
Hari-hari berlalu dengan detak jantung yang tak pernah benar-benar tenang.
212Please respect copyright.PENANAyzKezAEZ7C
Kalimat “minggu depan” dari pesan Bima, jatuh pada hari ini. Nadira duduk di meja kerjanya, jemarinya mengetuk permukaannya dengan ritme tak menentu. Layar komputernya menyala, dokumen-dokumen proyek Agra Group terbuka, tapi pikirannya jauh, sangat jauh dari angka-angka dan strategi bisnis.
212Please respect copyright.PENANARaTFJAAxrX
Di sudut layar, notifikasi kalender mengingatkannya: " 19.00 – Meeting dengan Pak Bima." Hanya membaca namanya saja sudah cukup membuat napasnya tertahan..
212Please respect copyright.PENANAD6bSfSQXh1
Bu Ratih, dengan senyum yang khas, telah memastikan pertemuan ini terjadi. Sehari setelah mendapatkan pesan dari Bima, di sela-sela rapat, ia menyenggol Nadira dan berbisik, “Pak Bima sudah menghubungimu? Kuberi dia nomormu. Jangan marah. Pria seperti itu tidak datang dua kali." Nadira sudah menduga akan hal lagi, kalau bukan dari Bu Ratih, dari siapa lagi Bima bisa mendapatkan nomornya.
212Please respect copyright.PENANAEc7TmtRezl
"Ohya..soal kalian di Bali, dia sempat bercerita padaku sebelumnya.” lalu ekspresinya berubah, ekspresi jahil terpancar dari raut wajah Bu Ratih, “Katanya penampilan kamu menarik saat itu, sampai membuatnya pangling? Hmm... Aku bisa lihat kenapa dia tergoda dan makin ingin dekat dengan kamu." Nadira nyaris tersedak air mineralnya. Tapi Bu Ratih hanya tertawa, menambahkan, "Santai, Nad. Dia pria baik. Dan yang paling penting... dia sangat-sangat menginginkanmu."
212Please respect copyright.PENANA6MT9zqry3u
Kalimat itu terus bergema di kepalanya.
212Please respect copyright.PENANA8AerWRTrut
***
212Please respect copyright.PENANAuPgbtge7P7
Restoran itu sepi, hanya diisi oleh bisik-bisik pelanggan dan denting gelas anggur.
212Please respect copyright.PENANAVItCHp4dJW
Untuk pertemuan hari ini, Nadira memilih gaun hitam sederhana yang dipadukan dengan Blazer kerjanya, ia tak mungkin pulang terlebih dahulu untuk mengganti baju. Jadi hari ini ia memilih gaun yang simple tapi tetap profesional untuk dikenakan di kantor. Namun tetap saja gaun itu memberi gambaran lekuk tubuhnya dengan sempurna. Sesuatu yang ia tahu akan menarik perhatian Bima. Dan ia tidak salah.
212Please respect copyright.PENANAJ3yDFaOnqo
Begitu Bima melangkah masuk, matanya langsung menemukannya. Seperti radar yang terlatih. Ia mengenakan kemeja putih lengan panjang dengan jas hitam, tampak sempurna seperti selalu. Tapi yang membuat Nadira tersipu adalah bagaimana tatapannya menyapu tubuhnya, perlahan, dari ujung rambut hingga ke sepatu hak tingginya. Seolah ia sedang menandai wilayah.
212Please respect copyright.PENANA3j3omDpi6g
"Kamu terlihat cantik," ujarnya langsung, tanpa basa-basi, saat duduk di depannya. Suaranya rendah, hanya untuk Nadira.
"Terima kasih," Nadira menjawab, berusaha terdengar biasa saja. Tapi jemarinya gemetar memegang menu.
212Please respect copyright.PENANA6iwm5RHySf
Makan malam berlangsung dengan percakapan ringan, tentang proyek, cuaca, bahkan rekomendasi wine. Tapi di antara semua itu, ada ketegangan yang tak terucapkan. Kaki Bima sesekali menyentuh miliknya di bawah meja. Tatapannya kerap terjebak di bibir Nadira saat ia menyesap anggur.
212Please respect copyright.PENANA3W6qAhYAez
Dan setiap kali ia memanggil namanya—"Nadira" nada suaranya seperti sebuah perangkap..
212Please respect copyright.PENANAGGr1TZJpNm
Sampai akhirnya, Bima meletakkan gelasnya. "Aku lelah berpura-pura," katanya tiba-tiba dan mengganti kata 'saya' yang biasanya digunakan menjad 'aku'.
Nadira mengangkat alis. "Tentang apa?"
212Please respect copyright.PENANAVHTqYhrmEH
"Tentang ini. tentang perasaanku ke kamu." Tatapnya tajam, menggunakan pandangannya untuk menyatakan keseriusannya pada Nadira.
"Aku tidak ingin membuang waktu dengan permainan. Kamu tahu apa yang aku inginkan."Nadira menelan ludah. "Dan apa itu?"
212Please respect copyright.PENANAustxDcCNBL
Bima mendekat, siku di atas meja, wajahnya hanya berjarak sejengkal. "Kamu. Aku mau kamu sepenuhnya."
Dunia seakan berhenti. Nadira bisa mendengar detak jantungnya sendiri, berdebar kencang seperti drum perang.
212Please respect copyright.PENANAoz0ZVdMEvw
"Aku tidak—" ucap Nadira yang juga mengganti gaya bicaranya menjadi lebih casual, namun belum sempat selesai bicara, "Jangan berbohong," Bima memotong, "Aku lihat caramu memandangku. Aku tahu kita memiliki perasaan yang sama."
Nadira tersentak. "I-itu..." Bima tersenyum, "Meskipun tidak banyak kata, tapi bahasa tubuh kita lebih jujur dalam mengungkapkan perasaan kita kan?" Muka Nadira memerah. Ia tidak bisa mengelak dari kalimat itu.
212Please respect copyright.PENANAMEPfdI8cu2
Ia pernah tenggelam dalam fantasinya tentang Bima, semua tentang pria itu mengubah semua yang ada didalam hidup Nadira selama ini. Baginya, pria ini memiliki magnet yang begitu kuat untuk menarik semua hal yang ada di diri Nadira.
Bahkan Nadira meraih orgasme pertamanya dari khayalannya tentang Bima, dan ia sadar, saat ini dihadapannya, ada pintu terlarang yang siap untuk dibuka.
212Please respect copyright.PENANAcaaDCHaN8k
Baca versi lengkapnya lihat dari profile penulis.
ns216.73.216.82da2