Sejak malam itu, suasana di wisma tak lagi sama. Bukan karena Anissa mulai jaga jarak dia masih sering datang membawa teh atau semangka potong saat aku selesai ceramah kecil di mushola samping taman. Tapi ada aura berbeda yang terasa sejak Asanah untuk pertama kalinya memandangku tanpa senyum... tapi juga tanpa marah. Tatapannya diam-diam menggali, seakan membaca kitab besar yang kusembunyikan di balik jubah putihku.
1826Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡLvpjMAir5X
Hari-hari berikutnya, aku mulai menyadari kalau wisma ini bukan rumah biasa.
1826Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡyWAqqKtxOb
Selain Asanah
1826Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡ9IAC4ZOsUD
1826Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡeGKkH4TYbs
dan Anissa,
1826Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡ4Bgzb30SCQ
1826Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡv7OpRzE1S4
rumah ini juga dihuni oleh dua gadis muda:
1826Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡ49gXLlDFxl
Siti, si sulung, baru menginjak 17 tahun berwajah lembut, pemalu, dan selalu membawa buku tafsir kemana-mana.
1826Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡ9UHsNs4pVK
1826Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡc9ya11ZRRn
Aminah 15 tahun putri ke dua ustadzah Amanah yang badannya chubby
1826Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡyej6yuJUKP
1826Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡPIenhT2Y4K
Dan Amanah, 14 tahun, jenaka dan cerewet, sering menatapku diam-diam dari balik tirai ruang tamu.
1826Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡ5wBbyGYDSj
1826Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡCWhP1ZXoWu
Kedua gadis itu, meski muda, sudah belajar menjaga sikap. Tapi sorot mata mereka tidak bisa berbohong: ada rasa ingin tahu besar setiap kali aku bicara di ruang keluarga.
1826Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡaeBkgMbsYu
Di sisi lain, ada pula Maimunah, pembantu rumah tangga berusia 32 tahun yang ikut tinggal di paviliun belakang.
1826Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡXwtmdZuN0T
1826Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡzkClW8wZRc
Perempuan bersuara lembut dengan kulit sawo matang dan postur tubuh yang... jujur saja, terlalu berisi untuk disebut "hanya pembantu". Matanya sipit, wajahnya selalu tertutup kerudung kecil, tapi caranya membungkuk saat membersihkan karpet sering membuatku harus segera beristighfar.
1826Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡxHTxJr1z3W
Rumah ini seperti miniatur dunia perempuan dari berbagai usia semuanya bersih, anggun, tapi menyimpan sesuatu di dalam. Dan aku... seperti dijebak untuk menguji setiap sisi diriku dalam ruang-ruang yang terlalu sempit untuk lari.
Suatu sore, aku sedang duduk membaca kitab kecil di teras depan ketika Asanah menghampiri. Ia tak membawa apa-apa. Tidak teh, tidak buku, hanya dirinya dengan jilbab warna krem dan gamis bersih yang menjuntai tanpa kerut.
1826Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡQMtQWYYz8P
“Habib,” katanya. Suaranya tenang seperti biasa, tapi ada tekanan baru di ujung nadanya.
Aku menoleh. “Iya, Mbak Asanah.”
1826Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡumpMxqO3iq
Matanya menatap kitab yang kupegang. Tangannya menyentuh daun kering di pagar kayu.
“Kadang orang memegang kitab bukan untuk membaca, tapi untuk dilihat sedang membaca.”
1826Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡ4xolcR61RT
Aku terdiam. Itu bukan sindiran biasa. Itu tembakan peluru berlapis madu.
1826Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡRdxcqPby0A
“Saya memang belum banyak paham, Mbak. Tapi saya mencoba,” jawabku hati-hati.
1826Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡAHOCds6Iuo
Dia duduk di kursi seberang. Kakinya disilangkan, matanya menatap laut di kejauhan.
1826Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡ8Pgq5ANCKH
“Kamu bukan dari Hadhramaut, kan?”
1826Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡS1XgDdi3Lw
Jantungku sedikit kaget. Tapi aku pura-pura tersenyum.
1826Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡ3oyVJlmJ8F
“Ayah saya berdarah Timur Tengah. Tapi saya lahir di sini.”
1826Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡhGeSCfFseh
“Asal-usul itu bisa dicari. Tapi kebiasaan bicara… lebih jujur daripada silsilah.”
Lagi-lagi tatapannya menusuk.
1826Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡTakmWwkUA8
“Mbak ragu sama saya?”
“Tidak. Saya hanya paham wajah-wajah yang menyembunyikan sesuatu.”
1826Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡcTX4WMD3kc
Ia menghela napas, lalu berdiri. “Tolong jangan ajari anak-anak saya bicara manis kalau ujungnya pahit.”
1826Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡucNjlyIYo8
Aku tidak menjawab. Hanya diam, sambil menatap punggungnya yang perlahan menjauh masuk rumah.
Malamnya, aku makan malam bersama seluruh penghuni rumah. Siti duduk diam, hanya sesekali tersenyum saat aku memuji masakannya.
“Yang masak bukan saya, Habib. Maimunah yang bikin,” katanya pelan.
Di dapur, Maimunah hanya tertawa pelan sambil mengaduk sop, seolah tahu pujian itu bukan buat makanan, tapi untuk kehadirannya yang tak pernah ia nyatakan dengan kata-kata.
1826Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡs2B6uxO30y
Amelia, yang duduk di sebelahku, cerewet bertanya tentang cara menghafal hadis pendek.
1826Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡ1Ik8IU6jm5
“Habib, bener gak kalau mau hafal itu harus malam sambil direndam kaki di air dingin?”
1826Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡ7UZhsUtQUB
“Bisa juga sambil ngaji pelan-pelan,” jawabku sambil tersenyum.
“Tapi jangan pakai air dingin. Cukup pakai hati yang dingin... biar gak terbakar semangat doang.”
1826Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡ9L2OtwB9ci
Amelia tertawa geli. “Ih, Habib ini kayak guru baru.”
1826Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡ5zX6EZ6Txj
Tapi yang tak tertawa... adalah Asanah, yang duduk di ujung meja sambil memperhatikan obrolan kami seperti kepala sekolah yang sedang menilai santri barunya
Setelah makan, aku kembali ke kamar tamu di paviliun. Tapi malam itu... aku tak bisa tidur.
1826Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡJvvSeYDiws
Bayangan wajah Asanah terus membayang. Bukan karena takut, tapi karena tantangan tersembunyi di balik sikap tenangnya. Ia tahu aku pembohong. Tapi tak serta merta mengusirku. Ia membiarkan aku tinggal, berbicara, bahkan makan bersama anak-anaknya. Itu bukan kelemahan. Itu... strategi.
1826Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡPGfCksurMB
Dan Maimunah... beberapa kali aku menangkap matanya menatapku saat membersihkan kamar. Tatapan yang tak sopan, tapi juga tak bisa kusebut penuh dosa. Mungkin hanya... kosong. Tapi dari kekosongan itu, aku tahu: di rumah ini, semua perempuan melihatku. Tapi dengan cara yang berbeda.
1826Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡ02Vi6WTfXR
Anissa dengan rindu, Amelia dengan kagum, Siti dengan hati-hati, Maimunah dengan... rasa penasaran yang dalam, dan Asanah dengan pandangan paling berbahaya
Pandangan perempuan cerdas yang tahu pria di hadapannya adalah kebohongan hidup... tapi membiarkannya berkembang.
1826Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡ5SmcJvJxwB
Dan aku sadar, tempat paling berbahaya bukanlah panggung pengajian. Tapi ruang makan rumah Asanah, di mana semua mata perempuan bisa membaca ayat dalam hatiku tanpa perlu membuka satu pun lembar kitab.
1826Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡCISw2DFDPG
1826Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡY5po9KxVQu
Cek cerita lainnya di
https://victie.com/novels/menyesatkan_keluarga_sakinah
Atau Di bagian Karya
ns216.73.216.238da2
