
Bab 2: Ceramah, Pantai, dan Nafsu yang Tertinggal
2038Please respect copyright.PENANAWr9dC2LeGC
Setelah malam itu di tabligh akbar, namaku mulai bergaung.
"Habib Amir dari Hadhramaut."
Orang-orang menyebutnya dengan suara penuh getar, seakan tiap huruf mengandung berkah. Padahal satu-satunya pasir yang pernah aku injak ya di lapangan bola kampung waktu kemarau panjang.
2038Please respect copyright.PENANApulJkwMlqi
Tapi hidup harus terus berjalan, apalagi kalau berjalan di atas panggung—pakai sorban, suara mendayu, dan mata yang sedikit sendu. Itu cukup untuk membuat para jemaah percaya, apapun yang keluar dari mulutku adalah sabda.
2038Please respect copyright.PENANAMXGB9uwREz
Sampai akhirnya, sebuah undangan datang dari Pangandaran.
2038Please respect copyright.PENANAypmugLaK5W
2038Please respect copyright.PENANAMKpaz5oiSi
---
2038Please respect copyright.PENANA8BWogp5BFz
Aku diundang sebagai pembicara tamu dalam majelis kecil di sebuah wisma pinggir pantai milik keluarga seorang dermawan. Katanya, mereka rutin mengundang habib muda untuk “menyegarkan rohani” para ibu-ibu yang mengelola koperasi nelayan dan bisnis pariwisata lokal.
2038Please respect copyright.PENANAZkwPfYC2mD
Aku mengiyakan. Bukan karena dakwah—tapi karena sudah lama aku ingin kabur sebentar dari kota dan segala tatapan curiga ustaz-ustaz asli yang mulai bertanya-tanya kenapa aku tak pernah bawa sanad nasab. Pangandaran terdengar cukup jauh... dan cukup aman.
2038Please respect copyright.PENANAd6M7C98RZw
Sesampainya di sana, aku disambut oleh Deden, lelaki paruh baya yang katanya dulunya mantan aktivis rohis yang gagal jadi guru ngaji, lalu banting setir jadi pengelola kebun sekaligus penjaga toko bangunan.
2038Please respect copyright.PENANAQyeEAFA9V2
Orangnya santai, humoris, dan langsung cocok denganku setelah ngobrol beberapa menit.
2038Please respect copyright.PENANApm9R9i5GX8
“Nginep aja di rumah saya, Bib. Gak usah repot bayar hotel,” katanya.
Rumahnya sederhana tapi rapi. Ada pohon belimbing di halaman dan angin laut yang selalu datang tiap sore. Sesuatu yang tak bisa kau beli dengan infak dari jamaah.
2038Please respect copyright.PENANAMmlL5zUgIG
Deden ternyata lebih dari sekadar orang lokal ramah.
Di malam kedua, saat kami duduk di teras sambil minum kopi jahe, ia mulai membuka lembar masa lalunya.
2038Please respect copyright.PENANAZU1gVMrOIA
“Gua duda, Bib.”
Kalimat itu diucapkannya datar.
2038Please respect copyright.PENANAsCVvFTqF1E
“Cerai... gara-gara gak kuat ngimbangin nafsu bini gua. Satu-dua ronde gak cukup. Harus tiap malam. Lama. Kadang pagi juga minta. Katanya biar semangat masak.” Deden menghela napas.
Aku diam. Sedikit tertawa dalam hati, karena rasa lelahnya terdengar seperti doa yang tak dikabulkan.
2038Please respect copyright.PENANAAX4rpoWS2R
“Wajah dia gimana?” tanyaku akhirnya.
2038Please respect copyright.PENANANLXsQzXDU0
“Manis. Cantik banget malah. Tapi lebih manis kalo udah minta sesuatu di kamar. Badannya... aduh. Pokoknya tiap suaminya pasti kewalahan. Tiga kali nikah, semua cerai.”
Aku makin penasaran.
2038Please respect copyright.PENANAAwd9GjH0hB
“Apa sekarang dia udah kawin lagi?”
2038Please respect copyright.PENANAnSVXnyhNfo
“Nggak. Tapi dia bantuin kakaknya jaga wisma deket pantai. Namanya Anissa.”
2038Please respect copyright.PENANAdqCWSw44r3
Nama itu seperti alunan rebana yang terlalu lembut tapi meninju dada.
Aku pura-pura tidak tertarik, tapi pikiranku mulai main jauh.
2038Please respect copyright.PENANAfYSaR4pM0k
“Boleh dikenalin?” tanyaku sambil memainkan tasbih plastik yang kini kubawa ke mana-mana.
“Siapa tahu bisa dakwah sambil silaturahmi.”
2038Please respect copyright.PENANAxzrYx5KiJx
Deden tertawa. “Tapi hati-hati Bib... yang ini bisa bikin orang bertobat sambil nahan jeritan.”
2038Please respect copyright.PENANAZxVLiQFIyz
2038Please respect copyright.PENANAHgElYNbwE7
---
2038Please respect copyright.PENANASNChzvBciL
Keesokan harinya, aku mampir ke wisma tempat Anissa bekerja. Ia sedang menyapu halaman. Langit mendung, pantai sepi, dan hanya ada suara burung camar dan desiran ombak.
2038Please respect copyright.PENANAGbX6GjTn28
Anissa... bukan sekadar cantik. Ia punya aura tenang, semacam gabungan antara wanita yang terlalu sering disakiti dan terlalu terbiasa mengendalikan situasi. Sorot matanya tajam, tapi hangat. Bibirnya kecil dan penuh. Gerakannya tenang, tapi terukur.
2038Please respect copyright.PENANAp9GJcqhRuV
Waktu dia melihatku, dia hanya tersenyum singkat.
2038Please respect copyright.PENANAveAZGL5xHC
“Habib dari kota, ya?”
Suaranya bening. Tidak dibuat-buat.
2038Please respect copyright.PENANAj2WYTGX1Cr
“Panggil Amir aja,” jawabku sambil menunduk, gaya andalan tiap bertemu perempuan—menunduk tapi lirikan mata tetap bekerja.
2038Please respect copyright.PENANAhCBThKKNs0
Kami ngobrol sebentar. Tidak lama, tapi cukup untuk tahu bahwa Anissa bukan tipe perempuan mudah kagum pada gelar atau sorban. Itu membuatku makin tertarik.
2038Please respect copyright.PENANAs8fla1VR93
2038Please respect copyright.PENANAZjqZEXYh0T
---
2038Please respect copyright.PENANAJHdVHiILpg
Di malam harinya, aku mengisi pengajian kecil di aula wisma. Para ibu duduk manis, beberapa membawa buah tangan, satu-dua mengedip saat aku mulai ceramah tentang cinta Nabi dan Sayyidah Khadijah—tema andalanku.
2038Please respect copyright.PENANAzhd0t0XTky
Di sudut aula, Anissa berdiri sambil menyeduh teh. Tak banyak bicara, tapi sesekali menatapku lama. Bukan seperti jemaah lain. Tatapannya berbeda. Seperti... menguliti kebohongan dari balik jubah.
2038Please respect copyright.PENANA5N12jMcJrS
Aku tahu perempuan seperti itu tidak bisa ditaklukkan dengan kutipan hadis semata. Tapi justru itu yang membuatku ingin mencoba.
2038Please respect copyright.PENANAa9UVnANkrN
2038Please respect copyright.PENANA5eo4kpUX3E
---
2038Please respect copyright.PENANAX8CKrQgomZ
Di kamar malam itu, aku membuka jendela. Angin pantai membawa aroma garam dan gairah yang tak bisa dijelaskan.
2038Please respect copyright.PENANAajXuU8t542
Dan di antara suara ombak yang menabrak karang, aku menyadari sesuatu:
Di Pangandaran, bukan cuma dakwah yang diuji. Tapi juga nyali.
2038Please respect copyright.PENANAUaBHjWc2kI
Anissa bukan jemaah biasa.
Dia adalah godaan yang menunggu...
Menguji sejauh mana seorang "Habib palsu" mampu menyembunyikan nafsu asli.
Bagi yang butuh akses mudah tanpa CreditCard bisa ke
https://victie.com/novels/menyesatkan_keluarga_sakinah
Cek koleksi cerita lainnya dari suhu suhu saya di
https://t.me/+3OoiCK8fS5swZjY9
Jangan Lupa Follow dan Bookmark di sana ya
Matur Thankyou
ns216.73.216.238da2