×

Penana
search
Loginarrow_drop_down
Registerarrow_drop_down
Please use Chrome or Firefox for better user experience!
Prolog
PG-13
0
0
0
358
0

swap_vert

*Brak!!*

Bu Ani memukul meja kerjanya, membuat ruang guru menjadi lenggang sejenak. Perhatian para guru tertuju pada kami. satu dua menatap cemas ke arahku. Sementara Bu Ani mesih memasang wajah galaknya.

"Sudah berapa kali ibu bilang, kalau kamu terus bolos kamu tidak akan naik kelas. Kamu sudah SMA Ram, setidaknya kamu bisa datang ke sekolah dan masih ada harapan untuk memperbaiki masa depanmu, walaupun kamu tidak memerhatikan pelajaran. Entah apa yang kamu lakukan selama bolos seklah?" Bu Ani menghembuskan nafas, ekspresi kesal masih tarpasang di wajahnya.

Aku hanya diam membisu,  menunduk seakan akan merasa bersalah tapi sebenarnya tidak sama sekali. Malah sekarang aku sedang memikirkan hal lain. Hal yang lebih penting dari ceramah Bu Ani.

"Apa saya boleh pergi bu?" Tanyaku santai.

Bu ani menghela nafas panjang, "Ibu tidak tahu apa yang harus ibu lakukan untuk merubamu. Tapi kalau kamu membolos lagi, ibu tidak segan segan bicara dengan kepala sekolah untuk mempertimbangkan surat pindah. Cuma dirimu sendiri yang bisa merubah dirimu, Ram. Sekarang kamu boleh pulang."

"Terima kasih, saya permisi dulu Bu Ani." Aku sedikit menundukkan kepala, lalu pergi meninggalkan ruang guru.

dua temanku sudah menunggu di depan pintu ruang guru. Mereka menyambutku dengan senyum puas, lalu merangkulku.

"Jadi, gimana?" tanya Dhio.

"Gimana apanya?"

"Hukumannya?"

"Pasti lebih beratkan? Kamu sudah tiga hari bolos sekolah. coba ingat hukuman sebelumnya, Bu Ani menyuruhmu membersihkan WC putra dan putri bukan?" Timpal Khazaz.

Aku hanya mengedikkan bahu, "Entahlah, menurut kalian gimana?"

"Ya, mana kami tahu. Hukaman apa sih yang di kasih sama Bu Ani?" Khazaz bertanya balik.

"Pertimbangan surat pindah sekolah." 

"Eh," Dhio dan Khazaz serempak menoleh ke arahku.

"Gila aja, masa kamu mau di keluarin. Siswa terpintar di SMA satu mau di keluarin. Yang benar aja. Kamu bercanda kan, Ram?" Dhio tertawa lalu bertanya.

"Seriusan, Dhio. Kalau aku tidak masuk sekolah lagi tanpa alasan yang jelas, Bu Ani bilang mau mempertimbangkan surat pindah sama kepala sekolah. Masih gak percaya? tanya aja sama orangnya." Kataku mulai serius.

Wajah Dhio perlahan berubah serius. Kelihatannya dia baru sadar kalau aku serius. Khazaz juga baru sadar.

"Dasar bodoh, ya janganlah kamu bolos terus. Udah tahu begitu tapi masih aja gak masuk sekolah," Khazaz memperkuat rangkulannya. Membuat leherku sidekit tercekik.

"Hey hey, sakit...." Aku melepaskan kedua tangan mereka dari leherku.

Aku, Dhio dan Khazaz pergi ke KFC dekat sekolah. Memang sudah kebiasaan kami datang ke KFC sepulang sekolah, ya walaupun terkadang kami cuma datang untuk duduk. Saat kami datang kami langsung mengambil tempat duduk kosong. Dhio pergi mengantri membeli makanan. Antriannya tampak  panjang, mungkin agak sedikit lama manunggu. Gedung KFC ini bersebelahan dengan Taman. Jadi setelah memesan makanan kami juga bisa makan di taman. Menikmati sore hari yang menyenangkan. 

Kenapa bisa di bilang menyenangkan? Tentunya karena gadis gadis komplek perumahan dekat taman yang seusia dengan kami keluar dan jalan jalan di taman juga. itu bisa menjadi ajang cuci mata. Apa aku menyukai satu di anatara mereka? ya aku menyukai satu di antara mereka, tapi tidak mencintai. Sumur hidupku aku belum pernah merasakan jatuh cinta.

Dua puluh menit kami menunggu, akhirnya Dhio datang dengan membawa nampan yang di atasnya tersedia tiga porsi ayam kentucy dan tiga minuman Pepsi.

"Lama banget, Dhio?" Khazaz mengeluh.

"Ya mau gimana lagi, antriannya kan memang panjang gitu." Jawab Dhio ketus.

"Nih, Ram." Dhio meletakkan piring di mejaku.

"Terima kasih," Ucapku.

aku langsung membuka bungkusan yang membungkus nasi. Khazaz sedang mengambilkan saos. Sementara Dhio setelah mengantri dia langsung duduk dan menatap keluar jendela yang mengarah ke taman. Di sanalah tempat para gadis gadis itu jalan jalan. Ya, Dhio menatapnya dengan senyuman mesum. Aku tak mau membayangkan apa yang ada di kepala Dhio. Mungkin dia lelah setelah mengantri lumaya lama.

sepuluh menit makanan kami sudah habis. Dhio tampak puas, dia mengelus elus perutnya yang tampak sedikit buncit. Di kelas kami dia di panggil dengan panggilan 'Lemak' karena dia yang memiliki badan yang paling gemuk dan buncit di kelas. Sementara Khazaz di panggil 'Chibi' karena tubuhnya yang lumayan kecil untuk anak kelas sepuluh SMA. Klau aku? aku tidak memiliki panggilan apa apa. karena sejak masuk SMA aku memang jarang masuk ke kelas dan sering membolos.

Kenapa aku sering membolos?

Kami hendak keluar gedung KFC, tapi ketika kami melangkahkan kaki kami keluar seketika dunia seakan berhenti. seakan akan ada yang sedang menekan tombol pause sehingga dunia ini terhenti. Burung berhenti berkicau, manusia berhenti berjalan, anak anak berhenti bermain. Waktu terhenti. 

"Virtual Arena?" Gumamku.

Fenomena ini adalah di mana dunia berhenti dan membuat sebuah ruangan sama persis dengan dunia aslinya. Tidak ada orang, tidak ada hewan. Dhio dan Khazaz yang ada di sampingku menghilang meninggalkan kepingan cahaya. Meninggalkanku sendiri di Ruang Virtual Arena.

Siapa yang menantangku? Aku memerhatikan sekitar. Berjalan ke arah taman. Tempat yang lebih luas lebih mudah mendeteksi musuh. Tapi itu juga bisa menjadi sasaran empuk. Tidak ada pilihan lain, ketika aku berada di tengah tengah taman yang luas itu. Aku menutup mataku. 

Rasakan semua yang ada. Cahaya adalah rohku, Air adalah darahku, Api adalah emosiku, Tanah adalah Fisikku, Angin adalah nafasku. Aku bisa merasakan kehadiran seseorang, dia sedang memerhatikanku dari kejauhan. Dia tidak sedang di jalanan kota. Dia... berada di sebuah tempat yang tinggi. Gedung? bukan. Lebih tinggi lagi. Langit..?

*BUM*

Sebuah bola api menghantam tempat aku berpijak dan untungnya aku sempat menghindar. Ledakan yang besar. Asap hitam itu menjilang ke langit langit. Tebal sekali. Aku menatap siapa yang menyerangku. Dia mendarat dari langit dengan anggun. Aku yakin sekali tadi dia berada di gedung, dia melompat lalu langsung menyerangku dari langit. 

Sosok itu terlihat ketika api menghilang denagn sendirinya. Elemen Holder, api. Elemen Holder adalah sebutan bagi pengendali elemen alam. Pemegang kekuatan elemen. 

Walaupun api itu sudah menghilang dan menyisakan asap hitam yang mengepul ke langit tapi aku tetap merasakan panasnya. 

Aku melihatnya. Sosok gadis berambut panjang hitam mengkilap, berkibas tertiup angin. Berjalan ke arahku dengan begitu anggun. Memakai seragam yang sama dengan seragam sekolahku. Aku bisa mengenalinya. Sangat menganalnya. Tapi ini membuatku sidikit terkejut.

"Halo, Ram." Dia menyapa.

"Halo, juga..." Aku balas menyapa sambil tersenyum tipis.

Dia gadis yang cantik, sangat cantik malahan. Tapi itu lah kelebihnnya, kecantikannya bisa membuat Elemen Holder kehilangan konsentrasi. Di tangannya kanannya, Api menyelimutinya. Dia adalah Elemen holder api. Pemegang elemen api.

"Aku sangat terkejut kalau kamu adalah Elemen Holder, sangat terkejut malahan. Jika saja ibu ku tahu mungkin dia tidak akan menceramahimu. Aku yakin kamu bolos sekolah untuk mengangani masalah ini. Tidak mudah menjadi Elemen Holder ketika sedang bersekolah." Dia memperbaiki posisi rambutnya.

"Silvi.., idola para laki laki di sekolah SMA satu ternyata adalah seorang Elemen Holder. Gadis yang bisa mengeluarkan api. Bagaimana tanggapan siswa siswi lainnya ya?" Aku tertawa kecil.

"Itu lah sebabnya aku harus membungkam mulutmu," Gadis yang ku panggil silvi itu berlari ke arahku. tangannya kanannya bersiap untuk meninju ke arahku.

Aku mengambil kuda kudaku. Kaki kanan ku letakkan di depan, kaki kiriku bersiap. Silvi melayangkan tinju berapinya ke wajahku. Aku menggerakkan kaki kananku ke belakang, menepis serangannya. Tapi gerakannya cuman tipuan. Ketika tangannku hendak menepis serangannya, dia menarik tangannya yang berselimut api. Lalu kembali dengan sebuah tendangan berputar. 

Aku dengan sigap langsung menunduk dan mundur beberapa langkah.

"Gerakan yang menarik. Kamu belajar ilmu bela diri Silvi?"

"Kamu tak perlu tahu, Ram." Katanya sambil terus menyerang dengan beberapa gerakan tipuan lalu di akhir serangan menggunakan pukulan sekuat tenaga dari tangannya yang berselimut api.

*BUM*

Serangan itu tidak mengenaiku. Layangan tinju itu menembakkan bola api yang mengarah ke gedung KFC dan langsung meruntuhkannya. Sebuah kekuatan yang dahsyat.

"Kamu tidak bisa mengalahkanku, Silvi. Masih terlalu cepat sepuluh tahun untuk mengalahkanku. Trik kecantikanmu juga tidak mempan terhadapku."

"Oh jadi, kau tak menyukai gadis sepertiku." Katany dengan nada menggoda.

"Tentu saja aku menyukaimu. sangat menyukaimu malahan. Tidak ada laki laki yang bisa mamalingkan pandangannya terhadapmu. Bahkan diriku sendiri."

"Eh," Silvi tampak bingung, wajahnya memerah.

"Tapi biar aku luruskan ini Silvi. Aku menyukaimu, tapi belum mencintaimu. Suka dan cinta adalah dua hal yang berbeda. Lebih tepatnya cinta berada di atas satu tingkat dari suka."

Silvi tidak menanggapi, wajahnya sudah memerah bagai kepiting rebus. Dia bersiap dengan kuda kuda nya, bersiap untuk menyerang. Tapi sebelum dia akan menyerang, aku menghentakkan kakiku. 

tubuhku serasa ringan seperti kapas. satu langkahku sudah cukup untuk berada di belakang Silvi. Bahkan sebelum dia sempat menyadari kekuatanku yang sebenarnya, aku membentuk jariku seperti pistol lalu menyentuhkan ke belakangnya.

"Selamat tidur, Putri."

***

Aku Elemen Holder, Rife. Pemegang Semua Elemen.



favorite
0 likes
Be the first to like this issue!
swap_vert

X