
Pram sedang duduk di beranda rumah kecilnya saat pasangan suami-istri paruh baya datang berkunjung. Wajah mereka tampak letih, mata sang ibu sembab, sementara sang ayah terlihat gugup, seperti sedang membawa kabar yang berat.
11292Please respect copyright.PENANAuNSqrJ72i2
"Maaf mengganggu waktunya, Pram," ujar Pak Harun, ayah Juli, membuka pembicaraan dengan suara serak. "Kami datang... karena butuh bantuan."
11292Please respect copyright.PENANAVONr7KPfbL
Pram mengangguk sopan, mempersilakan duduk. Ada jeda canggung sebelum Ibu Rina, ibu Juli, akhirnya angkat bicara.
11292Please respect copyright.PENANAf8GMgX1ipZ
"Ini soal Juli… anak kami," ucapnya lirih, nyaris seperti bisikan. "Dia… dia hamil, Pram."
11292Please respect copyright.PENANAJ3ATGFATNy
Suasana hening. Angin sore menggeser dedaunan, tapi waktu seakan berhenti.
11292Please respect copyright.PENANAOilGPFbVw6
Pram tak langsung menjawab. Ia bukan tipe orang yang mudah bereaksi. Ia hanya menatap dengan tatapan tenang yang biasa, walau hatinya mulai bertanya-tanya.
11292Please respect copyright.PENANAXPsmunqRug
"Siapa... ayah dari anak itu?" tanyanya pelan.
11292Please respect copyright.PENANA52afxZ7B0i
Keduanya saling pandang sebentar. Lalu Pak Harun mengalihkan pandangan ke tanah.
11292Please respect copyright.PENANAjKQ8FzXQ67
"Dia nggak mau bilang," jawabnya akhirnya. "Kami juga... pura-pura nggak tahu. Tapi Pram... tolonglah kami. Nama baik keluarga kami di ujung tanduk."
11292Please respect copyright.PENANAxoGxN6kBUg
Ibu Rina menangis, menggenggam tangan Pram seperti anak kecil yang ketakutan.
11292Please respect copyright.PENANAmnAuZTbVCN
"Dia masih muda, Pram... dia khilaf. Tapi dia anak baik. Kami tahu kamu orang baik... kamu satu-satunya yang bisa selamatkan dia."
11292Please respect copyright.PENANAimybVWFUKE
Pram hanya bisa terdiam. Ia bukan orang suci, tapi ia juga bukan orang yang tega melihat orang lain terpuruk.
11292Please respect copyright.PENANAaIortZ40AD
Pak Harun melanjutkan, lebih hati-hati kali ini. "Ada satu lagi… Kalau kamu bersedia, kamu bisa tinggal dan bekerja di vila seorang kenalan kami. Gajinya besar, tempatnya tenang… cocok buat memulai hidup baru."
11292Please respect copyright.PENANAMT5IFfLyWh
Pram menatap mereka bergantian. Semua ini terlalu cepat. Tapi saat itu, ia melihat bayangan seorang anak yang tak pernah minta dilahirkan. Seorang ibu muda yang salah langkah. Dan dua orang tua yang panik, memohon pada dunia agar anaknya tidak hancur.
11292Please respect copyright.PENANAsdLmZ7SUK4
Dengan napas panjang, ia akhirnya mengangguk pelan.
11292Please respect copyright.PENANABdB0cgDG6Z
"Kalau ini bisa menolong… saya bersedia."
11292Please respect copyright.PENANAoMTjxjhmUF
Hari-hari di vila Bali berlalu dengan damai yang hampa.
11292Please respect copyright.PENANAF7ciOgXuFa
Pram bangun pagi seperti biasa. Menyapu halaman, menyiram tanaman, memeriksa filter kolam renang, dan sesekali memperbaiki lampu taman yang suka mati sendiri. Rutinitas yang tak pernah memberinya banyak pikiran—sampai malam tiba.
11292Please respect copyright.PENANARNrSpfCVu6
Juli sudah dua minggu tinggal di vila bersamanya, tapi hubungan mereka tetap seperti dua orang asing yang kebetulan berbagi alamat. Pram selalu menjaga jarak, menghormati ruang pribadi Juli, tak pernah menyentuh, apalagi membahas soal kehamilannya. Ia bahkan tak pernah menyebut kata "anak" atau "pernikahan" sejak hari mereka “dijodohkan” itu.
11292Please respect copyright.PENANAnRS2yNP74s
Dan Juli… tetap seperti bayangan. Lalu lalang tanpa suara. Sesekali makan bersama, sesekali melempar senyum seadanya. Tapi lebih sering termenung di balkon atas, mengusap perutnya yang makin membulat, seperti menanti sesuatu yang tak akan datang.
11292Please respect copyright.PENANAbkYKW01W54
Suatu sore, Pram mendengar suara tawa dari dalam kamar tamu. Ia sedang merapikan tanaman ketika suara itu meluncur dari jendela terbuka.
11292Please respect copyright.PENANAvTh28w5Z5O
Tawa laki-laki.
11292Please respect copyright.PENANAb4cQgkbwkS
Lalu suara Juli, samar. “Jangan, nanti ketahuan…”
11292Please respect copyright.PENANA7dqKP2KjMW
“Tenang… dia lagi di taman, kan?”
11292Please respect copyright.PENANAVut1tdIPP9
Pram berhenti menyiram.
11292Please respect copyright.PENANAt3GaEPuQPm
Ia mencoba tak bereaksi, tetap fokus pada daun-daun yang basah. Tapi air dari selang mulai berlebihan. Tanaman itu tak butuh hujan buatan selama lima menit penuh.
11292Please respect copyright.PENANAWBIW00OT4y
Malamnya, suara itu datang lagi.
11292Please respect copyright.PENANAeI91FSt1D7
Pram duduk di ruang tamu, membaca buku. Matanya tidak fokus. Dari lantai dua, suara ranjang berderit. Pelan, teratur. Terlalu teratur untuk disebut kebetulan. Lalu bisikan, samar seperti angin.
11292Please respect copyright.PENANA6Kgg6mDdaA
“Kalau dia tahu gimana?”
11292Please respect copyright.PENANAALtsbY1gv5
“Biarin. Dia nggak akan berani.”
11292Please respect copyright.PENANAjSqIcV8q7q
Pram menutup bukunya. Diam. Dadanya panas. Tapi wajahnya datar.
11292Please respect copyright.PENANA2nO5X5xvcO
Ia bukan detektif. Bukan suami. Bahkan secara teknis, ia bukan siapa-siapa.
11292Please respect copyright.PENANAmpjrXhDA7t
Hanya pria baik yang terlalu percaya orang.
11292Please respect copyright.PENANAVWTCVZnMG6
Dan kebaikan itu… mulai menggerogoti dirinya sendiri.
11292Please respect copyright.PENANA5GUpab6ZcN
11292Please respect copyright.PENANArjwfmEm7Iu
---
11292Please respect copyright.PENANAsuynkWY4kk
Minggu berikutnya, Pram makin jarang bicara. Ia tetap bekerja, tetap sopan, tetap membuatkan teh untuk Juli di pagi hari. Tapi sorot matanya berubah—dari teduh menjadi kosong.
11292Please respect copyright.PENANAR3ylFNlIW7
Juli mulai menyadarinya.
11292Please respect copyright.PENANAFQxZchA0sp
"Pram," ucapnya suatu pagi saat sarapan. "Kamu kelihatan capek."
11292Please respect copyright.PENANAfr7XNEKwD5
Pram tersenyum kecil. “Nggak juga. Mungkin cuma kurang tidur.”
11292Please respect copyright.PENANAuVasGSE1Gd
Juli menatap wajahnya lekat-lekat. Tapi Pram tak menatap balik. Matanya menghindar, seperti orang yang tahu terlalu banyak tapi memilih bungkam.
Lalu, Joni datang lagi.
Pemilik vila, pria berpenampilan rapi dan parfum mahal yang selalu menyapa Pram dengan senyum kebapakan.
11292Please respect copyright.PENANAk7KvweUutu
“Gimana kabarnya?” tanyanya, menepuk bahu Pram. “Vila masih aman?”
11292Please respect copyright.PENANAsKB9qSfZk2
Pram mengangguk. “Semua terurus, Pak.”
11292Please respect copyright.PENANAhFld9fjv6q
Malam itu, mereka makan malam bersama. Joni di ujung meja, Juli di sampingnya. Pram duduk sendiri di seberang, memotong ayam dengan pelan seperti sedang menghitung tiap irisannya.
11292Please respect copyright.PENANAJxeG0Fgi7Y
Obrolan terjadi di antara Joni dan Juli saja. Tentang ‘dokter kandungan langganan’, ‘nama bayi’, ‘rencana setelah melahirkan’.
11292Please respect copyright.PENANAFvxwI1YnHg
Pram hanya mendengar.
11292Please respect copyright.PENANApAro4ttaiP
“Kalau laki-laki gimana?” tanya Joni pada Juli.
11292Please respect copyright.PENANAooU3oMfWwP
“Kayaknya mirip kamu, deh,” jawab Juli, terkekeh kecil.
11292Please respect copyright.PENANAWwkWnzT7W8
Tertawa. Lalu hening. Lalu bisik-bisik yang sengaja tak diucapkan jelas.
11292Please respect copyright.PENANAW9wD8xE9lr
Pram pura-pura tidak dengar. Tapi hatinya seperti dipukul dari dalam.
11292Please respect copyright.PENANAhiAyvRumjX
11292Please respect copyright.PENANAXQqBkQyUsh
---
11292Please respect copyright.PENANASSN6zuRga0
Beberapa hari setelah itu, sesuatu dalam diri Pram mulai berubah.
11292Please respect copyright.PENANA16XHWd4K6V
Ia tak lagi bangun sepagi dulu. Tugas-tugasnya mulai dilakukannya asal-asalan. Kolam renang dibiarkan kotor, taman dibiarkan kering. Ia mulai menulis catatan kecil di balik pintu kamar: “Tidak semua yang baik akan dibalas baik.”
11292Please respect copyright.PENANAfAnDxvQCYt
Pram masih diam. Tapi dalam diam itu, ada api yang tumbuh perlahan.
11292Please respect copyright.PENANAf3s3YRXz3f
Suatu malam, ia duduk di balkon sambil membawa kopi dingin. Angin laut mengusap wajahnya. Di bawah, lampu vila menyala sayu. Lalu terdengar lagi—suara kaki di lantai atas, suara pintu dibuka dengan pelan.
11292Please respect copyright.PENANA3UiENmsLDw
Desahan. Napas. Suara ranjang.
11292Please respect copyright.PENANA8mLx0IFH5m
“Aku kangen…”
11292Please respect copyright.PENANAIifzhBf6WB
“Aku juga…”
11292Please respect copyright.PENANAnQ7H9t1KQY
Pram memejamkan mata.
11292Please respect copyright.PENANAgXf9rKWci7
Ia tak menangis. Tapi matanya basah.
11292Please respect copyright.PENANAJ93JT9QzBw
11292Please respect copyright.PENANA3ef2I5VSgM
---
11292Please respect copyright.PENANASBE1CbHEWQ
Keesokan paginya, ia meninggalkan sarapan di meja seperti biasa. Tapi kali ini, ia tidak menulis catatan kecil penuh motivasi seperti biasanya. Tidak ada: “Semangat ya hari ini!” atau “Kamu nggak sendiri.”
11292Please respect copyright.PENANAY7fS1Jwfx6
Hanya roti dan teh tawar.
11292Please respect copyright.PENANAlYhFcQggUz
Juli duduk di meja sambil menatap piring itu lama.
11292Please respect copyright.PENANAxw8LbEOQ1p
"Pram..." panggilnya pelan.
11292Please respect copyright.PENANANo75IHm8XI
Pram sedang menyiram tanaman, tapi tidak menjawab.
11292Please respect copyright.PENANAKRY8N2evj8
"Pram, bisa bicara sebentar?"
11292Please respect copyright.PENANA9jQJMMVJah
Pram menoleh, hanya sebentar. “Nanti aja. Saya lagi sibuk.”
11292Please respect copyright.PENANA30JZrX7j0h
Nada suaranya datar. Lebih dingin dari kabut pagi.
11292Please respect copyright.PENANAkjIbooSYrl
11292Please respect copyright.PENANAEcotqrJQkC
---
11292Please respect copyright.PENANA98Vysup3Cr
Malamnya, Joni pamit kembali ke Jakarta. Tapi sebelum berangkat, ia sempat menghampiri Pram.
11292Please respect copyright.PENANATBjqCRdeGR
"Terima kasih, ya, udah bantu jaga vila dan... Juli."
11292Please respect copyright.PENANAlhXvPKFCr4
Pram menatapnya lama.
11292Please respect copyright.PENANAD1JtcQ6Jtu
“Iya, Pak. Sama-sama.”
11292Please respect copyright.PENANAxWK4sJLHIY
Joni menepuk bahunya lagi. “Kamu orang baik, Pram.”
11292Please respect copyright.PENANAXYC1EPn0zS
Kali ini, Pram tersenyum.
11292Please respect copyright.PENANA5u9wz6Sz4u
Tapi bukan senyum ramah seperti dulu.
11292Please respect copyright.PENANAx6glgD2adQ
Senyumnya tipis. Seperti orang yang akhirnya tahu bahwa kebaikannya adalah bahan bakar bagi kebohongan orang lain.
11292Please respect copyright.PENANAUewwbafuhK
11292Please respect copyright.PENANARjCpqyYqO5
---
11292Please respect copyright.PENANA61MNBLoYd1
Hari berganti minggu. Pram kini jarang berbicara. Tapi pikirannya terus bekerja. Menggali. Mengingat. Menyusun potongan-potongan yang selama ini ia tolak untuk percaya.
11292Please respect copyright.PENANA8Y3PWjepFL
Ia mulai menulis di buku catatan kecilnya:
11292Please respect copyright.PENANAxAxRfiHU7v
> “Dulu aku kira, jadi orang baik artinya selalu memaafkan. Tapi ternyata, jadi orang baik bisa juga berarti membiarkan dirimu diinjak.”
11292Please respect copyright.PENANAXzhzJDxXm5
11292Please respect copyright.PENANAbIwez4abNf
11292Please respect copyright.PENANA5CMdoEYHhn
> “Aku nggak marah. Aku cuma kecewa karena aku sadar: aku bukan penyelamat. Aku cuma boneka penutup luka.”
11292Please respect copyright.PENANAS9kL2G5cWD
11292Please respect copyright.PENANAoGMtg1gwhM
11292Please respect copyright.PENANAwBcRRvElcC
> “Kadang, jadi bodoh lebih menyakitkan daripada jadi jahat.”
11292Please respect copyright.PENANAVt22XC1K1y
11292Please respect copyright.PENANAp0txQGs703
11292Please respect copyright.PENANAlB8JDJgWyM
11292Please respect copyright.PENANABjdlgJn08D
---
11292Please respect copyright.PENANAdxScR7Az2b
Sampai suatu malam, ia melihatnya sendiri.
11292Please respect copyright.PENANAK7vv9nJZSR
Juli dan Joni—berdiri di tepi kolam saat Pram mengintip dari balik tirai.
11292Please respect copyright.PENANAJD2yv8vAYx
Pelukan. Lalu ciuman singkat. Lalu bisikan.
11292Please respect copyright.PENANArU1isDS8Ah
“…aku bakal pastikan semuanya aman sampai kamu lahiran, oke?”
11292Please respect copyright.PENANAI2lA7uaZvC
“Pram?”
11292Please respect copyright.PENANARwgyexFwj7
“Dia nggak akan curiga. Dia terlalu polos.”
11292Please respect copyright.PENANASerQhA8Rvx
Mata Pram kosong. Tapi tangannya mengepal.
11292Please respect copyright.PENANAic15FSy2BR
Keesokan paginya, vila itu sunyi. Pram tidak membuat sarapan. Tidak menyapu halaman. Tidak menyiram bunga.
11292Please respect copyright.PENANAahunes6C3z
Ia hanya duduk di ruang tamu, menatap selembar kertas di tangannya.
11292Please respect copyright.PENANAzg0AueM0Ey
Surat pengunduran diri. Tanpa marah. Tanpa drama.
11292Please respect copyright.PENANAJSTSt7cgBT
Hanya satu kalimat di bawah tanda tangan:
11292Please respect copyright.PENANAVMksiQazrd
> “Kebaikan yang dipaksa, bukan lagi kebaikan. Itu kutukan.”
11292Please respect copyright.PENANALaM5MEQx0P
Dukung dan ikuti saya di
https://karyakarsa.com/DSASAXI88
ns216.73.216.176da2