Kenikmatan tidur bersama Asep nampaknya harus buyar, karena ketika jam 4 shubuh dia dikagetkan dengan ketukan pintu di depan rumahnya. “Is, buka is! Ini akang sudah pulang!” Seru Ujang yang baru pulang dari kota. “Ka..kang Ujang? Sebentar kang!” Jawab Iis. Asep dan Iis dengan cepat memakai pakaian mereka, aroma tidak sedap tercium di kamarnya. Tentunya itu adalah bau sperma dan cairan vaginanya, Iis sendiri bingung bagaimana cara menghilangkan bau ini. “Kang Asep cepat keluar lewat belakang!” Seru Iis sudah panik. “Tapi kamu gimana is?” Tanya Asep. “Sudah sekarang kang Asep cepat pergi dulu!” Ujar Iis. Asep pun keluar lewat pintu belakang dan Iis segera membuka pintu rumahnya. “Kang Ujang?” Tanya Iis sambil mencium tangan suaminya. “Lama sekali buka pintunya, pasti tidurnya lagi pulas ya?” Tanya Ujang. “Iya kang, lagian akang tumben pulangnya shubuh?” Tanya Iis. “Toni lagi tidur kan? Akang gak tahan pingin bercinta sama kamu Iis.” Ujar Ujang. Iis bingung setengah mati, pasalnya badannya masih beraroma ludah dari Asep. Belum lagi vaginanya masih bau campuran sperma dan cairan vaginanya. “Apa akang gak capek?” Tanya Iis. “Akang sengaja datang jam segini karena tenaga akang masih penuh, memang kamu gak mau is?” Tanya Ujang. “Iis mau-mau saja kang, tapi sebentar lagi Iis kudu siap-siap untuk ke sawah.” Jawab Iis. Ujang sendiri merasa tak tega apalagi dia bersetubuh dengan Iis, melihat Iis yang masih lelah membuat Ujang berpikir lain. “Ya udah deh is nanti malam saja, kebetulan akang 3 hari diam disini!” Ujar Ujang. Iis menghela nafas berasa tenang setelah mendengar jawaban dari suaminya. “Tapi akang pingin dikeluarkan, boleh gak sama kamu dikocok is?” Tanya Ujang. “Sayang ah kang jangan dibuang, mending buat nanti malam saja!” Jawab Iis. “Ya sudah kalau begitu is!” Jawab singkat Ujang sambil meremas payudara istrinya. * Asep berjalan pulang agak menggerutu, rasa nikmat dan enak akan tubuh Iis harus terganggu oleh kehadiran suaminya. Ketika sampai di depan rumahnya, Asep agak heran dengan kamarnya yang masih menyala. Karena dia tahu betul kalau Eni tidur harus dalam keadaan gelap. Asep mengintip dari celah rumah bilik milik ayahnya, dia terkaget bukan main ketika melihat Eni sedang tidur tanpa busana dan hanya memakai selimut saja. “Drak..drak…” Ketukan pintu agak keras Asep langsung membangunkan Eni dan Dudung. Eni membuka pintu rumahnya dan memakai daster saja. “Kang Asep? Baru pulang rondanya kang?” Tanya Eni. Asep membawa Eni ke kamarnya dan hendak bertanya sesuatu kepada Eni. “Kamu ngapain tidur gak pakai baju segala?” Tanya Asep. “Aduh kang semalam itu hujan, hawanya menjadi panas. Makanya aku gak pake baju biar adem.” Jawab Eni dengan santai. “Kamu tahu, kamu itu berdua sama bapak semalaman. Akang gak mau terjadi apa-apa sama kamu!” Seru Asep. “Kang Asep gak percaya sama aku dan bapak, kang kang Asep sendiri yang bilang kalau bapak itu orang yang baik!” Jawab Eni. Mendengar Eni berbicara seperti itu membuat Asep kembali menurunkan emosinya, dia masih percaya kepada istrinya. Walau dalam hati Asep dia merasa tidak nyaman dengan aroma di kamarnya, belum lagi dia merasa mual ketika memeluk tubuh Eni. Ya maklum saja toh sudah bersetubuh sama Dudung yang tidak mandi selama dua hari. Ditempat lain Dudung hanya tertawa penuh kemenangan dengan sandiwara yang dilakukan oleh Eni, dia merasa Eni sudah bisa menikmati persetubuhan dengannya. Buktinya bukannya mengadu pada suaminya ini malah berbohong dan menutupinya. * “Kang gak pergi ke sawah?” Tanya Eni kepada Asep yang merebahkan tubuhnya di kasur. “Gak Eni, akang belum tidur. Rasanya mata akang sudah berat buat dibuka!” Jawab Asep. “Ya sudah kalau gitu kang, saya sama bapak pergi ke sawah dulu!” Seru Eni. Asep yang kelelahan sudah bercinta dan ronda tadi malam langsung tertidur pulas, sementara itu Eni dan Dudung pergi ke sawah untuk bertani. Sampai di sawah Dudung yang sudah dua hari tidak ke sawah langsung semangat untuk bekerja, apalagi dia ditemani oleh menantunya yang sudah dia tiduri dua kali. Di berencana untuk menyetubuhinya di saung tempat dulu Asep bersetubuh dengan Iis. Panas yang semakin terik membuat Eni dan Dudung beristirahat di dalam saung. “Eni, kita istirahat dulu!” Seru Dudung. Eni pun mengiyakan untuk ikut beristirahat di dalam saung, dia sudah membawa makan siang dari tadi pagi. Walaupun kurang sedap karena bau badan Dudung yang menyengat, tapi rasa lapar mengalahkan bau itu. Usai makan Dudung mulai melancarkan aksinya dengan mendekati tubuh Eni. “Eni, bapak pingin lagi!” Seru Dudung. “Eni kebelet pak, Eni sudah gak tahan!” Jawab Eni. Dudung kecewa dengan kesempatan yang telah lolos, tapi dia kasihan dengan Eni yang sudah tdiak tahan untuk pipis. “Permisi, apa saya boleh ikut untuk ikut kencing?” Tanya Eni kepada orang yang ada di dalam bilik kamar mandi di sawah. “Eh Eni, silahkan masuk! Lagian kan saya sudah pernah lihat punya Eni, masa gak boleh sih buat Eni!” Jawab Adang. “Terimakasih kang Adang, saya sudah tidak tahan ingin kencing!” Jawab Eni. Eni pun masuk dan segera membuka rok dan celana dalamnya, aroma Pesing di kamar mandi itu membangkitkan gairah Adang. Eni memperhatikan hak tersebut dengan melihat penis Adang yang tegak. “Itu kenapa berdiri kang?” Tanya Eni. “Akang boleh gak masukkan anu akang ke dalam anunya kamu kaya dulu?” Tanya Adang. “Duh gimana ya kang, kalau sering-sering gak enak sama orang sini!” Jawab Eni. “Jangan pikirkan orang lain, yang penting kamu sama akang sama-sama puas!” Seru Adang sembari mendekati tubuh Eni. Eni terdiam ketika tangan Adang mulai meremasi payudaranya. “Ahh” desahan Eni tak kala Adang semakin semangat untuk meremasi payudaranya. Adang mulai membuka celananya dan hendak memasukkan penisnya ke dalam vagina Eni, vaginanya sudah menganga dan siap untuk dimasuki penis Adang. “Eni!! Sudah belum?” Teriak Dudung dari arak kejauhan. “Lepaskan kang, ada bapak nanti ketahuan!” Seru Eni kepada Adang. “Sayang neng, ini tinggal masuk aja. Akang janji gak bakalan lama!” Jawab Adang. “Jangan kang, nanti saja lain waktu!” Seru Eni dengan menekan tubuh Adang. “Aww ….ahhh” Eni mendesah ketika Adang dengan nekad memasukkan penisnya. “Akang janji gak bakalan lama!” Seru Adang. “Eni!” Teriak Dudung semakin mendekat. Adang semakin semangat dan mempercepat genjotannya kepada Eni, dia merasakan nikmat yang berbeda ketika bercinta dengan Eni. “Ahh…” Akhirnya Adang mengerang dan berejakulasi di dalam rahim Eni. Tanpa menunggu istirahat dia segera memakai pakaiannya dan bergegas pergi meninggalkan Eni yang kelelahan dan masih mengeluarkan sisa sperma dari lubang vaginanya. Tak lama berselang Dudung melihat Eni yang sudah telanjang bulat dan hendak mandi. “Kamu langsung mandi?” Tanya Dudung kepada Eni. “Iya pak, kang Asep pasti kelaparan. Mana ini sudah siang juga!” Jawab Eni. Di balik pohon pisang Adang memperhatikan percakapan antara Eni dan Dudung. “Kok Eni biasa-biasa saja ya dengan tubuh telanjang di depan mertuanya?” Tanya Adang dalam hati. “Ya sudah kalau begitu bapak mau lanjut bertani lagi!” Seru Dudung kepada Eni. “Iya pak, jangan lupa mandi! Badan bapak sudah bau sekali.” Seru Eni dibarengi tawa. “Bukankah kamu suka bau badan bapak?” Tanya Dudung sambil berjalan ke arah tempat dia bertani. Adang semakin penasaran saja dengan percakapan mereka, obrolan antara Eni dan Dudung cukup aneh menurutnya. * Asep terbangun sekitar jam 1 siang, dia mencari makanan tapi tidak ada. Diam-diam dia masuk ke kamar ayahnya, dia kaget bukan main ketika di sprei tempat Dudung tidur ada bercak noda. Dia masih tidak yakin kalau itu bercak perpaduan sperma dan cairan vagina, karena bercak tersebut sudah kering. ” Assalamualaikum!” Salam dari Eni yang sudah pulang dari sawah. “Waalikum salam, lho kok sudah pulang?” Tanya Asep. “Iya kang, saya tahu kalau akang pasti kelaparan jadi saya pulang duluan!” Jawab Eni. Asep tersenyum dengan jawaban dari Eni, ketika Eni berjalan dengan penuh mesra Asep memeluknya dari belakang. “Akang sayang sama kamu!” Ucap Asep sambil mengelus-elus perut Eni. “Akang kenapa?” Tanya Eni. “Akang ingin segera menjadi seorang bapak!” Jawab Asep. “Sabar kang, kanjeng Gusti belum ngasih momongan buat kita!” Jawab Eni. Sebenarnya Asep berkata seperti itu supaya rasa curiga dirinya semakin hilang, mungkin dengan hamil dia bisa mengawasi Eni sepenuhnya. Eni pergi ke dapur dan mulai memasak, Asep memperhatikan pantat istrinya dari arah ruang tengah. Lama-kelamaan gairahnya terpicu akibat goyangan yang dilakukan oleh Eni. Dia mulai mendekati Eni dan mulai meraba-raba pantatnya. “Kenapa kang?” Tanya Eni. “Ngomong-ngomong soal momongan, akang jadi pingin buat sekarang!” Jawab Asep. Eni hanya terdiam mendengar Jawaban dari Asep, dia lebih memilih mendesah dengan perlakuan Asep yang memancing birahinya. Asep buka celana dalam Eni dan mulai memainkan jarinya di area vaginanya, bulu yang lebat menjadi menambah nafsu bagi Asep. Sampai jari Asep sudah dipenuhi oleh lendir vagina Eni, disaat itulah Asep membuka celananya dan mulai memasukkan penisnya kedalam vaginanya. Gaya menungging mereka lakukan, Eni sambil memasak dan Asep sambil menggenjot Eni dari belakang. Bagi mereka hal seperti ini adalah hal yang jarang sekali mereka lakukan, nafsunya lebih meningkat ketika bercinta dalam posisi berbeda-beda. “Akang mau keluar!” Seru Asep sambil meremas payudara dengan erat. “Saya juga kang!” Sahut Eni yang sudah tidak tahan untuk orgasme. Akhirnya desahan dari mereka berdua keluar tak kala mereka telah sampai pada titik kenikmatan, lelehan sperma dari vagina Eni menjadi kesan tersendiri untuk mereka berdua.
ns 172.68.245.215da2