Gadis itu bernama Kyla Madison, atau akrab disapa Kyla.
Semilir angin yang berhembus menerpa kulit tak membuat Kyla tuk berlalu pergi dari sana. Ia masih terus berjalan hingga debur ombak yang menerpa batu karang terdengar sangat jelas di telinga dan menjadi alunan musik yang menemaninya di tengah keheningan malam.
Kyla berhenti dan berdiri tepat di tepian pantai sambil melihat hamparan ombak dan bebatuan yang tertangkap dari matanya itu.
Sepersekian detik tubuhnya langsung jatuh ke bawah beralaskan tumpukan pasir pantai tersebut. Kyla langsung menekuk dan memeluk kakinya itu dengan kedua tangan, lalu membenamkan wajahnya di sela-sela lutut dan menangis sambil menahan sesak di dada hingga suara tangis itu hanya samar-samar terdengar.
Walaupun waktu telah menunjukkan pukul 22.00 dan dingin yang semakin menjadi, tak membuat Kyla beranjak dari tempatnya sekarang in. Baginya di sinilah ia dapat menumpahkan segala resah, sedih hingga tangisnya tanpa ada orang lain yang akan mengetahuinya.
“I hate this situation...” suaranya terdengar begitu parau dan memilukan, tapi ia masih tetap berusaha untuk mengeluarkan kata-kata yang sejak tadi dipendam. “Kenapa harus sahabat gue sendiri, hiks hiks hiks...” tangis Kyla tak kunjung berhenti dan malah semakin parah.
Drrttt Drrttt
Bunyi itu terus terulang, membuat Kyla terpaksa untuk mengambil benda persegi yang berada di tas selempang miliknya.
Sierra is calling...
“Sierra?” hanya kata itu yang keluarkan dari bibir Kyla saat melihat layar handphone nya. Kyla pun menghapus air matanya dengan punggung tangan, lalu berdehem untuk menetralkan suaranya agar tak terdengar parau. Setelah itu, barulah ia menggeser tombol berwarna hijau di layar handphonenya itu.
“Lo kemana aja sih? Kenapa lama angkatnya? Dan kenapa lo kabur dari party-nya Devan? Kan lo tau acaranya belum selesai.” itulah sederetan pertanyaan yang Sierra atau sahabatnya itu keluarkan. Kyla hanya bisa tersenyum mendengar suara Sierra yang terlihat marah bercampur khawatir dengan dirinya.
“Gue cuman gak enak badan aja tadi Ra, jadi gue milih buat pulang dari pada gue pingsan di sana dan bikin acaranya kacau. Lo gak perlu khawatir , gue nggak apa-apa kok.” jawab Kyla untuk membuat Sierra tak khawatir padanya. Kyla hanya berdoa agar Sierra bisa percaya pada kebohongan yang sedang ia ucapkan dan tak marah-marah lagi padanya karena telah pergi dari party-nya Devan tanpa pamit.
“Astaga, kenapa lo gak ngomong aja sama gue? Kan gue bisa anter lo, Kyl. Suara lo aja kedengaran lemes gitu, ya udah deh lo minum obat ya trus bobo cantik, biar besok kita bisa ketemu di sekolah, oke?”
“Oke Ra. Good night” Kyla pun akhirnya bisa bernafas lega karena Sierra percaya padanya. Setelah mendapatkan balasan dari penelpon di seberang sana Kyla langsung mematikan handphone-nya dan menggenggam handphone-nya itu.
Lagi-lagi ia terdiam dengan air mata yang sudah menggenang di pelupuk mata indahnya itu. Ia masih mengingat kejadian yang baru saja terlewat dalam harinya. Begitu menyedihkan batinnya.
Kyla menghirup nafas sedalam-dalamnya dengan mata yang tertutup sejenak, lalu di hembuskannya perlahan-lahan. “Kyla, you have to forget all these events, anggap semua ini gak pernah terjadi. Kyla itu cewek kuat dan mampu melewati semuanya. Semangat.” Kyla mencoba untuk memberi semangat pada dirinya sendiri untuk tidak berlarut-larut pada hal seperti ini.
Ia pun berdiri dan berjalan menyusuri pantai yang ia pijak sekarang sambil menuju ke mobil yang terparkir di dekat pohon besar di pantai itu.
ns13.58.170.28da2