangan nakal.
Aku sama sekali tak merasa risih, entahlah, apa yang sedang terjadi padaku juga kali ini. Ingatanku kembali pada saat aku melihat Papa menyetubuhi Mamaku tempo hari, Aku masih ingat betul bagaimana perkasanya tubuh Papa saat meniduri Mamaku. Badannya yang kekar, dan tentu saja batang penisnya yang panjang berurat. Semuanya tergambar jelas di otakku saat ini. Meskipun kali ini Papa mengenakan kemeja lengan panjang dan celana kain hitam, tapi Aku merasa saat ini Papa sedang telanjang di hadapanku. Gila.
"Karin."
"Eh iya Pa?" Papa membuyarkan lamunanku.
"Sini biar Papa beresin piringmu." Papa menghampiriku sambil menenteng piring kotor miliknya, saat mendekatiku senyum Papa merekah, aroma parfumnya seperti membiusku.
"Kamu cantik hari ini Karin." Bisik Papa tiba-tiba tepat di belakang telingaku, sesuatu yang membuatku merinding, bukan karena ketakutan, tapi entah karena apa. Papa hanya mengatakan itu kemudian beranjak meninggalkanku menuju dapur tempat cuci piring, Aku menatapi punggungnya menjauh, dadaku berdegup kencang saat Papa menghentikan langkahnya dan menoleh ke arahku sambil tersenyum.
DEG !
Dunia seperti berhenti berputar sesaat untukku, senyum Papa memiliki makna lain yang sulit Aku gambarkan. Perasaanku saat ini campur aduk, hingga sulit untuk bisa menjelaskannya. Papa berjalan kembali menuju dapur, sesaat kemudian gemercik air dari wastafel terdengar dari sana. Entah apa yang sedang merasukiku, Aku melangkahkan kaki menuju dapur, Aku melihat Papa sedang mencuci piring, dia menggulung lengan bajunya, Aku menatapnya dari jarak tak sampai 10 meter.
"Kamu kenapa di situ Karin?" Tanya Papa yang menyadari kehadiranku, Aku hanya terdiam tapi langkah kakiku kembali mendekat. Dadaku berdebar kencang saat Aku sudah berada tepat di belakang tubuh Papa. Kemudian sesuatu yang sulit Aku bayangkan terjadi, Aku memeluk tubuh Papa dari belakang, hangat dan nyaman, hanya itu yang bisa Aku rasakan saat ini.
"Kamu kenapa?" Tanya Papa kembali, sebelum dia mematikan air dari wastafel. aku merasakan punggung tanganku basah karena Papa menggenggamnya. Kami terdiam untuk beberapa saat, Aku masih memeluk Papa dari belakang.
"Karin sayang Papa." Begitu saja kalimat itu meluncur dari bibirku, Papa kemudian membalikkan badannya, tubuhnya tinggi besar membuat kepalaku mendongak hanya untuk melihat wajahnya.
"Papa juga sayang Karin." Ucap Papa sebelum kembali memelukku dari depan, Aku merasa begitu bahagia mendengar hal itu, Aku semakin mendekapkan tubuhku, Kami berpelukan seperti orang yang sama-sama sudah lama tak berjumpa.
Beberepa saat kemudian Papa melepaskan pelukannya, perlahan wajahnya mendekati wajahku, aroma nafasnya sampai tercium olehku. Dadaku berdegup semakin kencang, Aku sama sekali tak menghindarinya, semakin lama semakin dekat, lalu kemudian bibirnya sudah menempel pada bibirku. Tangan Papa mengelus pipiku, bibirnya terbuka, lidahnya terasa hangat menempel tepat di atas bibirku. Aku memejamkan mata, kemudian ikut membuka bibir. Lidah kami saling bertemu, Papa seperti mengajariku untuk berciuman dengan baik dan benar. Kami saling memagut,nafasku menderu kencang mengimbangi permainan lidah Papa.
"Eeemmcchhh !" Lenguhku manja saat Papa menyedot lidahku.
"Sakit?" Tanya Papa, Aku hanya menggelengkan kepala.
Papa tersenyum, tanpa aku duga Papa mengangkat tubuhku dari depan, kedua tanganku mencengkram lehernya, sementara kedua kakiku melingkari pinggulnya. Papa mendorong tubuhku ke belakang sampai menempel dinding dapur. Beberapa saat Kami hanya saling berpandangan, tidak ada satu katapun yang keluar.
"Papa sayang Karin." Ucap Papa sebelum kembali membenamkan bibirnya pada bibirku, Aku melayaninya, mengimbangi permainan lidah dan bibir Papa.
Tubuhku terasa sedang melayang begitu tinggi, Aku benar-benar lupa jika pria yang sedang menciumiku saat ini adalah suami dari Mamaku. Kami saling memagut, semakin lama semakin panas, air liur kami sudah saling bertukar. Desahan kemudian terdengar, apalagi saat bibir Papa berpindah ke leherku, geli sekali, membuatku tak tahan untuk mendesah menahan nikmat. Papa begitu pandai memainkan lidahnya.
"Mas ! " Seketika Papa menurunkan tubuhku, Kami saling berpandangan, tak bersuara, tapi seperti mengerti apa yang harus dilakukan saat ini.
"Oh kalian di sini, kirain kemana." Ucap Mama yang kini sudah berada di dapur, Papa membilas piring sementara Aku berpura-pura menata pirin di atas rak.
"Sudah pulang Ma? Tumben lama banget ?" Kata Papa tenang, nyaris seperti tidak terjadi apa-apa, sementara dadaku masih berdegup cukup kencang, sampai-sampai tak berani menatap wajah Mama.
"Iya nih, maaf ya Pah. Tadi ada diskon besar-besaran, Karin ayo bantu Mama ngluarin belanjaan dari mobil."
"Iya Mah." Aku bergegas melangkah menuju ruang depan dengan perasaan was-was, Aku takut jika Mama mengetahui apa yang baru saja terjadi antara aku dengan Papa. Aku menoleh ke belakang, aku lihat Mama sedang ngobrol dengan Papa, semoga Mama tidak mencurigai kami.
***
HERMAN POV
"Karin kenapa Pa?" Tanya Marcella sesaat setelah Karin beranjak pergi menuju ruang depan.
"Nggak apa-apa Ma, mungkin lagi bete aja." Jawabku dengan santai, berharap agar Marcella tidak mencurigai tentang sesuatu yang baru saja terjadi antara Aku dengan Karin.
"Bete? Bete kenapa Pah?"
"Ya nggak tau Mah, coba nanti Mama tanya sendiri deh ke Karin."
"Kok nggak kayak biasanya, jangan-jangan kalian habis berantem lagi ya? Iya Pah?" Desak Marcella, Aku mencoba untuk tetap tenang.
"Nggak Ma, Kami baik-baik saja kok, orang tadi cuma makan siang bareng sambil ngobrol-ngobrol aja kok."
"Atau jangan-jangan dia habis dibully temen-temennya di sekolah gara-gara masalah dengan Raka ya Pah? Kamu tadi nggak nanya apa gitu ke dia Pah?" Marcella mulai terlihat panik, terlebih saat mengingat peristiwa tempo hari yang menimpa Karin. Aku memakluminya karena bagaimanapun Karin adalah puteri semata wayangnya.
"Mah, tenang. Karin nggak apa-apa, Kamu tuh yang keliatannya lagi kenapa-kenapa." Kataku sambil mengusap pundak Marcella, berusaha agar istriku ini tidak panik dengan alasan yang tidak jelas.
"Aku masih mengkhawatirkan Karin Pah." Aku menghampiri tubuh Marcella kemudian memeluknya dengan hangat.
"It's okay Mah, Kamu jangan terlalu terbebani seperti ini, ada Aku di sini. Karin aman sekarang."
Marcella hanya menghela nafas panjang dan memelukku lebih erat, tak berselang lama Karin muncul dari ruang depan sambil menenteng beberapa bungkus tas plastik besar, raut wajahnya berbeda saat melihatku sedang memeluk Karin, tatapan yang mengingatkanku saat pertama kali Karin melihatku berada di rumah ini, tatapan kebencian. Karin sejenak berhenti, menatapku tajam untuk sesaat sebelum akhirnya meletakkan bungkusan tas plastik belanjaan di ruang tengah kemudian beranjak menuju kamarnya.
226Please respect copyright.PENANAcr4kOZEjT4
*BERSAMBUNG*
226Please respect copyright.PENANAEcI5Z9Y2ym