Beldiceanu, 2 bulan kemudian.
Jadwal kerja lapangan sudah di depan mata. Hinata dan kawan-kawan dari Corneanu sengaja bertemu di kampus sebelum berangkat ke Monteanu. Dari sebelas orang yang ada, diputuskan bahwa hanya tiga mobil yang akan digunakan. Mobil besar Hinata adalah salah satunya, bertugas sebagai pengangkut barang karena space yang sangat luas. Doi sendiri yang menyetir ditemani Yukari.
"Tidak akan ada yang heboh kalau senior menumpang di mobilku kan?" tanya Hinata setelah menutup pintu bagasi. Dia bertanya demikian karena Yukari dan Wataru senantiasa menempel bak perangko di setiap kesempatan. Jika ada keperluan ke kantor pemerintahan untuk mengurus berkas, Yukari-lah yang selalu duduk di sebelah Wataru selaku sopir pribadi angkatan mereka.
"Tidak akan. Memangnya Wataru itu suamiku?" Yukari tertawa anggun. "Kalau kubilang ini keinginan keponakan kalian, siapa yang akan protes?"
Hinata mengerjap sekali lalu mengelus perut kecil Yukari yang mulai tampak membulat. "Benar juga. Padahal sedang ada misi berbahaya, tapi kami malah memanfaatkan situasi ini," gumamnya datar. "Aku harus minta maaf pada semuanya. Aku janji kalian tidak akan terlibat dalam urusan kami."
"Urusanmu, kau bilang?" tanya Yukari dengan alis berkerut jengkel. "Tidak ada istilah urusanmu atau urusanku sekarang. Ingat, memang sudah seharusnya kita bekerjasama."
"Senior..." Hinata terpaku mendengar kata-kata seniornya itu.
"Apa yang akan kalian lakukan menyangkut keselamatan dunia beserta seluruh makhluk di dalamnya. Kami akan berusaha agar yang lain tidak menjadi beban untuk tugasmu nanti."
Hinata masih terdiam ketika Yukari tiba-tiba memeluknya. Teman-temannya hanya menatap keheranan dari jauh. Entah apa yang mereka bicarakan sampai seserius itu. Di samping itu, mereka juga khawatir dengan gejolak histeris para fans yang berkerumun sejak tadi. Si feminim Yukari yang memeluk si maskulin Hinata tampaknya sangat uwu di mata mereka.
Usai memastikan semua persiapan sudah selesai, rombongan Golden Eleven pun berangkat. Hinata sengaja berangkat paling belakang karena masih harus mengatur tempat duduk yang nyaman untuk si calon ibu. Dua mobil lainnya juga berangkat duluan karena masih akan mampir di minimarket untuk membeli cemilan dan buah-buahan. Mereka akan bertemu lagi disana.
"Oke, sip!"
Hinata menutup pintu penumpang lalu membukakan pintu depan untuk Yukari. Tampak kursinya telah diatur dengan tingkat kemiringan tertentu dan dilengkapi sebuah bantal kecil sebagai penyangga punggung. Jok tengah juga sudah diatur sedemikian rupa agar Yukari bisa pindah ke sana jika ingin berbaring mengingat jarak yang mereka tempuh sangat jauh.
"Kau memang junior paling mantap!" Yukari menaikkan kedua jempolnya. "Wataru saja tidak pernah sampai segininya."
"Kita kan sama-sama perempuan, jadi wajar saja kalau aku mengerti."
"Adikku yang satu ini memang beda," ujar Yukari sambil menepuk pelan pundak Hinata sebelum menduduki tempat yang sudah disiapkan untuknya.
"Kak Hinata!"
Hinata baru akan menutup pintu untuk Yukari ketika terdengar suara Reiko dari belakang. Gadis itu tampak berlari dengan tergesa-gesa bersama Natsume, bahkan sempat tertinggal. Tapi Natsume berbalik dan menarik tangannya.
"Kalian kenapa?" tanya Hinata heran begitu kedua gadis itu telah sampai di hadapannya.
Reiko nampak kewalahan mengatur napasnya karena berlari dari kelas menuju halaman depan kampus. Natsume selaku sahabat yang baik mengambil inisiatif mengelus punggungnya agar doi segera rileks kembali. Namun Reiko tidak bisa menunggu sampai napasnya stabil untuk menyerahkan sebuah tas belanja berukuran besar padanya. Logo sebuah toko dessert favorit di Beldiceanu tercetak di kedua sisi tas belanja berwarna putih semi-transparan itu. Dan dari bentuknya, sepertinya isinya tidak hanya satu kotak.
"Reiko, ini..." Hinata memandang kedua gadis itu dengan muka terheran-heran.
"Kudengar perjalanan ke Monteanu butuh waktu berjam-jam. Jadi bawalah ini bersamamu," potong Reiko tanpa mengangkat wajahnya.
Mau tak mau Hinata harus menerimanya. Selain junior sekaligus fans, Reiko juga sudah sangat akrab dengannya karena sering mengobrol melalui media sosial. Apalagi dia sedang berusaha membangun relasi yang baik dengan orang-orang di sekitar Tohru. Reiko pun menganggapnya seperti kakak sendiri. Dia tidak mungkin menolak pemberian tulus dari gadis ini kan?
"Baiklah," ucap Hinata ragu-ragu. Walhasil Reiko langsung mengangkat wajahnya demi melihat sang senior idola menerima pemberiannya. "Tapi kau tidak harus repot begini, Reiko."
"Aku tidak merasa repot sama sekali. Justru aku juga biasa melakukan hal yang sama kepada kak Tohru," ujar Reiko ceria. Hinata jadi tidak sadar menyunggingkan senyum terlena melihat wajah manis itu. "Kakak kan calon istrinya kak Tohru, jadi mohon dibiasakan."
Hinata tertawa mendengarnya. "Hubungan baik antar bangsawan memang sesuatu yang berbeda," gumamnya. "Kalau begitu terima kasih ya. Dan juga untuk hadiah yang kemarin."
"Hadiah yang kemarin?" Reiko berpikir sebentar. "Bola salju itu ya?"
Hinata mengangguk. "Indah sekali. Aku menyukainya."
"Woah!" Natsume langsung menyikut perut Reiko. "Kau memberi hadiah untuk senior tanpa mengajakku?"
"Maaf, aku tergesa-gesa memesannya. Jadi lupa mengajakmu," kilah Reiko. Namun raut bahagia tidak kunjung luntur di wajahnya walau sesakit apapun serangan sikut Natsume."Syukurlah kalau kak Hinata menyukainya."
"Kalau begitu, kami berangkat dulu," pamit Hinata kemudian. Tak lupa mengelus rambut Natsume dan Reiko bergantian sampai kedua gadis itu melongo tak percaya.
"Kak Hinata mengelus kepalaku!?" Natsume menggerutu sementara Hinata memasuki mobilnya.
Hinata masih menyempatkan diri untuk melambai dan membunyikan klakson sebelum mobilnya benar-benar meninggalkan halaman depan kampus. Yukari pun ikut melambai, nampaknya dia menyukai kedua gadis itu dan tingkah lucu mereka.
"Aku tidak tau kalau kau punya fans seimut mereka," celetuknya setelah Hinata mengarahkan mobilnya memasuki jalan raya. "Yang feminim itu sepertinya juga akrab dengan Tohru."
"Benar. Namanya Reiko, putri keluarga Count Hoffman," sahut Hinata. "Keluarganya sudah bermitra dengan keluarga Arashi selama beberapa generasi."
"Wah, pantas saja dia sangat dekat denganmu. Kau harus mempertahankan hubungan baik ini, Hinata."
"Tentu saja, kak."
"Lalu yang satunya lagi?"
"Namanya Natsume, tapi aku tidak tau marganya. Dia junior kita di kampus dan di Departemen Pertahanan."
"Hunter?" Yukari tak sadar mempelototi Hinata.
"Aku bertemu dengannya di pertemuan nasional kemarin. Sepertinya dia anggota muda yang cukup berbakat."
"Wah, fansmu ternyata mantap semua ya."
Hinata hanya tertawa mendengar pendapat itu.
Setelah cukup lama, mereka berhenti di depan sebuah minimarket dimana dua mobil lainnya telah menunggu. Yukari bergegas melepas safety belt karena ingin membeli minuman dan cemilan ketika ia tidak sengaja melihat Hinata menyandarkan kepalanya pada stir mobil. Mendadak saja perasaannya tidak enak karena ekspresi juniornya itu terlihat mengkhawatirkan.
"Hinata, kau baik-baik saja?" tanya Yukari khawatir.
Kekhawatirannya semakin menjadi karena Hinata tidak segera menjawab pertanyaannya. Ia justru memijit kening beberapa kali sebelum menoleh kepada senior di sebelahnya dengan raut kebingungan.
"Ya? Senior mengatakan sesuatu?" tanya Hinata balik, sukses membuat Yukari cengo.
"Hei, kau ini sebenarnya kenapa sih?!"
Sepuluh menit berikutnya, Madoka menyodorkan sebotol air mineral dingin kepada Hinata yang masih anteng di kursi kemudi. Malas turun dari mobil, katanya. Jadinya hanya pintu depan yang dibuka sementara kakinya bergelantungan begitu saja sambil menatap rekan-rekannya sedang bercengkrama satu sama lain. Yukari masih di dalam minimarket, sedang berurusan dengan kasir dan tampak sesekali melihat ke arahnya.
"Kakak yakin tidak apa-apa? Kak Yukari sampai mau menangis loh tadi," ujar Madoka sembari menyandarkan tubuhnya di pintu penumpang.
Hinata meneguk air minumnya sebelum meletakkannya di pintu mobil. "Sudah dibilang, aku baik-baik saja. Sehat wal afiat," tegasnya tanpa menatap Madoka. Pandangannya tertuju pada Kuriko yang tengah bercanda dengan Wataru dan dokter Naomi. "Hanya telinga berdengung."
Madoka mengerutkan kening. "Telinga kakak berdengung? Sudah periksa di dokter THT?"
"Sudah. Tapi tidak ada masalah. Telingaku normal-normal saja katanya."
Kerutan di kening Madoka semakin parah. "Trus kenapa bisa berdengung begitu? Bukan mau dengar kabar buruk kan?"
"Itu berdenging namanya. Beda lagi ceritanya, Madoka," sungut Hinata mulai jengkel.
"Tapi gak ada keluhan lain kan?"
Tidak langsung menjawab, Hinata melirik tajam ke arah juniornya itu sebentar lalu kembali menatap Kuriko dan kawan-kawan. "Ada," jawabnya singkat. "Tapi berjanjilah, kau tidak akan mengatakannya pada siapapun?"
"Baiklah. Lebih baik ada satu orang yang tau daripada tidak sama sekali kan?" sahut Madoka optimis.
Hinata menghela napas tidak yakin. Tapi setelah beberapa saat melihat sekeliling, biji matanya bergerak melirik Madoka dengan ketajaman yang lebih dibanding sebelumnya. Terus terang ekspresi itu membuatnya merinding seakan ingin segera lari meninggalkan tempat.
"Aku mendengar suara-suara setiap kali telingaku berdengung," ucapnya setengah berbisik.
JDER!
"Suara-suara?" Madoka terkesiap. Mendadak saja sekujur tubuhnya merinding disko. "Yang bagaimana maksud kakak?"
"Entahlah, suaranya random sih."
"Hah?" Madoka malah tidak mengerti.
"Tapi kebanyakan suara perempuan, dan tidak hanya satu."
"....."
"Sebagian besar terdengar seperti jeritan dan tangisan."
Walhasil Madoka kepikiran sepanjang jalan menuju Monteanu. Dia sampai rajin menelpon Yukari untuk memastikan apakah Hinata baik-baik saja selama perjalanan dan menjadikan kata kangen sebagai kamuflase untuk menutupi tujuannya. Dia sudah berjanji untuk tidak membeberkan apa yang dikatakan Hinata padanya. Tapi harus sampai kapan dia akan tetap diam?
"Sebaiknya aku memberitahu kak Yukari setelah kita sampai di Monteanu nanti." Setidaknya begitulah keputusannya.
Mereka pun tiba di tujuan dengan selamat setelah hampir tujuh jam perjalanan. Langsung menuju penginapan yang telah disiapkan oleh orang suruhan Hinata sebelumnya. Sebuah rumah besar dan dua bangunan serupa dengan ukuran lebih kecil di kedua sisi sehingga membentuk huruf U.
Hinata dan Wataru turun duluan, langsung dihampiri oleh dua orang pemuda yang memakai vest khusus berwarna abu-abu. Yukari tersenyum melihat kedua pemuda itu dari tempat duduknya, dia mengenali mereka sebagai hunter wilayah Monteanu yang bertugas mencarikan penginapan. Mereka tampak berkenalan sebentar dan sedikit berbasa-basi.
"Kami sudah membicarakan dengan pemilik rumah. Terlambat sedikit saja, kita bisa kehabisan kamar," ujar si rambut cepak bernama Hitoshi.
"Memang sekarang musimnya mahasiswa magang sih," gumam Wataru. "Jadi pas untuk sebelas orang kan?"
"Iya, pas. Kamarnya bahkan sudah disiapkan, tinggal kalian pilih mau yang mana."
"Wish, mantap! Jadi barangnya sudah bisa dibawa masuk kan?"
"Tentu saja."
"Tunggu dulu." Tiba-tiba saja Hinata meraih pundak Wataru dari belakang. Kedua hunter yang melihatnya langsung terdiam setelah mendengar suaranya. "Kita harus membiarkan nyonya-nyonya dan nona-nona itu memilih kamar mereka terlebih dahulu. Tentu kak Wataru tidak ingin bekerja dua kali kan?"
Selagi kawan-kawannya memilih kamar untuk ditempati, Hinata mendekati sebuah kamar di ujung koridor lantai dua. Dari keterangan Akemi-teman Hitoshi, kamar itu sengaja dipilih oleh Setsuna untuk Hinata. Jadi doi tinggal mengecek seperti apa kamar yang dipilihkan oleh sahabatnya itu.
Kamar itu tampaknya lebih bersih dari yang diperkirakan, dilengkapi kamar mandi, kamar tidur dan dapur kecil seperti kamar lainnya. Mirip-mirip apartemen mini. Yang membedakan adalah jendela besar dengan tempat duduk di depannya, cukup luas hingga bisa ditempati berbaring. Sepertinya kamar ini adalah salah satu jendela depan lantai dua yang tadi dilihatnya di halaman.
Senyuman di wajah Hinata lenyap setelah memikirkannya. Karena sesaat sebelum ia memasuki bangunan tengah ini, pandangannya tidak sengaja menangkap pergerakan di jendela. Seperti seseorang baru saja menutup tirai setelah memperhatikan mereka.
Ia menempatkan tangannya pada sebilah belati yang terselip di belakang pinggangnya. Lambang keluarga Grand Duke Aozora yang terpahat pada pegangannya menandakan bahwa itu adalah salah satu senjata pembunuh yuurei paling kecil. Langkah kakinya sangat pelan ketika ia menyelinap memasuki kamar yang akan ditempatinya itu.
Sesaat tidak ada yang aneh. Ruangan itu sangat sepi, namun Hinata tidak mengendurkan penjagaan. Ada seseorang di dalam kamar ini, dan dia bisa merasakan keberadaannya. Beberapa saat terdiam di tengah ruangan, kepalanya tiba-tiba menoleh ke arah pintu kamar tidur yang berayun tertiup angin. Hinata pun menggiring langkahnya memasuki kamar tidur tersebut dan menemukan sesosok wanita sedang berdiri di depan jendelanya.
Wanita itu memiliki surai blonde kusam yang dikepang hingga lutut. Tubuh langsingnya dibalut kimono berwarna hitam dengan motif bunga-bungaan berwarna cerah. Ketika ia menoleh, Hinata bisa melihat kulit seputih pualam yang membungkus tubuhnya dan wajah rupawan bak seorang wanita bangsawan. Bilah birunya berkilau bagai kristal, membuat Hinata mengira kalau itu adalah boneka jika saja bibir tipisnya tidak menyunggingkan senyum hangat.
***
"Nama pemilik properti ini adalah Himawari Anderle. Beliau merupakan putri Count terdahulu yang menguasai wilayah ini," jelas Akemi yang duduk di sebelah Ryohei sementara Hitoshi menyajikan teh panas kepada semua orang yang ada di teras depan saat itu. Dessert pemberian Reiko juga digelar di atas meja agar dapat dinikmati semua orang.
Mereka duduk menyebar di bangku yang tersedia tanpa terkecuali. Di bangku tengah, Hinata duduk dengan diapit oleh Junko dan Madoka bersama Dokter Naomi dan Emiko. Dia tampak serius memandangi setiap cupcake dari tiga kotak dessert tersebut selama Akemi menjelaskan.
"Kebetulan beliau sedang ada urusan di Ardeleanu dan akan kembali dalam beberapa hari. Jadi kami diminta untuk mewakili beliau menyambut rombongan Nona Mizutani dan Nona Aozora," lanjutnya.
"Berarti sekarang beliau adalah Countess di wilayah ini?" tanya Yukari memastikan.
"Benar, Nona. Countess tidak memiliki saudara dan kerabat, jadi beliau mengangkat banyak orang sebagai anaknya," jawab Hitoshi yang kembali ke belakang Akemi. "Dan kami adalah bagian dari anak-anak yang beruntung itu."
"Sepertinya rumor bahwa Countess Anderle adalah sosok yang sangat dermawan memang benar adanya. Sangat jauh berbeda dengan mendiang ayahnya," ujar Yukari. Akemi yang sedari tadi hanya memasang tampang datar akhirnya tersenyum juga setelah mendengar pernyataan itu.
"Tentu saja. Anda bisa melihat sendiri perbedaannya," sahutnya singkat. "Dibanding era kekuasaan ayahnya, era Countess jauh lebih baik. Masyarakat bisa hidup dengan nyaman dan bahagia."
Hinata tidak merespon pembicaraan itu dan hanya mengambil cupcake dengan topping strawberry di atasnya untuk dinikmati. Dia tau bahwa Count terdahulu adalah orang yang serakah. Dan salah satu bentuk keserakahannya adalah perasaan yang tidak pernah puas terhadap wanita. Agak mirip dengan Grand Duke Homura V. Dari seorang istri sahnya, dia diketahui memiliki banyak simpanan. Namun tidak satu pun dari wanita-wanita itu yang mampu memberinya keturunan. Count hanya memiliki seorang anak perempuan dari istri sahnya.
Tidak banyak yang tau tentang penyebab pasti kematiannya, kecuali para bangsawan yang pernah menjalin hubungan kerjasama dengannya termasuk Aozora. Setelah berpuluh-puluh tahun disibukkan dengan keserakahannya, ia jatuh sakit dan meninggal hanya dalam beberapa bulan. Wanita-wanita simpanannya pun tidak lagi memiliki urusan dengan Anderle karena kekuasaan penuh dipegang oleh Countess saat itu.
Itu pun tidak bertahan lama karena beliau mulai sakit-sakitan. Kondisinya memburuk dengan cepat dan harus segera mewariskan posisi kepala keluarga kepada putrinya, yang saat ini dikenal sebagi Himawari Anderle. Seorang wanita berparas cantik jelita yang cerdas dan bijaksana, impian setiap lelaki di dunia. Itu yang dipikirkan Ryohei dan yang lain setelah melihat figura berukuran besar yang terpajang di atas perapian ruang tamu. Tapi lain lagi dengan yang dipikirkan Hinata.
Jika Himawari Anderle yang dimaksud Akemi sedang berada di Ardeleanu, lantas siapa sosok yang tersenyum padanya di kamar tadi? Segera setelah itu, dia menyapa Hinata tanpa suara dan berlalu keluar dari kamar. Tapi saat Hinata mengejarnya keluar, sosoknya menghilang tanpa jejak. Maka dia putuskan menyimpan kejadian ini untuk dirinya sendiri karena tidak ingin mengundang kekacauan di hari pertama mereka di Monteanu.
Akemi dan Hitoshi pamit setelah cukup lama berbincang-bincang untuk memulai patroli. Ryohei juga menyusul tak lama setelahnya karena harus menyiapkan makan malam bersama di kontrakan Setsuna. Pemuda itu mengundang Hinata dan kawan-kawan untuk makan malam karena baru tiba dari Beldiceanu. Hinata juga baru ingat kalau dia lupa membawa handuk dan tisu wajah.
"Sekalian cek lokasi," kata Hinata seraya berdiri dari duduknya.
Junko pun dengan sigap mengangkat tangan. "Aku ikut! Perlengkapan mandiku kelupaan," alasannya. Teman-teman yang mendengarnya serentak menoleh.
"Bagaimana bisa?" tanya Kuriko.
"Kupikir Sasaki sudah memasukkannya ke dalam koper, ternyata belum," ujar Junko dengan wajah dongkol. "Dia baru saja mengirim pesan kalau peralatan mandiku masih ada di atas tempat tidur."
"Kau harus menghukumnya setelah selesai kerja lapangan," sungut Wataru iseng.
"Tentu saja, dia akan merasakan akibatnya." Junko menggaet lengan Hinata tanpa pikir panjang dan melangkah menuju gerbang bersama-sama.
Beberapa meter sebelum mencapai gerbang, ia tiba-tiba berbalik menuju rumah tempat mereka menginap. Dompetnya ketinggalan di kamar, katanya. Kebetulan uang di saku jaket Hinata tidak akan cukup jika ingin menalangi belanjaan Junko, jadi dia biarkan nyonya muda itu kembali untuk mengambil dompet di kamar.
Wataru sempat meneriakkan pertanyaan mengapa Junko kembali, dan Hinata balik meneriakkan jawabannya. Setelah melihat pemuda itu mengangguk mengerti, Hinata tersenyum dan hendak berpaling untuk melanjutkan langkahnya menuju pintu gerbang. Niatnya ingin bersandar disana sambil mengecek chat dari Tohru. Namun pandangannya tiba-tiba miring, berpindah dari posisi horizontal normal ke view vertikal dengan sangat cepat.
Dia baru sadar kalau tubuhnya ambruk setelah kepalanya terantuk kerasnya paving blok. Menyusul teman-temannya yang berlomba-lomba meninggalkan tempat duduk masing-masing dengan wajah panik. Wataru yang berteriak paling keras dan berlari paling depan. Dia meraih tubuh Hinata dalam beberapa detik dan merengkuhnya. Ini adalah pemandangan yang sangat langka karena Wataru dikenal selalu menjaga jarak aman dengan wanita selain Yukari. Tapi khusus hari ini, hal itu tidak berlaku untuk juniornya yang satu ini.
"Hinata! Kau bisa mendengarku?!" panik Wataru sambil menepuk pelan wajah Hinata. "Hinata!"
Hinata melongo bingung. Tentu saja dia bisa mendengar kepanikan Wataru, wajah pemuda itu juga terpampang jelas di depan matanya. Dia masih bisa menggerakkan kepala untuk melihat teman-teman yang berkerumun di sekitarnya, namun tidak dengan anggota tubuh lainnya. Pelan tapi pasti, Hinata menyadari bahwa ia tidak dapat merasakan tubuhnya sendiri. Bibirnya terasa sulit digerakkan. Dan sebelum ia sempat mengatakan sesuatu, pandangannya tiba-tiba menghitam dan semua suara di sekitarnya lenyap dalam sekejap.
Sore harinya, semua orang pun bersiap memenuhi undangan makan malam Setsuna yang telah disampaikan oleh Ryohei sebelumnya, tak terkecuali Hinata. Setelah siuman dua jam kemudian, dia kembali mengejutkan teman-temannya dengan mengatakan bahwa tubuhnya tidak merasakan sakit atau semacamnya sebelum jatuh pingsan di halaman depan tadi siang. Walhasil kini dia merasa sehat bugar dan siap menemui Setsuna seperti tidak pernah terjadi apa-apa.
Yukari dan yang lain baru benar-benar percaya saat melihatnya turun dari tangga, lengkap dengan setelan rumahannya. Terdiri dari cardigan oversize, kaos t-shirt, celana panjang dan sandal yang semuanya berwarna gelap. Itu wajar-wajar saja karena Hinata dikenal tidak menyukai pakaian berwarna cerah.
"Minimalis sekali, tapi tetap keren," nilai Dokter Naomi. Menyusul Junko, Madoka dan Emiko yang serempak menaikkan jempol masing-masing.
"Kau selalu berpenampilan seperti ini di rumah?" tanya Wataru.
"Kira-kira begitu. Biasanya sih aku lebih suka memakai haori," jawab Hinata sambil menarik lepas ikat rambutnya sehingga surai hitamnya itu terurai sampai atas pinggang. "Tapi karena kita akan keluar rumah, jadi aku menggantinya dengan cardigan."
Yukari hanya tersenyum menanggapi, sementara sisanya yang belum merespon hanya menatap doi dengan pandangan kagum. Hm... sama seperti Yukari, vibesnya selalu berbeda selama dia adalah seorang bangsawan walau sesederhana apapun stylenya. Kalau diingat-ingat, sosok dan penampilan Hinata juga selalu membuat orang-orang terdiam karena kharismanya selama latsar awal tahun kemarin.
"Ayo, mereka pasti sudah menunggu," sela Yukari.
Kontrakan Setsuna hanya berjarak lima menit dari mansion Countess Anderle jika ditempuh dengan berjalan kaki. Sepanjang perjalanan, masih banyak warga setempat yang berseliweran dengan urusan masing-masing. Kebetulan langit juga masih cukup terang, namun suhu udara yang menurun membuat lampu jalanan menyala terang. Baguslah mansion Countess Anderle tidak berada tepat di sekitar jalan raya provinsi yang ramai kendaraan, melainkan berbelok masuk ke tengah-tengah perumahan dan persawahan. Jika tidak, mereka tidak akan berada di tengah suasana asri pedesaan seperti sekarang.
"Kita memilih lokasi yang tepat," gumam Dokter Naomi senang. "Kita bisa merasakan suasana pedesaan yang sudah maju di tengah kota besar seperti ini."
"Iya, tatanan bangunan disini juga tidak rapat seperti di Beldiceanu," Kuriko menimpali. "Jadi tentram rasanya."
Bagaimana dengan Hinata? Masih sama seperti biasa, posisinya berada di belakang barisan. Jika Wataru selalu berada di belakang, maka Hinata lebih di belakang lagi. Tapi dengan adanya insiden tadi siang, Madoka sengaja menyamakan langkah agar bisa berjalan bersisian dengannya.
"Kak Hinata, yang tadi itu sebenarnya kenapa sih?" tanya gadis itu kemudian.
Hinata yang tadinya sedang menikmati pemandangan sekitar pun menoleh. "Entahlah, aku juga tidak mengerti," jawabnya. "Semuanya terjadi begitu tiba-tiba. Aku baru sadar kalau tubuhku sudah terbaring di tanah setelah melihat kalian berlarian mendekat."
Madoka mengerutkan kening sesaat sebelum mengembalikan pandangannya ke depan. Tanpa dia sadari, teman-teman yang tidak sengaja mendengarnya langsung terdiam.
"Lalu bagaimana dengan yang kakak bilang tadi pagi? Kira-kira ada hubungannya atau tidak?"
"Hm... bagaimana ya?" Hinata berpikir sejenak. "Sebenarnya agak sulit jika harus dikaitkan. Aku lebih ke pendapat Dokter Naomi kalau ini ada hubungannya dengan gangguan sistem saraf. Karena selama tidak sadar itu, aku bahkan tidak bermimpi dan tidak bisa merasakan apa-apa."
"Itu sih tidak kalah mengkhawatirkannya," cibir Madoka.
Hinata tersenyum. "Setuju."
Sesampainya di rumah Setsuna, mereka disambut oleh Ryohei. Acara makan malam segera dimulai karena memang sudah tiba waktunya. Semuanya berjalan normal, Setsuna juga berkenalan dengan teman-teman Hinata. Dan ternyata, Dokter Naomi pernah berada di angkatan yang sama dengan Setsuna di pendidikan awal sebagai dokter umum. Tidak ada yang membahas perihal kejadian tadi siang karena Hinata meminta teman-temannya untuk tutup mulut. Dia tidak ingin membuat lebih banyak orang khawatir karena sesuatu yang bahkan belum jelas penyebabnya.
Usai makan malam, Hinata kembali ke mansion Countess Anderle dan menyalakan lampu di atas meja kerja. Bola salju pemberian Reiko duduk manis di sebelahnya. Hinata selalu mengambil kesempatan untuk mengguncang benda itu sebelum meletakkannya kembali di tempatnya. Seru juga melihat replika salju yang berjatuhan di sekitar figur pasangan di bawah pohon.
"Yang Mulia...."
Hinata baru saja akan melepas cardigannya ketika telinganya kembali berdengung. Tapi kali ini terasa lebih keras dari biasanya sehingga dia bisa mendengar suara-suara yang mengiringinya dengan jelas. Disertai pula dengan rasa pusing ringan yang seolah mencengkeram bagian atas kepalanya.
"Sampai kapan...."
Dengungannya tidak kunjung reda sampai Hinata harus menarik kursi untuk diduduki.
293Please respect copyright.PENANAjYdlhKtqse
293Please respect copyright.PENANAsThAPYZYPZ
293Please respect copyright.PENANAH4IVWWn0ul
293Please respect copyright.PENANAKA6ot1v3ia
293Please respect copyright.PENANAzNFpCRIo3x
293Please respect copyright.PENANAYAWibcRwTT
293Please respect copyright.PENANAgxmSnsPN55
293Please respect copyright.PENANA5powQXUqV2
293Please respect copyright.PENANASSICOHXxVl
293Please respect copyright.PENANABIr51o5AiX
293Please respect copyright.PENANAG62RI3xHw2
293Please respect copyright.PENANACSVPgJsjIm
293Please respect copyright.PENANALIk034zkV7
293Please respect copyright.PENANAxShPfukdu9
293Please respect copyright.PENANAqZh9OX8alf
293Please respect copyright.PENANAbTUwIoMKSJ
293Please respect copyright.PENANAjLceoin9gb
293Please respect copyright.PENANAY1F0Yc1du4
293Please respect copyright.PENANAXSzhbNh19H
293Please respect copyright.PENANArBbaOriIwP
293Please respect copyright.PENANALJpfSTF0y6
293Please respect copyright.PENANAQihGl3UzFt
293Please respect copyright.PENANA3JQX008qOg
293Please respect copyright.PENANAMpengELNNw
293Please respect copyright.PENANAqCwgjm1pCq
293Please respect copyright.PENANAFTffbCkumc
293Please respect copyright.PENANA3lepTixBf3
293Please respect copyright.PENANAQx182nouUk
293Please respect copyright.PENANAxx6QLnn5Al
293Please respect copyright.PENANAzkeu6KuEoJ
293Please respect copyright.PENANAypoJRTq4Qj
293Please respect copyright.PENANAjnlvbNchQ1
293Please respect copyright.PENANA8ZnLtPGCwR
293Please respect copyright.PENANAeZg5gRyX8y
293Please respect copyright.PENANAu9ukQYcLWZ
293Please respect copyright.PENANA0PwpR416qB
293Please respect copyright.PENANAsCcOllTOaS
293Please respect copyright.PENANAPtTn9Ieacp
293Please respect copyright.PENANANEzzP7Qhxl
293Please respect copyright.PENANAFtTWMe7oiB
293Please respect copyright.PENANAKKEvslh8vo
293Please respect copyright.PENANAP9YYP1NNHN
293Please respect copyright.PENANABE0pUH5jTe
293Please respect copyright.PENANATuqxEmq5rI
293Please respect copyright.PENANAy1IWa6n1FM
293Please respect copyright.PENANA3mOhzhney0
293Please respect copyright.PENANAsEP7KsUpNf
293Please respect copyright.PENANAU3h5ZJtw2I
293Please respect copyright.PENANAgMOBM4dZyy
293Please respect copyright.PENANA2mgoluBJ1z
293Please respect copyright.PENANAw6QxLdfvnc
293Please respect copyright.PENANABSXiitfQmk
293Please respect copyright.PENANAaKrMHKTMsv
293Please respect copyright.PENANAdSaa4ZskT8
293Please respect copyright.PENANA6qO3Nttc3t
293Please respect copyright.PENANAy1a5VK8xT0
293Please respect copyright.PENANAmsnA0QjLfL
293Please respect copyright.PENANAPyERCQfSFI
293Please respect copyright.PENANA4vr5dP1DvA
293Please respect copyright.PENANAUwAjzR1jHY
293Please respect copyright.PENANA7O5TSb0xJV
293Please respect copyright.PENANAsKyRcH1a8R
293Please respect copyright.PENANADV5TpOMPG8
293Please respect copyright.PENANA7CJK1rXQwV
293Please respect copyright.PENANAT70MTouUHB
293Please respect copyright.PENANALi0Z5Z4DGp
293Please respect copyright.PENANAp8CyAeKBb5
293Please respect copyright.PENANAbStEPe4tVB
293Please respect copyright.PENANAwO3OtATBHR
293Please respect copyright.PENANAlY6zkzYLkf
293Please respect copyright.PENANAz7oPNfK8hJ
293Please respect copyright.PENANAuucEmxVU1j
293Please respect copyright.PENANACsyevYYw0k
293Please respect copyright.PENANAKfQq3bJkzW
293Please respect copyright.PENANAxv4IVXLn30
293Please respect copyright.PENANA6NntGd22Im
293Please respect copyright.PENANAVQ1GvYawdC
293Please respect copyright.PENANArRAlE2trbN
293Please respect copyright.PENANAvE2suuTtGu
293Please respect copyright.PENANAzQXor2DmkW
293Please respect copyright.PENANAbh6wnA3g1g
293Please respect copyright.PENANATH7nw5Fsrb
293Please respect copyright.PENANAG670R1Tb0V
293Please respect copyright.PENANAiYaFAVjq86
293Please respect copyright.PENANAcff6ejToum
293Please respect copyright.PENANAkzhRdiu44o
293Please respect copyright.PENANAsnGSdTFu6r
293Please respect copyright.PENANAxzCpGyVe90
293Please respect copyright.PENANAXps93fWBDL
293Please respect copyright.PENANATwqboGAjmW
293Please respect copyright.PENANAFxtB530IHQ
293Please respect copyright.PENANAfg2Mw2bCDy
293Please respect copyright.PENANA09wSmkELFG
293Please respect copyright.PENANAkK3ZIkAoMa
293Please respect copyright.PENANATicTZ6eR8y
293Please respect copyright.PENANAJ2CmmVW2YI
293Please respect copyright.PENANAchWWu3LDF6
293Please respect copyright.PENANApi6ZnfP1dd
293Please respect copyright.PENANAbvPosAw8mZ
293Please respect copyright.PENANAz4Q4RKrL5V
293Please respect copyright.PENANAekE0tuyetA
293Please respect copyright.PENANAJixJH7mPwL
293Please respect copyright.PENANA2xnfwTRXUM
293Please respect copyright.PENANA2ILAvD9iXk
293Please respect copyright.PENANAv4AewA0FAj
293Please respect copyright.PENANAxjPSm5eZ5k
293Please respect copyright.PENANAyoD59ytqpg
293Please respect copyright.PENANAAzBBGkM5sC
293Please respect copyright.PENANA28hSn6VBTD
293Please respect copyright.PENANAOwr2eE53Ia
293Please respect copyright.PENANAUHsJfcqltx
293Please respect copyright.PENANAvMAHhtY2vv
293Please respect copyright.PENANATksz5h6pO0
293Please respect copyright.PENANAvTbP1Z4AlQ
293Please respect copyright.PENANAmaSjdOZ8C4
293Please respect copyright.PENANAXLRztN2rSf
293Please respect copyright.PENANADQnAs5kQlW
293Please respect copyright.PENANAWrkqRxlaag
293Please respect copyright.PENANAhWZApLHopN
293Please respect copyright.PENANApBGNVx7DdX
293Please respect copyright.PENANAPOxv4ZNSZc
293Please respect copyright.PENANAkhNJIgwOpL
293Please respect copyright.PENANAqFznAkry71
293Please respect copyright.PENANAGISJzhHtXZ
293Please respect copyright.PENANA9YWvTr78QH
293Please respect copyright.PENANAEoF2x853g9
293Please respect copyright.PENANAQyRTky6F08
293Please respect copyright.PENANAoW1291EVO3
293Please respect copyright.PENANAhTMURtI6WQ
293Please respect copyright.PENANApGuud5q882
"Sampai kapan kau akan terus mengabaikanku....?"293Please respect copyright.PENANAsSZNT0dimh
293Please respect copyright.PENANAlwuDlrrRk7