Kenalin, namaku Joko (18), siswa kelas 12 SMA. Sejujurnya, aku ini siswa yang bodoh, nilai rata-rata try out-ku selalu di bawah 70. Tiap kali hasil ujian dibagi, guru-guruku selalu mengatakan, "Joko, belajar yang bener!" Tapi ya gitu deh, masuk telinga kanan keluar telinga kiri.
2987Please respect copyright.PENANAaX9qRs7zxv
Kebodohanku ini mungkin disebabkan oleh kecanduanku bermain game, terutama Mobile Legends. Bahkan saat ini, aku sedang asyik bermain game. Layar ponsel memancarkan cahaya biru yang menerangi wajahku, dan suara hero favoritku terus berdendang di telingaku. "Double kill!" seruku kegirangan. Rasanya lebih menyenangkan menaikkan rank di game daripada menaikkan nilai try out-ku.
2987Please respect copyright.PENANAccBpOPPe63
"Triple kill!" seruku lagi. Tiba-tiba, "BRAK!" Pintu kamarku terbuka dengan kasar. Aku terlonjak kaget. Pintu kamarku terbuka lebar. Ibuku, berdiri di ambang pintu.
2987Please respect copyright.PENANAUvGxZQVIwv
Ibuku bernama Siti (38), seorang ibu rumah tangga yang selalu mengenakan hijab, bahkan saat didalam rumah. Katanya sih, takut kalau tiba-tiba ada tamu. Meskipun usianya sudah hampir kepala empat, badannya masih terlihat berisi dan kencang, terutama di bagian payudara dan pinggulnya yang lumayan lebar. Aku sering mencuri pandang kearah Ibuku, terutama saat dia membungkuk, yang membuat lekuk tubuhnya terlihat jelas dari balik daster atau baju longgarnya. Jujur saja, pergaulan dengan teman-teman di sekolah yang sering membicarakan hal-hal dewasa, ditambah tontonan bokep yang sering kulihat, membuat pikiranku menjadi sedikit "kotor". Yang membuatku mulai memperhatikan tubuh Ibu dengan pandangan yang berbeda.
2987Please respect copyright.PENANAOyTfVTn9jJ
"Joko! Main game terus! Bukannya belajar!" Suara Ibu menggelegar, memecah keheningan kamar.
2987Please respect copyright.PENANA1LCf2jNwce
"Bentar, Buk, tanggung!" jawabku, mencoba menyelesaikan match ini.
2987Please respect copyright.PENANAnNucjhh9lm
"Enggak ada tanggung-tanggungan! Sekarang belajar!" Ibu melangkah mendekat, lalu dengan cepat menyambar ponsel dari tanganku.
2987Please respect copyright.PENANAE6F3japxad
Aku mendengus kesal. "Percuma belajar, Buk. Enggak bakal masuk ke otak," gumamku, membuang pandanganku ke samping.
2987Please respect copyright.PENANAn1RJJYbpuD
Ibu mendesah. "Makanya semangat, sayang. Kalau kamu niat, pasti bisa kok." Ibu mencoba tersenyum, tapi aku tahu dia sudah mulai lelah dengan kelakuanku.
2987Please respect copyright.PENANAfKZKv8t5x9
"Aku bisa semangat kalau dibolehin main HP," kataku pelan, melirik ponselku yang kini ada di tangan Ibu.
2987Please respect copyright.PENANA3tM9gpidGk
Ibu menggelengkan kepala. "Enggak ada HP-HP-an lagi sampai ujian! Gini aja," katanya, tampak berpikir sejenak. Aku mengangkat alis, sedikit penasaran. "Minggu depan kan kamu try out. Kalau nilai kamu bisa naik, Ibu kasih kamu hadiah deh."
2987Please respect copyright.PENANAnvuc4sGDWo
"Hadiah? Hadiahnya apa, Buk?" tanyaku cepat, mulai tertarik.
2987Please respect copyright.PENANALCZBHszz9C
Ibu tersenyum tipis. "Apa aja, sayang, asal jangan yang berhubungan sama game, kayak skin atau diamond gitu."
2987Please respect copyright.PENANAnetpRKqic3
Seketika senyumku luntur. Sial, kalau bukan game, lalu apa? Otakku berputar mencari ide. Ada sesuatu yang jauh lebih menarik, sesuatu yang belakangan ini sering mengisi pikiranku. Sebuah ide gila muncul di benakku, berisiko, tapi entah kenapa saat ini aku merasa berani. Ini kesempatan!
2987Please respect copyright.PENANABdpq0GjThx
Aku menelan ludah, sedikit ragu, tapi kuputuskan untuk mengatakannya. "Oke, yang enggak ada hubungannya sama game ya..." Aku menjeda, menarik napas dalam-dalam. "Aku pengen… pengen liat itu, Buk." Mataku melirik ke arah payudaranya.
2987Please respect copyright.PENANA9lvukslmEu
Awalnya Ibu tampak bingung, keningnya berkerut. Lalu, seolah petir menyambar, matanya membulat, menyadari apa yang kumaksud. Seketika, tangannya terangkat. Aku menunduk, siap menerima tamparan. Jantungku berdegup kencang, menyesali keberanian bodohku. Habislah aku!
2987Please respect copyright.PENANAuHzIklsqNp
Tapi tamparan itu tak kunjung datang. Perlahan, tangan Ibu turun. Dia menatapku dengan sorot mata yang sulit kuartikan, antara terkejut, marah, dan... entahlah.
2987Please respect copyright.PENANA4AosPKJqc3
Ibu menghela napas panjang. "Oke," katanya, suaranya pelan dan berat. "Kalau itu bisa bikin kamu semangat belajar, dan nilai kamu bisa naik..." Ibu berhenti sejenak, menatapku lurus. "...Ibu setuju."
2987Please respect copyright.PENANARXOCw1YNiU
"Beneran, Buk?" tanyaku. Mataku membelalak, memastikan apa yang baru saja kudengar.
2987Please respect copyright.PENANAKKUjvS3z52
Ibu mengangguk. "Bener, paling juga nyesel entar." ucapnya pelan, nyaris seperti bergumam pada dirinya sendiri. Kemudian pandangannya turun melirik ke arah payudaranya sendiri, ada sedikit kerutan di keningnya, dan bibirnya sedikit mengerucut.
2987Please respect copyright.PENANANlnzu23jEk
"Hah, nyesel kenapa, Buk?" tanyaku, penasaran.
2987Please respect copyright.PENANAh5ATbnWwlf
Ibu hanya menggelengkan kepalanya. "Udah, sekarang yang penting kamu belajar," ucap Ibu, nada suaranya kembali serius. "Kalau nilai try out-mu besok jelek, hadiahnya batal."
2987Please respect copyright.PENANApvkQ31QW89
"Siap 69!" seruku penuh semangat.
2987Please respect copyright.PENANAmYHEqwnWgP
Ibu menghela napas, kemudian berbalik, melangkah keluar kamar. Daster longgarnya bergoyang mengikuti langkahnya, dan pandanganku tak bisa lepas dari pantatnya hingga dia menghilang di balik pintu.
2987Please respect copyright.PENANAPPyhzalDRT
Begitu Ibu pergi, aku langsung meraih buku-buku yang tergeletak di meja belajar. Mataku menatap deretan rumus dan soal-soal pelajaran. Aku merasa ada energi baru yang membakar semangatku. Aku harus mendapatkan hadiah itu.
2987Please respect copyright.PENANAUljr9zkuU5
Hari-hari berikutnya kulalui dengan belajar, belajar, dan terus belajar. Bayangan "hadiah" itu terus terngiang di benakku, menjadi cambuk agar aku tidak lengah.
2987Please respect copyright.PENANAFUFMGanGVY
Dan akhirnya, hari H try out pun tiba. Aku memasuki ruang ujian dengan perasaan campur aduk. Soal-soal terbentang di depanku, dan kali ini, entah kenapa, aku merasa bisa mengerjakannya. Aku menjawabnya satu per satu, dengan keyakinan yang belum pernah kurasakan sebelumnya.
2987Please respect copyright.PENANAzFg2KTHb2S
Seminggu kemudian, hasil try out keluar. Aku melihat hasil try out-ku dengan jantung berdebar kencang. Mataku membelalak melihat nilai rata-ratanya. 80! Aku tidak salah lihat! Aku berhasil! Senyumku merekah, membayangkan hadiah yang akan kudapatkan.
2987Please respect copyright.PENANAXp6LCmhWyq
Aku langsung berlari pulang. Begitu sampai di rumah, aku langsung masuk ke kamar, membuka tas, dan mengambil hasil try out dengan tangan gemetar.
2987Please respect copyright.PENANAJvyIjFLAVm
"Ibuuuuuk!" teriakku sekuat tenaga, suaraku menggelegar ke seluruh penjuru rumah.
2987Please respect copyright.PENANA0hUGmRGsqb
Tak lama kemudian, Ibu muncul di ambang pintu kamarku. Dia mengenakan kaus lengan panjang dan hijab instan berwarna putih.
2987Please respect copyright.PENANAQqvgjv7WVL
"Kenapa sih, Jok? Kok teriak-teriak gitu," tanyanya, keningnya sedikit berkerut.
2987Please respect copyright.PENANAmzOVS2gx5Z
"Ini, Buk! Lihat!" Aku menyodorkan hasil try out-ku padanya. "Nilaiku naik, Buk!"
2987Please respect copyright.PENANAWHGtVXjTTB
Ibu melangkah mendekat, mengambil hasil try out-ku. Matanya menyusuri deretan angka, dan perlahan, senyum tipis mengembang di bibirnya. Dia mengangguk-angguk. "Kan, Ibu bilang juga apa. Kalau semangat pasti bisa," ucapnya lembut.
2987Please respect copyright.PENANAjvsMX7j1yQ
"Semangat dong, Buk! Kan dapat hadiah, hehe," kataku, sambil melirik ke arah payudaranya.
2987Please respect copyright.PENANA3HOIAWSgqK
"Mmm... Sebenernya Ibuk kepikiran buat ganti hadiahnya, Sayang." katanya, sambil sedikit mengernyitkan dahi.
2987Please respect copyright.PENANAHzTc6fmyGD
"Lho, kok gitu sih, Buk?! Ibuk kok ingkar janji sih!" protesku, merasa kesal dan kecewa.
2987Please respect copyright.PENANAxfeQoK0J4i
Ibu menatapku, ada keraguan di matanya. "Udah, Ibuk ganti aja ya, Sayang. Mau top up game juga gapapa deh." katanya, mencoba menawar.
2987Please respect copyright.PENANAIrzBTCLsyx
Aku menggeleng kuat-kuat. "Enggak, enggak mau! Kalau Ibu enggak nepatin janji, Joko enggak mau belajar lagi!" ancamku.
2987Please respect copyright.PENANAvjW0yyPr7I
Ibu mendesah. "Punya Ibuk jelek, Joko. Udah kendor, Ibuk yakin kamu enggak bakal suka." Dia melirik ke arah payudaranya sekilas, ada rona merah di pipinya.
2987Please respect copyright.PENANAqnEZeNuk5I
"Enggak apa-apa, Buk! Aku pasti suka kok!" kataku mantap, penuh keyakinan.
2987Please respect copyright.PENANAIjLUZRldTi
Ibu menghela napas panjang, seolah pasrah. Dia akhirnya mengangguk pelan. "Yaudah," gumamnya, nyaris tak terdengar.
2987Please respect copyright.PENANApcQR8q3OIi
Kemudian, Ibu berjalan mendekat ke arahku. "Tutup pintunya, Jok." kata Ibu pelan, tanpa menatap mataku.
2987Please respect copyright.PENANAf6hbwgiDJU
Aku sedikit terkejut. Menutup pintu? Untuk apa? Pikiranku langsung dipenuhi berbagai spekulasi liar. Apa ini benar-benar akan terjadi? Aku menelan ludah, berusaha menyembunyikan kegugupanku. Walaupun bingung, aku menuruti perkataannya. Aku melangkah menuju pintu, dan menutupnya.
2987Please respect copyright.PENANA6KbKBRRKzT
Ketika aku kembali menghadap Ibu, jemarinya yang ramping sudah meraih ujung kaus lengan panjangnya. Kaus itu terangkat, sedikit demi sedikit, memperlihatkan bagian perutnya, lalu naik lagi, hingga akhirnya memperlihatkan bra merah yang Ibu kenakan.
2987Please respect copyright.PENANA2Q1GWK2X8A
Kemudian, tangan Ibu meraih pengait bra di punggungnya. Suara "klik" pelan terdengar, dan bra merah itu terlepas.
2987Please respect copyright.PENANAz9lh69HfSg
Kini kedua payudara Ibu menjuntai bebas, memang terlihat sedikit kendor seperti yang Ibu katakan sebelumnya, tapi justru itu yang membuatnya terasa lebih... menggoda. Putingnya berwarna coklat gelap, lumayan besar dan menonjol. Kulit di sekitarnya tampak lembut, dengan urat-urat tipis samar terlihat di permukaannya.
2987Please respect copyright.PENANAoST9bstHCM
"Kok diem aja?" Suara Ibu memecah keheningan. Dia berusaha menutupi payudaranya dengan kedua tangannya. "Nyesel ya?"
2987Please respect copyright.PENANAo6FrLz29Wo
Aku tersentak dari lamunanku. "Enggak, Buk! Enggak nyesel! Bagus kok!" kataku cepat.
2987Please respect copyright.PENANAzRbaJOH9QB
Ibu mendengus pelan, menatapku dengan tatapan skeptis. "Halah, paling kamu ngomong gitu biar Ibuk seneng, omong kosong!"
2987Please respect copyright.PENANAkbeQCFnR2e
"Enggak, Buk! Beneran bagus kok!" Sanggahku. Tanpa sadar, aku menunjuk ke arah tonjolan di celanaku. "Ini buktinya, titidku tegang liat nenen Ibuk!"
2987Please respect copyright.PENANAhEMiEOvCQg
Mata Ibu langsung membelalak. Wajahnya yang tadi agak masam kini berubah sepenuhnya, rona merah menjalar ke seluruh pipinya. "Joko!" serunya, suaranya meninggi. "Bisa-bisanya kamu nafsu liat nenen Ibuk?!"
2987Please respect copyright.PENANAfjir8X15T3
Aku sedikit terkejut dengan reaksinya, tapi aku tidak bisa menarik kembali kata-kataku. "Ya namanya juga dikasih liat nenen, Buk! Siapa coba yang enggak nafsu!" Aku mencoba membela diri.
2987Please respect copyright.PENANACAeMmmir5q
Ibu mendesah, lalu dengan ragu dia memegang salah satu payudaranya. "Tapi kan ini nenen Ibuk, Sayang. Dulu waktu bayi kamu ngenyotin tiap hari juga enggak pernah nafsu," Lanjutnya.
2987Please respect copyright.PENANA5RpsDTTUGJ
Aku mendesah. "Itu kan dulu waktu masih bayi, Buk. Sekarang Joko udah gede."
2987Please respect copyright.PENANAlmPabzuJSU
Ibu melirik ke bawah, ke arah tonjolan di celanaku yang terlihat jelas. "Apanya yang udah gede?"
2987Please respect copyright.PENANA0qiyyzMBQl
"Ibuuuuuk!!!" Aku merasa pipiku ikut memanas.
2987Please respect copyright.PENANA7pdBEdUVC8
Ibu tertawa pelan. Tangannya mulai meraih kaus dan bra-nya. "Yaudah, intinya Ibuk udah nepatin janji ya," katanya. "Terus masalah yang lagi tegang itu..." Ibu melirik sekilas ke tonjolan di celanaku, lalu tertawa lagi. "Ibu enggak ada urusan sama itu, ya! Kamu urus itu sendiri!"
2987Please respect copyright.PENANAidSjRfZheq
Aku mendengus. "Iya iya. Tapi bentar dulu dong Buk," kataku, berusaha menahannya agar tidak cepat-cepat memakai baju. Mataku tak bisa lepas dari pemandangan di depanku. Lalu, ide lain muncul. Aku melirik ke arah celana Ibu. "Ngomong-ngomong, boleh liat yang bawah enggak, Buk?"
2987Please respect copyright.PENANAXbEyUe0fS6
Seketika tawanya berhenti. Mata Ibu membulat lagi. "ENGGAK!" serunya, suaranya kembali meninggi. "Ngelunjak ya kamu!" Ibu dengan cepat mengenakan kausnya. "Eh, tapi..." Dia terdiam sejenak, menatapku, senyum tipis kembali mengembang di bibirnya. "Ibu pikirin kalau nilai Ujian Nasionalmu bagus."
2987Please respect copyright.PENANAvGcg6fPjzf
Mataku langsung berbinar. "SIAP 69!" teriakku penuh semangat. Ujian Nasional? Itu tantangan yang jauh lebih besar, tapi hadiahnya juga jauh lebih besar.
2987Please respect copyright.PENANAsZrJeHfwLj
Ibu tersenyum tipis, lalu berbalik dan melangkah keluar kamar. Aku hanya bisa menghela napas, sisa-sisa pemandangan tadi masih terbayang jelas di benakku.
2987Please respect copyright.PENANA4ngWDBm5tI
Aku segera duduk di meja belajar. Ujian Nasional minggu depan. Ini bukan main-main. Aku harus fokus. Aku harus belajar. Bayangan "hadiah" yang dijanjikan Ibu, yang lebih besar dan lebih berani, kini menjadi bahan bakar utama. Aku mengambil buku, membukanya dengan semangat baru. Demi "hadiah" itu, aku akan berjuang habis-habisan!
2987Please respect copyright.PENANAqya4NEcO48
Hari-hari berikutnya kulalui dengan belajar, belajar, dan terus belajar, bahkan lebih keras dari sebelumnya. Setiap kali aku merasa bosan atau lelah, bayangan "hadiah" itu langsung muncul di benakku, memberikan suntikan motivasi yang luar biasa.
2987Please respect copyright.PENANA8k6UFeH5Dt
Dan akhirnya, hari H Ujian Nasional pun tiba. Aku memasuki ruang ujian dengan perasaan yang sangat berbeda. Soal-soal terbentang di hadapanku, dan kali ini, aku merasa siap. Aku mengerjakan setiap soal dengan teliti, mengingat setiap rumus dan konsep yang sudah kuhafalkan mati-matian. Ada beberapa soal yang menantang, tapi aku bisa menyelesaikannya.
2987Please respect copyright.PENANAzUz2fTdYMe
Seminggu kemudian, hasil Ujian Nasional keluar. Jantungku berdebar tak karuan saat melihat namaku di daftar. Mataku langsung tertuju pada kolom nilai rata-rata. Delapan puluh sembilan koma lima! Nyaris menyentuh angka 90! Aku tak bisa menahan senyum lebar yang merekah di wajahku. Aku berhasil! Aku benar-benar berhasil! Ini nilai tertinggi yang pernah kuraih sepanjang hidupku. Langsung saja aku berlari pulang, tak sabar menagih hadiah yang sudah Ibu janjikan!
2987Please respect copyright.PENANAEZ4H0WkNm1
Sesampainya di rumah, aku langsung membuka pintu rumah dengan semangat menggebu. Begitu masuk, aku melihat Ibu sedang duduk di ruang tamu, di sofa, dengan wajah cemas.
2987Please respect copyright.PENANAbfqlmXS8To
"Gimana, Sayang, hasilnya? Bagus kan?" tanyanya.
2987Please respect copyright.PENANApHy5dEMzVY
Aku tidak langsung menjawab. Aku ingin memberinya sedikit kejutan. Aku berjalan menghampirinya dengan langkah pelan, memasang ekspresi cemberut. Ibu menatapku dengan mata khawatir. Semakin dekat, aku bisa melihat gurat cemas di wajahnya.
2987Please respect copyright.PENANAdYWmAPEW8K
Saat sudah berada tepat di depannya, aku langsung menerjang, memeluk Ibu erat. "Ibukkk!" teriakku. "Nilaiku... nilai rata-rataku delapan puluh sembilan koma lima!" Aku melepaskan pelukan, menatapnya dengan senyum bangga.
2987Please respect copyright.PENANAlVz1nxhL0m
Mata Ibu langsung terbelalak. Dia tampak tidak percaya, bibirnya sedikit terbuka. "A-apa? Delapan puluh sembilan koma lima?" tanyanya, suaranya bergetar. Tanpa menunggu jawabanku, tangannya langsung terulur, merebut kertas hasil Ujian Nasional dari genggamanku. Dia memelototi angka-angka itu, seolah memastikan bahwa penglihatannya tidak salah.
2987Please respect copyright.PENANAo3ns1OBuiz
Beberapa saat kemudian, Ibu mengangkat wajahnya, matanya berkaca-kaca. Dia memelukku erat. "Ibu bangga sama kamu, Nak," bisiknya, suaranya penuh haru.
2987Please respect copyright.PENANASzEAm7B0m3
Aku menyeringai sombong. "Harus bangga dong, Buk! Punya anak pinter gini masa enggak bangga?" Aku melepaskan pelukan, menatapnya penuh arti. "Yang lebih penting tu, Ibuk masih inget hadiahnya kan? Ibuk enggak ada niat buat ingkar janji kan?"
2987Please respect copyright.PENANATuAyM7ERQO
"Janji apa?" tanyanya. "Kan Ibuk ngomongnya mau pikirin dulu kalau nilaimu bagus." Lanjutnya, sambil menjulurkan lidah.
2987Please respect copyright.PENANA2YBhgxQmjM
"Kok curang sih, Buk!" protesku. Tapi aku sudah tahu counter-nya. "Kalau Ibuk curang gitu, aku enggak mau kuliah!"
2987Please respect copyright.PENANAnDWChTnGq1
Mata Ibu membelalak. "Eh, berani ngancem Ibu?" tanyanya, keningnya berkerut.
2987Please respect copyright.PENANAaRF379BgAd
"Ya habis Ibu curang sih!" Aku bertahan, tahu bahwa ancaman ini adalah kartu trufku.
2987Please respect copyright.PENANA1EvAv022KI
Ibu mendengus, lalu senyum misterius muncul di bibirnya. Dia menyilangkan tangan di dada, menatapku lekat-lekat. "Emang pengen banget ya liat anu Ibuk?" tanyanya. "Punya Ibuk lebat loh," lanjutnya, matanya sedikit membesar, seolah ingin membuatku jijik. "Enggak pernah Ibuk rawat."
2987Please respect copyright.PENANAQI2czQ7caZ
Aku tahu dia sedang mencoba membuatku merasa jijik, tapi itu tidak akan berhasil. Justru sebaliknya! Aku tersenyum lebar, merasa di atas angin. "Bagus dong, Buk! Aku emang suka yang lebat-lebat gitu," kataku sambil menjulurkan lidah, kali ini dengan ekspresi kemenangan.
2987Please respect copyright.PENANAnpw6wcTCuJ
"Hah?" Ibu tampak sedikit terkejut dengan jawabanku.
2987Please respect copyright.PENANA3mwJ4EBUkP
"Sekarang enggak ada alasan-alasan lagi, Buk. Ayo dong, jangan ingkar janji!" desakku, tak sabar menagih janjinya.
2987Please respect copyright.PENANAfTCQcyxMXT
Ibu menatapku dalam-dalam. Ada perpaduan pasrah dan sesuatu yang lain di matanya, sesuatu yang sulit kuartikan. Dia menghela napas panjang. "Beneran?" tanyanya pelan. Aku mengangguk cepat. "Yaudah deh," gumamnya, nyaris tak terdengar. Kemudian, dengan nada yang lebih jelas, dia berkata, "Tutup pintu, terus kunci sekalian. Takut kalau tiba-tiba ada tamu."
2987Please respect copyright.PENANAr5M5M80CGM
"Yesss!" seruku dalam hati, tak bisa menyembunyikan kegembiraanku. Aku segera berlari ke pintu, menguncinya rapat-rapat. Dan langsung kembali menatap Ibu.
2987Please respect copyright.PENANAzUEVeuJKf1
Perlahan, tangannya bergerak ke pinggangnya, dan mulai menarik turun celana panjangnya. Kain celana itu melorot, memperlihatkan betisnya yang mulus, lalu lututnya. Dan kemudian… celana dalamnya. Berwarna biru muda, menempel erat di selangkangannya, memperlihatkan gundukan samar di baliknya.
2987Please respect copyright.PENANAadROArq9Uo
Ibu kembali menatapku, ada kilatan aneh di matanya. Tanpa ragu, tangannya bergerak ke pinggir celana dalam itu. Dengan gerakan yang lambat, dia menariknya ke bawah. Perlahan, kain biru muda itu melorot hingga akhirnya terlepas.
2987Please respect copyright.PENANAE1mg787nKV
Dan kini, di hadapanku, vagina Ibu terhampar jelas. Bulu vaginanya berwarna hitam pekat, tebal, menutupi sebagian besar area vaginanya, namun tetap menyisakan sedikit celah untuk melihat bibir vaginanya yang sedikit gelap dan agak tebal. Klitorisnya samar terlihat di antara rimba bulu vaginanya, kecil dan mungil.
2987Please respect copyright.PENANA2aKzYd88os
Aku berdiri mematung, menatap pemandangan di depanku dengan mulut sedikit terbuka.
2987Please respect copyright.PENANAt4aQEGgvCV
"Suka banget ya, kok sampe mangap gitu?" Suara Ibu terdengar, memecah kekagumanku. Dia tersenyum nakal, lalu tangannya terangkat, mengusap pelan bulu vaginanya.
2987Please respect copyright.PENANAb5gEFxTrPZ
Aku tersentak, cepat-cepat menutup mulutku. Wajahku terasa panas. "Bagus banget Buk. Tapi... beneran kayak hutan ya, hehe."
2987Please respect copyright.PENANA3LmyPZdtTr
Ibu mendengus, tawanya sedikit keluar. "Itu muji atau ngejek, Sayang?" tanyanya.
2987Please respect copyright.PENANAu2IYBnJRNK
"Muji dong, Buk! Sumpah, bagus banget, Buk!" kataku, bersikeras.
2987Please respect copyright.PENANAw4y8ibS9Z0
"Huuu," Ibu kembali tertawa pelan. Tangannya terus mengusap-usap vaginanya. Setiap sentuhan tangannya membuat area itu terlihat lebih menggoda.
2987Please respect copyright.PENANAcgcAlMzzoc
Kemudian, Ibu menatapku dengan tatapan yang berbeda, lebih lembut, lebih... memabukkan. Sambil terus mengusap vaginanya, dia berkata, "Dulu kamu lahir dari sini lho, Sayang."
2987Please respect copyright.PENANA1CELBkesUq
Aku tersenyum kikuk. "Hehe, pantes aja, kok aku ngerasa pengen reunian," kataku tanpa berpikir.
2987Please respect copyright.PENANAihhgvrV8x8
Mata Ibu langsung menyipit, tawanya mereda. "Hush! Maksud kamu? Mulai nakal ya?!" nadanya sedikit mengancam.
2987Please respect copyright.PENANA0cMWfGiWxP
"Eh, anu itu... anu..." Aku gelagapan, berusaha mencari kata-kata yang tepat. Tapi sudah terlambat, Ibu sudah tahu kemana arah pembicaraanku.
2987Please respect copyright.PENANARYAkMa1hFC
Ibu tertawa melihatku gelagapan, kali ini lebih lepas. Kemudian dia mulai meraih celana dalamnya yang tergeletak di lantai, seolah ingin memakainya lagi. Panik melandaku.
2987Please respect copyright.PENANAwxPi4bm86A
"BENTAR BUKKKK!" seruku, nyaris menjerit. Ibu menghentikan gerakannya, menatapku dengan alis terangkat. Aku menelan ludah, mengumpulkan sisa-sisa keberanianku. "Boleh pegang enggak, Buk?" tanyaku, suaraku sedikit bergetar karena takut sekaligus berani.
2987Please respect copyright.PENANAOxH4jxORKe
Ibu terdiam, matanya membesar. "Hah? Pegang? Mau ngapain kamu pegang-pegang anu Ibuk?" tanyanya.
2987Please respect copyright.PENANACNX3TD4kJI
"Bentar aja kok, Buk, boleh ya... plisss," pintaku, memasang ekspresi memohon.
2987Please respect copyright.PENANAf5kCIrTIbF
Ibu tidak menjawab. Dia hanya menatapku, napasnya sedikit terengah. Tangannya yang tadinya ingin memakai celana dalam, kini terhenti. Perlahan, dia mulai duduk di sofa.
2987Please respect copyright.PENANAj2ZY9OFaTL
Dengan gemetar, aku melangkah mendekat, lalu berlutut di depannya. Mataku tak lepas dari vaginanya. Aku mengulurkan tangan, dan dengan berani, jari-jariku mulai menyentuh, memainkan bulu kemaluannya. Ibu hanya diam, matanya terpejam, tangannya perlahan mengusap rambutku.
2987Please respect copyright.PENANADB84WOMgP1
Aku semakin berani. Jemariku mulai mengusap area vaginanya, merasakan kelembutan kulit di balik rimbunnya bulu. Lalu, pelan-pelan, aku menyelipkan ujung jariku sedikit ke dalam. Ibu tersentak, dan sebuah desahan tertahan lolos dari bibirnya. Tangannya tanpa sadar menjambak rambutku, tidak keras, lebih seperti reaksi kaget.
2987Please respect copyright.PENANABVXmH5suAh
Tak bisa menahan diri, tanpa meminta izin, aku mendekatkan wajahku. Dan dengan nekad, aku mulai menjilat vaginanya.
2987Please respect copyright.PENANAjd25JzUVg8
Ibu tersentak lagi, tubuhnya sedikit melengkung. "Joko! Ngapain?!" desahnya, suaranya tercekat. "Jijik tahu, itu buat Ibuk pipis!"
2987Please respect copyright.PENANAeqdwcGdAGY
Aku tak peduli. Lidahku terus bekerja, menjelajahi setiap inci area itu. Kadang aku menjilat perlahan, kadang menghisap pelan klitorisnya, kadang bahkan memasukkan ujung lidahku ke dalam vaginanya.
2987Please respect copyright.PENANAHLOmlP8ozF
Desahan Ibu semakin keras, memenuhi ruang tamu. Kadang tangannya menjambak rambutku, kadang juga menekan kepalaku, seolah ingin aku lebih dalam. Aku bisa merasakan getaran di tubuh Ibu. Ini gila, benar-benar gila. Tapi rasanya... luar biasa.
2987Please respect copyright.PENANA4F75JFLace
Lidahku terus menari-nari, mencoba mencari titik-titik yang membuatnya mendesah lebih kencang. Getaran di tubuh Ibu semakin intens, napasnya tersengal-sengal.
2987Please respect copyright.PENANA4mQLhRsxNE
Desahan Ibu berubah menjadi rintihan panjang. "Ohh... ahh... Joko..."
2987Please respect copyright.PENANAmnNyxwSRcS
Tiba-tiba, sebuah semburan hangat menerpa wajahku. Cairan itu membanjiri mulut, pipi, dan dahiku. Aku tersentak, sedikit terkejut, namun tidak menghentikan aksiku. Cairan itu terasa asin, namun anehnya, tidak menjijikkan. Ibu terus mendesah-desah, suaranya kini lebih pelan, tapi masih penuh gairah. Tangannya yang tadinya mencengkeram rambutku kini melonggar, mengusap kepalaku dengan lembut.
2987Please respect copyright.PENANAbKgTtiF38q
"Enak banget, Jok," bisik Ibu, suaranya serak. "Baru kali ini Ibu muncrat-muncrat gitu."
2987Please respect copyright.PENANAXA1AUFk9au
Aku bangkit dari posisi berlutut, wajahku masih basah oleh cairannya. Aku menatap Ibu, dengan gairah yang masih membuncah di dalam diriku. "Ibu yang enak," kataku, suaraku sedikit serak. "Aku belum ngerasain enaknya, Buk." Aku melirik ke arah tonjolan di celanaku, berharap dia mengerti maksudku.
2987Please respect copyright.PENANAlDQSNezS3C
Mata Ibu melebar. Dia menatapku, lalu melirik ke bawah, ke arah penisku. Sebuah senyum tipis, entah malu atau menggoda, muncul di bibirnya. Dia menghela napas, kemudian dengan gerakan perlahan, dia melebarkan kakinya.
2987Please respect copyright.PENANACMbpbzRUBs
"Jangan kenceng-kenceng ya, Sayang," ucapnya pelan, suaranya nyaris seperti bisikan.
2987Please respect copyright.PENANAqasGa2NABo
Mendengar itu, tanpa ragu sedikit pun, aku langsung melepas celanaku. Penisku yang sudah tegang langsung menyembul keluar. Aku berdiri di depannya, kini posisiku agak menindih tubuh Ibu yang masih duduk di sofa. Dengan gemetar, aku mulai mengusap-usapkan ujung penisku di bibir vagina Ibu, merasakan kehangatan dan kelembaban yang memabukkan.
2987Please respect copyright.PENANA7ivgBrTGDi
Ibu mendesah, tubuhnya sedikit bergerak gelisah di bawahku. "Ngapain, Sayang, ahh..." desahnya, suaranya sedikit bingung. "Kalau kamu ragu, mending enggak usah, Sayang. Nanti Ibu kocokin aja."
2987Please respect copyright.PENANAl7vJNI3Rtu
Aku tersenyum tipis, menatap matanya yang sayu. Ragu? Tidak ada lagi keraguan di benakku. Aku sudah sejauh ini, tidak mungkin aku berhenti. "Enggak, Buk," kataku mantap.
2987Please respect copyright.PENANA5be17Dp5FV
Dengan perlahan, aku menekan. Ujung penisku mulai masuk, menembus bibir vaginanya, merasakan dinding hangat yang melingkupi penisku. Ibu tersentak lagi, dan sebuah desahan panjang lolos dari bibirnya. "Ahhh..." Tubuhnya melengkung, tangannya spontan mencengkeram bahuku, menarikku lebih dalam.
2987Please respect copyright.PENANAF2ksRdrLUY
"Enak banget, Buk!" ujarku.
2987Please respect copyright.PENANAEKLJV1fVhk
"Ahhh... nakal banget kamu, Sayang" desah Ibu, suaranya tercekat di antara napasnya yang memburu. Kemudian dia mencubit lenganku, tidak keras, lebih seperti cubitan gemas.
2987Please respect copyright.PENANALRlNPWN8Xm
Aku menyeringai. "Yang nakal itu Ibuk," balasku, sedikit terengah. "Muncrat di wajah anaknya sendiri."
2987Please respect copyright.PENANAeqt7Vo4kSc
Ibu tidak menjawab, aku bisa melihat rona merah menjalar di pipinya. Dia pasti malu. Aku tidak peduli, ini terlalu menyenangkan untuk dihentikan. Setiap gesekan, membuatku semakin tenggelam dalam kenikmatan. Aku bisa merasakan kehangatan yang merengkuh penisku, cengkeraman otot vaginanya yang ketat, dan desahan-desahan Ibu yang kini bercampur dengan rintihan.
2987Please respect copyright.PENANAig5f7TqEgH
Aku mempercepat ritme, menjadi lebih dalam dan lebih cepat. Ibu menyesuaikan diri, kakinya melingkari pinggangku. Tubuhnya bergetar, desahannya semakin intens, kemudian berubah menjadi sebuah erangan. Aku tahu dia juga menikmati ini.
2987Please respect copyright.PENANAzd3AlVxK3p
Setiap hentakan terasa begitu nikmat, aku tenggelam dalam sensasi itu. Keringat mulai membanjiri dahiku, dan napasku juga mulai memburu. Ibu terus mengerang, sesekali memanggil namaku di antara desahannya. Cengkeramannya di punggungku semakin kuat, kuku-kukunya menusuk kulitku, tapi aku tidak peduli.
2987Please respect copyright.PENANAGm2Aq5cAuZ
Lima belas menit berlalu, sensasi itu semakin memuncak. "Ahhh... Buk!" dengan desahan terakhir, aku merasakan cairan spermaku keluar membanjiri vaginanya. Aku crot.
2987Please respect copyright.PENANABLzYN04YTu
Kemudian tubuhku ambruk, menimpa Ibu di sofa. Aku memeluknya erat, napas terengah-engah. Kepalaku terbenam di ceruk lehernya, merasakan detak jantungnya yang masih berpacu kencang. Kami berdua terdiam, hanya suara napas kami yang memenuhi ruangan.
2987Please respect copyright.PENANALuS5t6dWmq
Perlahan, Ibu mengusap punggungku. "Capek, Sayang?" bisiknya lembut.
2987Please respect copyright.PENANAlyKkNwCB5Q
Aku hanya mengangguk, terlalu lemas untuk bicara.
2987Please respect copyright.PENANAQ32t46uDt7
Ibu tertawa pelan. "Udah puas, kan?"
2987Please respect copyright.PENANAooO3OLZVoU
Aku mengangguk lagi. Kemudian Ibu menggeser tubuhnya sedikit, memberiku runang untuk merebahkan diri di sampingnya. Kami berdua tiduran di sofa, berpelukan. Ini adalah akhir yang sempurna untuk "hadiah" yang paling gila dalam hidupku.
ns216.73.216.238da2