“Tuhan memiliki rencana baik, sekalipun kita bertemu orang yang salah.”
—Endless Love Story—
ಬ಼ಬ಼ಬ಼
“Jangan pernah melawan kalo mau selamat.” Pemuda itu mengancam disaat ia merasa kewalahan dengan perlawanan Ivy yang berusaha lepas dari dekapannya.
397Please respect copyright.PENANAYYw2l5nvnd
“Lebih baik mati, daripada menurutimu,” sergah Ivy.
Gadis itu tak bisa berbuat apa pun saat tiba-tiba tangan pemuda itu berpindah menjalari tubuh bagian belakangnya. Selain itu Ivy merasa ada sesuatu yang mengganjal perutnya.
Ia tak pernah merasa sehina ini sebelumnya. Hingga setitik air dari mata yang sedari tadi ditahan keluar begitu saja, pertahanan Ivy runtuh. Tubuhnya bergetar dalam dekapan si pemuda.
Mendengar isakkan kecil, perlahan pelukan pemuda berjaket coklat itu mulai mengendur. Pergerakannya berhenti bersamaan dengan Ivy yang menghentikan perlawanannnya.
“Apa gue bisa ngelakuin hal yang gak pernah gue lakuin? Tapi... gue harus tetep nyelesein tugas ini.” Sejujurnya ada sedikit penolakan dari hati kecil pemuda itu. Ia tak tega mengotori gadis baik-baik seperti ini.
Selama si pemuda diam, Ivy terus berpikir untuk rencana. 397Please respect copyright.PENANAEgcwpHzOUR
397Please respect copyright.PENANA78Njp7k6NQ
Tak membuang waktu. Ivy memulai aksinya, sebelum orang ini berbuat yang tidak terduga padanya. Gadis itu berjinjit lalu menggigit leher si pemuda. Ia berharap semoga gigitan itu akan memberi reaksi sama seperti sebelumnya.
“Ish...,” erangnya tertahan.
“Apa-apaan cewek ini? Kenapa dia ngelakuin hal yang bisa bangunin animo gue?”
“Sialan! Lo, mancing, ya. Liat apa yang bisa gue lakuin biar lo hamil.”
Seperti ada gelanyar panas yang membara di tubuhnya, detik itu pula ia mulai menggila. Mendekap dan menikmati tubuh belakang Ivy. Meski Ivy berontak, ia terus berusaha mencicipi bibir ranum gadis ini.
Untuk sesaat seluruh tubuh Ivy mematung akibat sentuhan itu. Tetesan demi tetesan air mata mengalir dalam waktu hanya dua detik. Namun Ivy kembali tersadar dan memilih untuk terus berontak saat pemuda brengsek itu hendak menodai bibirnya.
Memukul dan mendorong tidaklah bisa menyelamatkan Ivy. Karena itu dengan semua kekuatan yang dimiliki. Ivy membenturkan lututnya ke arah resleting celana pemuda brengsek ini. Orang berjaket coklat itu lantas jatuh terduduk. Dan detikitu pula Ivy berlari ke arah pintu.
“Aaahk... sial! Awas saja nanti kalo tertangkap. Aku gak akan mengampunimu!" murka si pemuda sambil meringis kesakitan.
Di dekat pintu, Ivy masih berusaha membuka kunci sambil terus menoleh ke arah pemuda itu. Berulang kaki tangannya meleset memasukkan kunci karena bergetar hebat.
Ceklek
“Alhamdulillah kebuka.”
Ia cepat-cepat menutup pintu, lalu menguncinya dari luar. Berharap si pemuda tidak bisa mengejar. Ia berlari menuju lift lalu masuk ke dalam. Rasa takut, cemas, sedih , semua itu ia rasakan.
Ivy terduduk di lantaiyang dingin, menatap nanar bayangan di dinding lift. Penglihatannya perlahan memburam kembali. Bahu mungilnya bergetar. Isak tangis mulai terdengar memenuhi lift itu.
Ia memeluk lutut, menenggelamkan wajahnya di sana. Menumpahkan seluruh air matanya, merutuki semua kejadian yang ia alami. Kenapa harus dia yang merasakan hal ini? Dan kenapa harus insiden hina itu yang menimpanya?
Ia membuang napas berat. Mengenyahkan beribu pertanyaan dan keluh kesah dalam pikiran. Ia jelas tahu, masalah tak akan bisa selesai hanya dengan menangis.
Ia mengusap lelehan air di pipi sambil bergumam, “Aku harus bisa keluar sejauh mungkin dari hotel ini.”
Pintu lift terbuka, ia berdiri membenarka pakaian dan letak tasnya. Lalu berjalan keluar melewati lobby hotel dan berhenti di depan pintu utama sambil melirik jam di tangannya.
Pukul 23.00.
Diusapnya mata yang masih agak basah. Ivy putuskan untuk terus berjalan, meski tak tau harus kemana. Ia hanya mengikuti arah kakinya melangkah.
Ivy memandang ke arah hotel untuk terakhir kalinya. Tak sengaja matanya menangkap sesosok objek di dalam lobby berdindingkan kaca.
Ia terbelakak, “Kenapa lelaki itu bisa keluar? Lalu siapa lelaki yang bersamanya itu?” Tanpa berpikir panjang Ivy berlari menjauhi area hotel. Terus berlari sekencang yang ia bisa.
ಬ಼ಬ಼ಬ಼
Seorang lelaki mengedarkan pandangannya sambil mengatur napas yang terengah-engah. Diikuti seorang pemuda yang lebih tua darinya.
397Please respect copyright.PENANApIPn5B3s2b
“Dimas, gimana ceritanya dia bisa lepas?” kesal seseorang di belakangnya.
“Ah, maafin gue. Ceritanya panjang,” sesal Dimas sambil menyipitkan mata memastikan sesuatu.
“Farel! itu gadisnya ayo!”
Dimas menunjuk dan berlari kearah objek yang ia maksud. Pemuda dengan jaket coklat dan pemuda lain yang berkemeja merah maroon berlari ke luar hotel. Mengejar target mereka yang lepas.
“Hah... hah... hah...ke mana perginya dia?” Dimas berjongkok untuk meredakan rasa lelah dan mengatur napasnya yang habis karena lari mengejar target yang tak lain adalah Ivy.
Dengan penuh emosi, Farel menarik jaket coklat milik pemuda berambut ikal itu. “Dimas, gue gak mau tau. Pokoknya lo harus bawa balik tuh cewek."
“Iya, gue tau.”
Dimas berdiri melepaskan tangan Farel dari jaketnya. Mata hitamnya mengawasi satu titik, lalu melangkahkan kaki menuju bak sampah yang ada di antara bangunan cafe dan salon.
“Mau, kemana lo?” Farel mengerutkan dahinya. Melihat Dimas yang berjalan mengendap-endap.
“Gue rasa ada seseorang di balik bak sampah itu,” ucapnya selirih mungkin.
“Huh... kagak bakal ada orang. Karena di balik bak itu ada comberan. Lagi pula gue baru aja liat gadis itu masuk ke girl's cafe," jelasnya sambil memandang cafe yang berjarak 100 meter dari tempatnya berdiri.
Dimas menghentikan langkah, berbalik kearah Fatir lalu menarik tangan rekannya yang lebih tua agar ikut berlari bersama menuju cafe tanpa berkata apapun. Pemuda tanggung itu terlalu takut kehilangan targetnya.
Ivy keluar dari balik bak sampah yang beberapa saat lalu dihampiri dua lelaki untuk mencarinya. Ia menghela napas lega, melirik ke kanan dan ke kiri memastikan tak ada tanda-tanda keberadaan dua lelaki tadi. Dirasa aman, Ivy bergegas menjauh dari area ruko di perum ini.
Lelah yang Ivy rasakan. Sudah cukup jauh ia berjalan dan yang ia tahu sekarang, ia berada di area perumahan lain. Ingin sekali istirahat, tapi di mana?
Gadis itu mengedarkan pandangannya berharap ada masjid atau mushola agar ia bisa tidur semalam saja di sana. Namun nihil. Ia tak menemukan apa pun.
'Braak'
Ivy terpenjat, benturan kuat membuatnya menoleh ke sana kemari mencari asal suara. Sekitar lima puluh meter di belakangnya. Ada seseorang yang sepertinya terjatuh dari motor yang dikendarainya. Segera ia menghampiri orang itu.
“Hah, laki-laki? Apa aku harus menolongnya,”batin Ivy bimbang.
Ia sebenarnya tak tega melihat lelaki itu kesakitan. Tapi... ia juga takut kalau ini cuma bohongan. Modus penjahat yang akhir-akhir ini banyak terjadi.
“Tapi... gak ada yang aneh dari gelagat lelaki itu. Sepertinya dia emang jatuh beneran.” Lagi, helaan napas panjang keluar dari bibir mungilnya.
Ivy mendekat. Meraih sebelah tangan berbalut berjaket dan meletakkannya di atas pundak. Membantu orang itu berdiri, lalu menuntunnya menuju ke tepi jalan.
Beruntung orang itu masih setengah sadar, jadi Ivy bisa membaringkannya di rerumputan. Ia kembali mendekati lelaki berjaket itu setelah meminggirkan motor milik orang ini.
Diperhatikannya orang itu. "Lelaki ini tidak sadarkan diri, tidak ada yang berdarah, semoga ia baik-baik saja. Beruntung helmnya tidak terlepas. Aku harus membawanya ke rumah sakit.” Ivy terdiam sebentar.
"Tapi bagaimana aku membawanya? Aku butuh bantuaan saat ini." Ivy mengedarkan pandangan ke sekeliling berharap akan ada seseorang. Namun di sini sepi, tak ada siapa pun.
23.40 WIB
“Ah, pantas saja sepi,” batinnya setelah melirik jam.
Gadis itu mengalihkan pandangan pada kendaraan si pemuda. Motor sport milik lelaki itu juga baik-baik saja, tidak ada yang rusak.
“Kak.”
Ivy menoleh kebelakang, ternyata ada anak laki-laki sekitar 10 tahun berpakaian lusuh dengan sarung menutupi kakinya.
“Kenapa ada anak kecil di jam seperti ini?”
“Kak, kok bengong. Ayo, aku bantuin. Aku tau tadi kakak nyari seseorang untuk membantu kakak, kan? Nah ayo, aku bisa kok kalau cuma mengankat kakak ini ke atas motor,” ucapnya tulus sambil memandang lelaki yang sedang berbaring di rerumputan.
“Nama, adek siapa?” tanya Ivy lalu mendekatinya.
“Aku Beni, kalau kakak?”
“Nama kakak, Ivy.” Gadis itu lantas tersenyum pada anak yang bernama Beni.
“Salam kenal, kak. Yaudah kak, ayo kita bawa kakak ini ke rumah sakit,” ajaknya lalu menghampiri pemuda itu. Dengan jemari kecilnya, ia melepas helm milik korban dengan telaten.
“Kak, ini helmnya. Lebih baik kakak yang pakai.” Ivy menerima helmnya lalu memandang lamat-lamat wajah lelaki itu.
“Hah... lelaki pemabuk di hotel tadi. Kenapa aku harus bertemu denganya?”gerutu Ivy.
“Astagfirullah, ayo Ivy tolong dia.”
Segera ia menaiki motor milik lelaki itu. Tak lama setelah ia benar-benar duduk di jok. Atas bantuan Beni, pemilik motor sport itu sudah duduk di jok belakang. Sepasang tangan yang memeluk perutnya dengan tiba-tiba, sontak membuat Ivy terpenjat.
“Ah, maaf kak mengagetkan. Tapi ini diperlukan agar Kakak ini tidak jatuh saat dibonceng kakak. Dan maaf kak aku harus mengikat tubuh kakak dengan kakak ini pakai sarung,” jelas anak laki-laki itu yang kini hanya memakai celana selutut.
“Iya Beni, gapapa. Seharusnya kakak yang berterima kasih sama kamu karena mau menolong kakak.”
Beni hanya tersenyum sambil mengikatkan sarung pada pinggang Ivy dan tubuh lelaki itu. “Nah, sudah kak. Apa kakak tau rumah sakit yang dekat dari sini?”
Ivy hanya menggeleng lemah.
“Kalau begitu, dari sini. Kakak lurus terus untuk keluar dari kompleks. Belok kiri dan terus aja sampai bertemu lampu merah dua kali. Di lampu merah kedua, langsung belok kiri dan nanti ada plang di jalan yang bisa menunjukkan arah menuju RSUD,” terang Beni dengan wajah seriusnya. Ivy terdiam, mungkin terpesona pada kebaikan bocah kecil ini padanya.
“Ah, makasih ya Beni. Semoga setelah ini kita ketemu lagi,” tutur Ivy sambil membenarkan posisi duduknya.
“Sama-sama kak,” ia tersenyum.
Ivy memakai helm, lalu menyalakan motor dan mulai mengendarainya. Di sepanjang jalan Ivy terdiam. Ia sangat kesal dengan lelaki di belakangnya ini.
Ah, bukan. Bukan kesal, lebih tepatnya membenci. Tapi, ia juga tak bisa membiarkan begitu saja seseorang yang membutuhkan pertolongan, sedangkan ia mampu menolongnya.
“Ini semua karena Allah. Kamu harus ikhlas Ivy.”
Ia melirik wajah pria yang bersandar di punggungnya. “Benar, wajah blasteran inilah. Wajah pemuda jahat, yang berbuat tak sopan padaku.”
Sebenarnya Ivy tidak nyaman berada dalam posisi seperti ini, tapi keadaanlah yang memaksanya. Selama ia hidup, tak pernah sekalipun seorang lelaki memeluknya. Kecuali ayah dan kakeknya. Meskipun lelaki itu dalam keadaan tak sadar, tetap saja Ivy merasa risih.
“Ah... kenapa rumah sakitnya jauh sekali?”
Tiba-tiba, ia teringat kejadian di lorong. “Lelaki ini mabuk. Ia ingin menciumku. Untuk membuktikan kalau ia bukan gay. Hah... kenapa harus aku yang menjadi objek taruhan lelaki ini.”
Ivy menggeleng, ia tidak mau berprasangka buruk karena itu tak akan membawa kebaikan sedikit pun dalam hidupnya. Ia berusaha berkonsentrasi mengendarai motor ini, agar mereka sampai di RSUD dengan selamat.
Setelah 20 menit di perjalanan, akhirnya Ivy sampai di area RSUD. Ia memberhentikan motor di dekat pintu masuk UGD. Tidak menunggu lama, beberapa perawat lelaki membawa brankar. Dengan segera, mereka menurunkan lelaki di belakangnya dan membaringkan tubuh berbalut jaket itu di atas brankar. Sementara pemuda itu ditangani, Ivy memarkirkan motor dan mengurus segala administrasinya.
“Siapa nama masnya mbak?” tanya resepsionis pada Ivy, saat dirinya sedang membayar biaya masuk rumah sakit pria tadi.
Ivy melirik ke kakan ke kiri, “Aku harus bilang apa?”
“Hm... saya gak kenal mbak. Soalnya dia itu tadi kecelakaan dan saya langsung mengantarnya ke sini," jawab Ivy dengan senyuman kikunya.
Resepsionis itu juga tersenyum, memaklumi. Kembali mengetikkan sesuatu di keyboard komputer.
“Nik, ini dompet sama handphone milik pasien yang dibawa mbak ini,” sela perawat laki-laki yang keluar dari ruang UGD.
Resepsionis itu mengambil dompet coklat dan ponsel hitam dari rekannya, menatap Ivy sekilas. “Mbak saya izin buka dompetnya, ya.”
“Silahkan mbak,” angguk Ivy. Matanya ikut memerhatikan pergerakan resepsionis ini.
“Namanya Yudha Hilmy Prayata. Umur 18 tahun. Tinggal di Jakarta Pusat.” Resepsionis itu mengetiknya ke dalam data identitas pasien.
“Ini, Mbak bisa telepon keluarganya dan ini dompetnya. Silahkan mbak tunggu karena pasien masih ditangani,” sambungnya sambil menyerahkan handphone dan dompet milik lelaki bermarga Prayata itu.
Ivy menerimanya, lalu melangkah menuju kursi yang ada di depan ruangan UGD tempat lelaki itu ditangani. Ia duduk disana, lalu memejamkan mata sejenak. Lelah, gelisah, kesedihan, masih ia rasakan hingga kini. Kejadian itu masih membekas di ingatannya dengan jelas.
Ia membuka mata, berdiri dan melangkah. Tujuannya saat ini ialah musholah. Ivy ingin mencurahkan segala keluh kesah dan kesedihan yang ia rasakan pada-Nya. Dengan harapan semoga kegelisahannya luruh disetiap sujudnya.
ಬ಼ಬ಼ಬ಼397Please respect copyright.PENANAyfm1uYnd4V
397Please respect copyright.PENANAwNrP6tn8cI
397Please respect copyright.PENANAh4cQGqg5BH
397Please respect copyright.PENANAinksiKnly9
397Please respect copyright.PENANAzvHWJDAjT6
Ivy melihat jam yang ada di tangan.
02.15 WIB
Sejak sampai disini, dua jam yang lalu. Ivy sama sekali belum memasuki ruangan di rawatnya Yudha. Ia hanya duduk menunggu di depan ruangan.
“Untuk apa aku memasuki ruangannya. Lagi pula menurut dokter, pasien bermarga Prayata itu tak akan siuman sampai efek alkohol yang ia minumnya hilang. Perkiraan dokter ia akan siuman pukul 3 pagi. Sekitar 45 menit lagi.”
Ia ragu apakah harus ia yang menelpon keluarga pemuda itu sekarang atau biar lelaki itu sendiri yang menelpon keluarganya. Tapi, jika Yudha yang menelponnya, otomatis ia harus bertatap muka dengan Prayata itu untuk mengembalikan ponsel hitam ini.
Setelah berpikir matang. Ivy putuskan untuk menelpon keluaraga Prayata. Ia keluarkan handphone hitam milik Yudha dari tas selempangnya. Memandang sejenak benda itu.
Detik selanjutnya, ia mulai mencari nomor yang dirasa adalah milik orang tua Yudha. Di pencetnya kontak bernama ‘MAMA’, lalu menekan tombol hijau.
Dengan ragu, Ivy mendekatkan ponsel pada telinganya. Terdengar nada tersambung dari telepon.
“Halo, Yudha kamu ke mana aja sih? Kamu tau kan besok mama sama papa mau berangkat. Sekarang kamu tidur dimana?” tanya seorang wanita di telepon dengan nada tinggi.
“Yudha, yud kamu denger mama apa enggak sih?”
“Maaf Tante, ini bukan anak tante tapi—”
“Eh, kamu siapa?” tanya wanita di sebrang.
“Anak tante tadi kecelakaan nabrak pohon di pinggir jalan, kerena ia mengendarai sepeda motor di bawah pengaruh alkohol. Saat itu kebetulan saya lagi jalan di sana, melihat anak tante pingsan. Saya langsung bawa anak tante ke RSUD," jelas Ivy.
Tepat setelah penjelasan dari Ivy berakhir. Terdengar suara isakkan kecil di telepon. “Terima kasih nak, saya akan kesana.”
“Iya Bu, akan saya kirimkan alamat rumah sakitnya.”
Setelah mengatakan itu, sambungan telepon langsung terputus. Wajah Ivy rertunduk, maniknya menatap lantai putih rumah sakit. Masalah ini akan segera selesai. Lalu akan kemana ia setelah ini?
Bersambung...
A/n:
397Please respect copyright.PENANAWBHETcS8LD
397Please respect copyright.PENANA8HsfmBRBDj
397Please respect copyright.PENANAxmYmxpev8s
397Please respect copyright.PENANAbbz5edm5aB
397Please respect copyright.PENANAD9FEgfFdJg
397Please respect copyright.PENANAaOwg7uuJzT
397Please respect copyright.PENANAlLuUwxi48d
397Please respect copyright.PENANAGzDYGrDzeI
397Please respect copyright.PENANA9vaDU2Ssi6
397Please respect copyright.PENANADXrNRxoiiC
397Please respect copyright.PENANARc93S2VbSR
397Please respect copyright.PENANA3bQ3V3gLFC
397Please respect copyright.PENANAQtn7BAsd73
397Please respect copyright.PENANAQLYi7J1pwt
397Please respect copyright.PENANAQ2lcjK7U5v
397Please respect copyright.PENANAmrhtJTuU2g
397Please respect copyright.PENANA62NjB5PFxj
397Please respect copyright.PENANAl2sEu0ZtdM
397Please respect copyright.PENANAKJlwcIHdc5
397Please respect copyright.PENANA56OcuRVrvP
397Please respect copyright.PENANArtpBDA19l4
397Please respect copyright.PENANA5tLITo3fFO
397Please respect copyright.PENANAyFEYKg7grb
397Please respect copyright.PENANAntvGIlGZP0
397Please respect copyright.PENANAMoMfdMv7lf
397Please respect copyright.PENANA43IMWzlQCf
397Please respect copyright.PENANApXZmN8YbcM
397Please respect copyright.PENANAB45YZlmWNn
397Please respect copyright.PENANAZCdsLcLzsl
397Please respect copyright.PENANAmSkawcKMi0
397Please respect copyright.PENANAmUjZyDPsyD
397Please respect copyright.PENANAfABj70AGuK
397Please respect copyright.PENANAhnMPmTK4yW
397Please respect copyright.PENANAhxzudvrR6c
397Please respect copyright.PENANAVSh3eyZcnF
397Please respect copyright.PENANAXo8WCYENqX
397Please respect copyright.PENANAcYfT3lQKz0
397Please respect copyright.PENANA2H2yZCLg3v
397Please respect copyright.PENANAAFrhmGQYWa
397Please respect copyright.PENANA8tgZ3ZW2FL
397Please respect copyright.PENANA288BG7ilpw
397Please respect copyright.PENANABecJs17quk
397Please respect copyright.PENANA11LeiczqzM
397Please respect copyright.PENANAN6yREXJZMp
397Please respect copyright.PENANAQWWU3HDtdF
397Please respect copyright.PENANAzqwIInwgsF
397Please respect copyright.PENANAalXH9CNWyY
397Please respect copyright.PENANAzbEtCCZyjT
397Please respect copyright.PENANAlp7dUm1Al5
397Please respect copyright.PENANARB2aKEgnKM
397Please respect copyright.PENANAaU7YyetYVR
397Please respect copyright.PENANAIl8ueg5PVR
397Please respect copyright.PENANAzFdRzEeXPk
397Please respect copyright.PENANA9AYf6c6eEJ
397Please respect copyright.PENANAcWVb9DLTev
397Please respect copyright.PENANA81bhKIDno2
397Please respect copyright.PENANArfQu4FrJ1B
397Please respect copyright.PENANAoRwULdAIge
397Please respect copyright.PENANA6vIcvHxg5v
397Please respect copyright.PENANAL3uEVbfACz
397Please respect copyright.PENANA3wkeGpDDFa
397Please respect copyright.PENANAVyWqUvels6
397Please respect copyright.PENANAJUd0jU3k0x
397Please respect copyright.PENANA4ZAdmqlUO6
397Please respect copyright.PENANARHVrUVX8xD
397Please respect copyright.PENANABog2AAJ0iD
397Please respect copyright.PENANADCH7SEaZdS
397Please respect copyright.PENANAC2kujN52bX
397Please respect copyright.PENANAUUXQbwuqfv
397Please respect copyright.PENANArgW4q92CrI
397Please respect copyright.PENANA0t0KPs07Pp
397Please respect copyright.PENANAMbTRXRXVYf
397Please respect copyright.PENANAkms9lK6TP1
397Please respect copyright.PENANAhb8SvK4vIq
397Please respect copyright.PENANAVTA62ZqjMX
397Please respect copyright.PENANAahr3ELIQlM
397Please respect copyright.PENANA8g0q7SrGJI
397Please respect copyright.PENANA8d38w90zlN
397Please respect copyright.PENANALKccj7TQ6h
397Please respect copyright.PENANAJ5ApxJb2Gy
397Please respect copyright.PENANAUaiHbsZmVh
397Please respect copyright.PENANA4O50kBqrfc
397Please respect copyright.PENANAmvsbgv1e49
397Please respect copyright.PENANAK53YqOZZ9i
397Please respect copyright.PENANAQCbPAr6jrL
397Please respect copyright.PENANAj36LzJbjbh
397Please respect copyright.PENANA8ANGfiROw7
397Please respect copyright.PENANAauFeKv8SUk
397Please respect copyright.PENANA3TBrAUepdz
397Please respect copyright.PENANA6rggvg7Db7
397Please respect copyright.PENANAlQTZW5N2Ho
397Please respect copyright.PENANAGarmoxJ1r4
397Please respect copyright.PENANAKZ0fuBW1HU
397Please respect copyright.PENANAgEcIBYlICR
397Please respect copyright.PENANA1JPV2R253t
397Please respect copyright.PENANA8RyJ7PmoMk
397Please respect copyright.PENANAjFEpcKyaVW
397Please respect copyright.PENANAcvQG6zZP8L
397Please respect copyright.PENANAFCXqkJG4f1
397Please respect copyright.PENANAlr7fScVuAx
397Please respect copyright.PENANAl9e8ppuBjY
397Please respect copyright.PENANAAZ5pcXnc9e
397Please respect copyright.PENANAuRbP2B1nSn
397Please respect copyright.PENANA0CeaMexF3b
397Please respect copyright.PENANAWm54vA9eSn
397Please respect copyright.PENANAdYjgXwKIpx
397Please respect copyright.PENANAmCl0shVVRj
397Please respect copyright.PENANAEFseHGDDVw
397Please respect copyright.PENANAduDS3q0yQd
397Please respect copyright.PENANAKjTCS7q52c
397Please respect copyright.PENANApDVk7NV7s6
397Please respect copyright.PENANALJRFi7ZZj3
397Please respect copyright.PENANAsRDMmJYD20
397Please respect copyright.PENANApIgHSNVNSq
Hayo. Bakalan kaya gimana Ivy setelah ini? Hoho, nantikan kelanjutannya yaa... 397Please respect copyright.PENANAligJARqJDP
397Please respect copyright.PENANAXPa7lg20Ut