Dalam gelapnya malam kugunakan setiap helai benda ini.

Ketika setiap tetes air mata mendesak keluar akan ku pakai benda ini untuk menopangnya sehingga cahaya bulan pun tak mengetahui keberadaannya.

Dalam setiap helainya terdapat bekas air mata yang memiliki kisah berbeda-beda.

Setiap helai benda ini telah menjadi saksi akan kebohonganku pada dunia.

Sehelai tisu ini juga telah menjadi saksi akan kebohonganku pada diri ini.

Helaian tisu ini telah melihat prosesku untuk menjadi sesosok tembok kokoh dalam terangnya hari dan telah melihatku menjadi gelas pecah dalam gelapnya hari.

Helaiannya yang tipis ini setiap saatnya telah menjadi penopangku untuk tetap tegak dan mampu berpijak pada kerasnya jalur dunia.

Aku sedang di landa rasa gelisah.

Gelisah akan takutnya diri ini tidak mampu menjaga diri.

Ketika ku coba untuk menemukan jawaban atas kegelisahan ini, Kegelisahan ini akhirnya membawaku pada pencarian sang penuntun.

Penuntun yang akan jauh lebih mampu menjaga diriku.

Penuntun yang nantinya akan menghilangkan segala rasa gelisahku.

Kepada sang penuntunku kelak, aku ingin berkata “ Aku akan menunggumu disini tanpa rasa lelah, aku akan menunggumu disini sembari berusaha untuk menjaga diri sampai kelak kau yang akan menjaganya untukku, tolong datanglah dengan indah dan aku akan dengan senang hati menyerahkan diri ini untuk dapat kau jaga.”

Orang begitu mudah mengatakan untuk melupakan dan menutup beban yang ada, seakan-akan beban ini hanya bagaikan goresan tinta yang dapat hilang dengan air.

Mereka dengan santai berkata bebanmu hanya segitu kau mungkin terlalu berlarut-larut dalam beban itu, tanpa mereka sadar perkataan mereka menjadikan beban ini semakin tertanam dalam diri.

Banyak dari mereka yang hanya bisanya menatap dan berkicau bagaikan burung lalu berjalan bagai angin yang berlalu.

Banyak dari mereka yang tahu betapa sulitnya beban ini namun mereka memilih sikap acuh.

Banyak dari mereka yang melihat bagaimana sulitnya beban ini namun kembali berjalan seakan-akan pandangan mata tertutup benteng tebal.

Sebagian dari mereka ada yang bersikap seakan peduli ada lagi sebagian lainnya menghampiri hanya untuk berkicau dan menatap rendah lalu sisanya ada yang menghindar.

Namun pada akhirnya tiga bagian dari mereka menunjukan bahwa tidak ada kata peduli tetapi yang ada kalimat berlomba-lomba untuk acuh.