
Ustad Cabul
799Please respect copyright.PENANAsg2csyVOQ9
Di sebuah daerah di Pulau Jawa yang dikenal akan kuatnya tradisi keagamaan, kehidupan masyarakat berputar di sekitar pengajian-pengajian dan pesantren-pesantren yang tumbuh di berbagai pelosok. Dari lembaga-lembaga inilah lahir para ustad dan santri yang dianggap suci, pewaris ilmu agama, dan pembimbing umat. Di balik kesalehan itu, tersimpan kisah yang tak terduga—kisah yang bermula dari sebuah desa kecil di pinggiran kota besar.
799Please respect copyright.PENANAEzoBVGSyxw
Desa itu tenang, masyarakatnya hidup rukun, bahkan hubungan antarumat beragama begitu harmonis. Namun, di balik kedamaian itu, tampak jelas jurang kesenjangan sosial yang memisahkan antara muslim dan non-muslim. Mayoritas warga muslim hidup dalam kekurangan. Pandemi yang baru berlalu, disusul musim paceklik yang melanda sawah dan ladang, memaksa banyak kepala keluarga untuk merantau mencari nafkah ke luar daerah. Sementara itu, warga non-muslim justru tampak lebih mapan, karena rata-rata usaha mereka berdiri di luar desa, bahkan di kota besar.
799Please respect copyright.PENANA8B3M4qVGap
Suatu hari, datanglah dua musafir dari sebuah pesantren ternama. Mereka adalah ustad muda yang tengah berdakwah berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya. Ketika tiba di desa itu dan melihat kondisi umat muslim yang terpuruk, mereka memutuskan untuk tidak melanjutkan perjalanan. Mereka ingin menetap dan membantu memulihkan kesejahteraan umat.
799Please respect copyright.PENANAg1CXEj2kV9
Kebaikan hati menyambut mereka. Pak Togar, sang kepala desa yang beragama non-muslim dan dikenal bijak serta dermawan, mengizinkan keduanya tinggal di rumahnya. Ia telah lama menduda sejak istrinya meninggal sepuluh tahun lalu. Di rumah itu, ia tinggal bersama anaknya, Sitor, yang berusia 25 tahun, dan menantunya, Lina, yang telah lima tahun menikah namun belum juga diberi keturunan.
799Please respect copyright.PENANAHSE4mLaIpZ
Namun keajaiban terjadi—Lina akhirnya hamil setelah meminum air yang telah dibacakan doa oleh seorang ustad yang pernah singgah sebentar di desa itu. Sejak saat itu, Pak Togar menaruh rasa hormat yang tinggi kepada para ustad, dan saat Ustad Karim dan Ustad Ijal memutuskan tinggal, ia menyambut mereka dengan tangan terbuka—tak tahu bahwa dari rumah itulah, kisah kelam akan bermula.
Yang tak diketahui oleh warga desa—dan bahkan oleh Lina, sang menantu—adalah bahwa Ustad Karim dan Ustad Ijal bukanlah pendakwah sejati. Mereka adalah buronan, pelarian dari kasus perampokan dan pemerkosaan di luar daerah. Dulu, mereka sempat mondok di sebuah pesantren kecil dan hanya mempelajari agama sebatas untuk menipu. Mereka paham cara bicara lembut, membaca ayat suci dengan tartil, dan menyusun nasihat penuh hikmah. Semua itu hanyalah topeng.
799Please respect copyright.PENANA9ZcSOB76ZE
Kedatangan mereka ke desa itu bukan karena belas kasihan, melainkan karena panggilan dari seseorang yang telah lama menjadi bagian dari jaringan gelap mereka: Pak Togar—kepala desa yang selama ini dikenal bijak dan toleran.
799Please respect copyright.PENANAcQuf2CpOyE
Di mata warga, Pak Togar hanyalah lelaki tua yang hidup tenang bersama anak dan menantunya. Istrinya sudah lama meninggal, dan ia disegani sebagai sosok netral yang mengayomi semua golongan. Tapi di balik keramahan dan wajah tenangnya, Pak Togar menyimpan masa lalu yang kelam dan keinginan yang lebih gelap dari siapa pun di desa itu.
799Please respect copyright.PENANAwva0pE3xUk
Dulu, saat masih muda, Togar adalah bagian dari lingkaran gelap yang berkedok dakwah. Ia mengenal Karim dan Ijal sebagai rekan satu jalan—orang-orang yang tahu cara menyembunyikan dosa di balik ayat dan sorban. Bertahun-tahun mereka tak bersua, hingga suatu hari, dua sahabat lamanya itu menghubungi dari tempat pelarian mereka. Tanpa ragu, Pak Togar menyambut mereka, bahkan menawarkan rumahnya sebagai tempat tinggal.
799Please respect copyright.PENANA6M0xMYKGeR
Namun niatnya bukan sekadar menolong.
799Please respect copyright.PENANAyqH2hfvwdw
Sejak lama, Togar menaruh nafsu pada istri tetangganya—perempuan muda bersuami lemah yang kerap datang untuk meminjam alat atau minta bantuan. Tapi yang paling membuat hatinya gelisah adalah Lina, menantunya sendiri. Sudah lima tahun tinggal serumah, Lina belum juga diberi anak. Dalam pandangan Togar, tubuh Lina adalah godaan yang selalu hadir tiap hari—berjalan di rumahnya, menyajikan makanan, menunduk dengan patuh.
799Please respect copyright.PENANAifNy5M8PkA
Togar tahu, keinginannya terlarang. Tapi kini, dengan kedatangan Karim dan Ijal, semua bisa diatur. Bersama mereka, ia mulai menyusun rencana. Mereka akan membungkus hawa nafsu dengan topeng agama: membuka pengajian, menyebarkan air doa, dan memberikan "ruqyah" kepada perempuan-perempuan yang membutuhkan ketenangan. Warga akan percaya, dan para perempuan akan datang sendiri.
799Please respect copyright.PENANA9qZjRLdGQD
Tak butuh waktu lama. Kharisma palsu Ustad Karim dan kelembutan suara Ustad Ijal membuat para ibu dan gadis desa tertarik. Mereka datang untuk meminta doa, meminta nasihat rumah tangga, dan membawa anak-anak mereka untuk belajar mengaji. Semua berjalan sesuai rencana.
799Please respect copyright.PENANAmVyrNnGAuu
Dan dari rumah itulah, dosa mulai tumbuh dalam diam. Dibalut sorban dan doa, tapi berakar dari nafsu dan tipu daya yang sudah dirancang sejak lama.
Berikut revisi obrolan awal dengan menyesuaikan bahwa Pak Togar adalah non-muslim, dan salah satu ustad gadungan bahkan belum disunat—menekankan betapa palsu dan manipulatifnya para tokoh ini, serta betapa liciknya rencana mereka dibungkus dengan jubah agama:
Malam itu, ruang tengah rumah Pak Togar hanya diterangi lampu minyak yang berkelap-kelip. Hujan baru saja reda, menyisakan bau tanah basah yang meresap ke dalam rumah kayu tua itu. Togar, lelaki paruh baya yang dikenal ramah dan moderat, duduk bersila dengan sebatang rokok kretek di tangan. Di hadapannya, dua tamu barunya—Karim dan Ijal—menyesap kopi sambil melirik satu sama lain.
Togar membuka obrolan lebih dulu, suaranya berat dan datar.
“Jadi… kalian ngaku ustad sekarang?”
Karim tersenyum lebar, cengengesan. “Orang sini gampang percaya, Pak. Asal hafal dua-tiga surat, bisa doa sedikit, udah dianggap wali.”
799Please respect copyright.PENANAzdYVJrVWqj
Ijal ikut tertawa kecil, lalu menyahut, “Padahal saya aja belum disunat, Pak. Tapi kalau udah pakai baju koko, langsung dipanggil ‘kyai muda’.”
799Please respect copyright.PENANAASY1p2LA3O
Togar ikut tertawa, lalu mengangguk puas. “Itu dia alasan saya undang kalian ke sini. Saya tahu kalian dua ini bukan ustad beneran. Tapi kalian ngerti cara mainnya.”
799Please respect copyright.PENANANXNvKPDlmQ
“Main gimana, Pak?” tanya Karim sambil mencondongkan badan, mulai serius.
799Please respect copyright.PENANAVBnV1X38KH
Togar menghembuskan asap rokoknya, matanya menyipit. “Aku ini orang kafir buat mereka. Tapi karena anakku masuk Islam, ya aku ikut toleran. Nah... aku punya masalah. Ada istri tetanggaku. Namanya Rini. Masih muda, suaminya sakit-sakitan. Perempuan itu... tiap kali dia datang ke sini, minta air, minta bantuin benerin genteng... aku pengen, paham?”
799Please respect copyright.PENANA9tygbOnsgL
Karim mengangguk, tatapannya mulai tajam. “Mau kita bantu ‘ruqyah’ dia, Pak?”
799Please respect copyright.PENANAYMOH0yGO9V
“Ruqyah, pengajian, doa-doa... apa aja lah. Yang penting dia nurut. Masuk rumah ini, terus kalian atur. Setelah itu tinggal aku selesaikan.”
799Please respect copyright.PENANAWzwKr4keRE
Ijal tertawa pendek. “Wah, gampang. Tinggal pasang wajah suci, bawa Al-Qur’an kecil, terus bilang dia kerasukan jin birahi.”
799Please respect copyright.PENANAsqAaLnXn6y
Togar menyeringai puas. Tapi belum selesai.
799Please respect copyright.PENANAr4Dx2Mhp8q
“Dan satu lagi,” bisiknya pelan. “Lina. Menantu gue. Masih muda, cakep. Lima tahun nikah sama anakku, belum punya anak. Tiap pagi dia bikin kopi, bersihin rumah. Kadang pakai daster longgar… Astaga.”
799Please respect copyright.PENANAxSuUoYL3EA
Kedua “ustad” itu berpandangan dan tertawa pelan.
799Please respect copyright.PENANAOkOvb5kh3v
Karim menepuk pundak Togar. “Pak… buat orang kafir, nafsu Bapak ini Islami sekali.”
799Please respect copyright.PENANA9gUllSKcrA
“Makanya saya butuh kalian,” Togar menyahut cepat. “Kalau berhasil, kalian tinggal aja di sini seumur hidup. Saya urus semuanya. Di mata orang-orang, kalian bakal jadi wali kampung ini.”
799Please respect copyright.PENANAyZbKnrdmch
Ijal menyeringai. “Gampang. Urusan syahwat yang dibungkus syariat… itu spesialisasi kami, Pak.”
799Please respect copyright.PENANA97Tt3QKUCB
Dan malam itu, di balik canda dan asap rokok, tiga lelaki dengan niat bejat mulai menyusun rencana. Sebuah drama kotor yang dibalut sorban dan doa-doa palsu—siap menjerat perempuan-perempuan lugu yang mencari pertolongan dalam nama agama.
Keesokan harinya, pagi di desa itu seperti biasa—kabut tipis menggantung di antara ladang, dan suara ayam bersahut-sahutan. Tak ada yang menyangka bahwa dari rumah Pak Togar, rencana bejat tengah bergerak pelan, menyaru dalam wujud kesalehan.
ns216.73.216.187da2