×

Penana
search
Loginarrow_drop_down
Registerarrow_drop_down
Please use Chrome or Firefox for better user experience!
  • Writer
    Asi Sri Ningsih
    Asi Sri Ningsih
    Hy everyone... let my introduce myself, my name is Asi Sri Ningsih, but you can call me Asi, and btw my friend always call me ASN hehee......
    See more
Benteng Pertahanan
PG
2.1K
0
2
489
0

swap_vert

Malam yang mendung meliputi kota Palopo, Perlahan hujan turun dengan sangat deras, hembusan angin dan lebatnya hujan menjadi kota itu terasa dingin. Orang-orang yang menyadari berusaha bergegas pulang, berharap bisa tiba di kediaman dengan selamat. Sementara di tepi jalan terlihat seorang wanita berseragam sekolah duduk terkulai, berdiam diri membiarkan air yang berjatuhan membasahi tubuhnya.

            Hari semakin gelap, wanita itu masih saja di tempatnya tanpa  memperdulikan dirinya. Dentuman keras menggelegar di udara tidak membuatnya takut. Wanita itu berjalan sempoyongan menuju tengah jalan dan berkata “ Tuhan kemanakah engkau? Aku bahkan tidak sanggup mengangkat wajahku di hadapan orang-orang, apa salahku?, kenapa harus aku Tuhan?. Hatiku sakit dan semangatku patah, gunung batuku bahkan sudah runtuh karena banyaknnya pencobaan yang kudapatkan. Aku lelah Tuhan”

            Wanita itu menengadah ke langit malam dan menangis, hujan menutupi kesedihannya. Kota itu mendengarkan segala isi hatinya, dan Tuhan menjadi tempat pelampiasannya. Wanita itu bangkit dari tempatnya, berlari sekuat yang Ia bisa dan sampai di depan pintu. Dengan lapang dada ia membuka pintu tersebut, pintu dari sebuah rumah yang  sederhana di tengah kota yang dikelilingi rumah mewah nan megah. Dibalik pintu terlihat sosok perempuan paruh baya yang selalu menunggu kepulangannya, Ia duduk di kursi yang selalu menjadi favoritnya. 

            Perempuan itu sadar akan kepulangan putrinya Ia berdiri menghampiri anaknya, memeluknya dan membelainya, tanpa bertanya Ia sudah mengetahui segala yang terjadi kepada anaknya yang malang itu

             “Tidak masalah sayang, menangislah dalam dekapan ibu”

            “Ibu tahu kau menjalani hari-hari yang berat, tapi di balik itu semua ada Tuhan yang mampu menjadikanmu orang yang hebat”

            “Ibu tahu kau sering mendapatkan cacian dan kutuk dari lingkungan mu, tapi yakin dan percaya Tuhan mampu mengubah kutuk menjadi berkat”

            “Ibu tahu kau merasakan waktu berjalan dengan sangat lambat, sehingga penderitaan ini kau rasakan begitu lama dan mencekam, tapi Tuhan yang penyayang sedang membuatmu berproses menjadi wanita yang lebih kuat, membuat gunung batumu yang tadi nya runtuh, dibangun secara terus-menerus sehingga menjadi benteng yang kuat dan tahan dari segala badai dan goncangan yang menghantam.

            Wanita itu memandang wajah ibunya, memeluk ibunya dengan erat dan berkata dengan suara yang lirih “lalu bagaimanakah aku bisa menghadapi semua ini Ibu? Aku sendiri bahkan tidak tahu sampai kapan aku bisa bertahan”

            Sang Ibu menyadari anaknya mengalami kesedihan yang mendalam namun Ibu tersebut juga sadar bahwa tubuh anaknya masih basah dan tubuhnya ikut basah karena memeluk sang anak. Ia mengurungkan niatnya untuk menjawab pertanyaan sang anak tetapi meminta sang anak untuk segera membenahi dirinya.

            “Bersabalah sayang akan ada buah yang indah dari kesabaran,  kau masih basah sebaiknya benahilah dirimu dan beristirahatlah!. Jangan biarkan hujan yang membasahi tubuhmu membuat kau jatuh sakit karena besok masih ada hari yang harus kau lalui dengan semangat dan tubuh yang sehat”. Wanita itu lalu mengangukkan kepalanya dan pergi mengikuti perintah ibunya sedangkan ibunya pergi melakukan hal yang sama dan merenungi nasib anaknya.

            Malam berganti pagi, Matahari bersinar di ufuk timur dengan memancarkan sinar merekahnya, udara segar seakan berkata “ini waktunya untuk bergegas menjalani hari yang baru, yang kemarin biarlah beralalu”.  Wanita itu terbangun dari tidurnya, seketika Ia ingat akan kejadian kemarin, kejadian dimana teman-temannya tidak ingin berteman dengan dirinya bahkan tidak inggin berbicara dengan dirinya, bahkan ia ia sering menjadi korban iseng dari teman-temannya. Temannya yang terlihat baik ternyata sering mencoret-coret meja miliknya dengan kata-kata kasar yang menyakiti hatinya. Ibunya yang sedang mengerjakan pekerjaan rumah sadar bahwa putrinya sudah bangun segera menghampiri anaknya dengan senyum kasih sayang.

            “Kau siap untuk bersekolah hari ini sayang” Tanya ibu sambil membelai rambut anaknya,

            “Ibu, maafkan aku. Aku benar-benar tidak siap untuk kesekian kalinya, aku sudah berusaha untuk menjadi teman yang baik untuk mereka tapi mereka menolakku dan malah mencaciku, aku selalu menolong mereka di setiap kesempatan tapi mereka menepisku. Dan tanpa membuat kesalahan sedikitpun aku seringkali mendapatkan pukulan, cacian dan ejekan. Bahkan mereka tidak menerima kehadiranku. Bukankah itu sudah cukup membuatku lelah ibu?” Wanita itu menutupi matanya yang sudah basah karena tangisan “Bagiku sangat sulit untuk menghadapi mereka hari ini ibu” Ucap wanita itu di iringi isakan tangis

            Sang Ibu memandangi anaknya denga iba, ia tak bisa membayangkan bagaimana anaknya harus mengalami penderitaan, bagaimana pembullyan yang ia alami tanpa adanya alasan. Sang ibu yang dengan hati sabar memberikan kekuatan

            “ Bukankah kemarin kau bertanya, bagaimana seharunya kau menghadapi segalanya?” 

            “ Ya, memang benar aku bertanya, tapi ibu hanya menyuruhku bersabar bukan memberiku jawaban” jawab wanita iu sambil meredakan tangisannya

            “ Baiklah biarkan Ibu memberimu jawaban, kemarin ibu segera memintamu untuk membenahi seluruh tubuhmu karena hujan yang sudah membasahimu, karena ibu berharap kau tidak sakit akan hal itu. Jika engkau memposisikan dirimu yang basah adalah masalah yang kau hadapi, dan hujan yang turun adalah teman mu. Semakin kau membiarkan hujan itu turun padamu dan tubuhmu basah karena hujan itu dan kau tidak segera membenahi dirimu maka kau akan jatuh sakit, hatimu akan terus tersakiti karena kau memberikan dia kesempatan. Untuk itu benahilah dirimu, perbaiki apa yang seharunya kau perbaiki, hindari apa yang seharunya kau hindari” Ingatlah sayang, engkau jangan memelihara rasa sakit itu, perbaharuilah dirimu sebagaimana mestinya, Jadilah baik tapi jangan menjadi lemah, kau harus cerdas, mereka tidak akan melukai engkau kau tidak memberikan mereka kesempatan ”

            Setelah nasehat itu, hati sang anak luruh dan tenang. Sang Ibu memberikan tepukan semangat kepada sang anak lalu kembali mengerjakan pekerjaan rumahnya. Dan wanita itu mulai mengerti apa yang seharusnya ia lakukan.  “Tuhan bila engkau memang berkuasa atas segala semesta dan isinya, atas segala ruang dan waktu yang kujalani sepanjang hidup yang kulalui, maka kali ini aku memohon kepadaMu dengan segala kerendahan hati yang ku miliki, mampukanlah aku menjalani hari-hari yang akan kujalani kedepannya, mampukanlah aku menjadi anak yang kuat dan pribadi yang baik”

            Wajah wanita itu berubah tiba-tiba, di bangkit berdiri dengan hati yang semangat, diambilnya seragam sekolahnya dan bersiap-siap sambil berkata “Yang lalu bairlah berlalu, Aku mendapatkan pembullyan itu karena aku memberikannya kesempatan dan itu akan berakhir hari ini. Kemarin aku jatuh bukan berarti kalah, masih ada waktu untuk meluruskan semuanya., dan sekarang adalah kesempatan yang baik untuk memulai kehidupan yang seharusnya.

            Wanita itu menjalani hari-harinya, ia selalu ramah terhadap setiap orang, Ia mengatasi setiap cacian dengan bijaksana, dan bagaimana penindasan yang ia alami di selessaikan dengan baik. Ia menolong orang-orang disekitarnya dengan sepenuh hati dan teman-temannya perlahan membuka ruang untuk dirinya dan menjadi teman yang akrab sehingga kehadirannya dapat diterima dengan baik. Ia berhasil membangun gunung batunya menjadi benteng pertahanan yang kokoh dan tahan akan badai dan setiap goncangan yang melanda.


swap_vert

X