Kehadiran Nyonya Vivian seolah menyedot seluruh kebisingan dan ketegangan di ruangan itu. Suaranya yang tenang namun berwibawa memiliki efek yang instan, memadamkan kemarahan Elara dan bahkan membuat Rowan sejenak menghentikan senyum sarkasnya. Ia berdiri di ambang pintu, memancarkan aura yang berbeda, lebih kuat dari Bartender atau bahkan Elara.16Please respect copyright.PENANAxJr6guWv5m
Rowan mengamati Vivian. Matanya yang tajam seolah mampu menembus setiap kebohongan, namun di baliknya tersimpan senyum mata yang menggoda, menjanjikan rahasia dan kesenangan. Bibirnya penuh, merah alami, menambah pesonanya yang tak terbantahkan. Pandangan Rowan turun, menilai sosok wanita itu. Tubuhnya berbentuk jam pasir, dengan pinggang yang ramping kontras dengan lekukan payudara dan bokong yang besar, mengisi pakaiannya dengan anggun. Pakaian yang dikenakannya seksi, menonjolkan setiap lekuk tubuhnya tanpa terlihat vulgar, melainkan berkelas dan mengundang. Ia adalah perwujudan dari Sarang Merak itu sendiri: mewah, memikat, dan penuh misteri.16Please respect copyright.PENANAnEzfn5PfIW
Nyonya Vivian melangkah masuk, tatapannya menyapu Elara yang masih terlihat marah, dua pengawal yang tergeletak pingsan, dan akhirnya berhenti pada Rowan. Ada sedikit geli di sudut matanya yang cerdas, seolah ia sudah menduga atau terbiasa dengan drama semacam ini.16Please respect copyright.PENANAapRm9D3Z5l
"Elara," suara Vivian memecah keheningan, nada suaranya tidak menghakimi, hanya sekadar mengamati. "Sepertinya kita memiliki tamu yang... bersemangat." Ia lalu mengalihkan pandangannya sepenuhnya kepada Rowan, senyum tipis terukir di bibir penuhnya. "Dan dua pengawal yang kini sedang bermimpi indah di lantai. Kupikir mereka sudah cukup terlatih untuk hal semacam ini." Ada nada sindiran tipis dalam kata-katanya. "Kau, Tuan Muda, kau telah menarik perhatianku."16Please respect copyright.PENANAYdw5jF40f9
Rowan hanya tersenyum tipis, kali ini senyum yang lebih tulus daripada sekadar godaan. Ia mengangguk ringan, seolah mengakui pujian tak langsung itu. "Nyonya Vivian, kurasa. Namaku Rowan. Dan percayalah, Nyonya, aku tidak pernah bermaksud membuat keributan. Hanya saja, permata terkadang perlu sedikit dipoles, dan beberapa babi hutan perlu pelajaran." Ia melirik sekilas ke arah Elara dan pengawal yang tak sadarkan diri. "Dan aku ingin tahu lebih banyak tentang pemilik permata terindah di tempat ini. Aku hanya ingin menikmati pengalaman terbaik, termasuk mengenal sang 'ratu' di balik kemegahan ini."16Please respect copyright.PENANA0mk2QeRHGk
Vivian tertawa pelan, suara tawanya rendah dan merdu, memenuhi ruangan. "Kau memang berani, Tuan Rowan. Atau mungkin, kau hanya bodoh." Ia melipat tangannya di depan dada, tatapannya kini lebih serius, menguji. "Apakah ada masalah serius yang membuatmu datang sejauh ini ke tempatku? Atau hanya rasa ingin tahu yang terlalu besar?"16Please respect copyright.PENANAVm0c2JDn8t
Rowan melirik sekilas ke sekeliling ruangan. Meskipun mewah, ada dua pengawal pingsan di lantai dan Elara yang masih terlihat tegang. Suasana formalitas yang dipaksakan terasa sedikit canggung. Ia kembali menatap Vivian, senyumnya sedikit berubah menjadi lebih pragmatis.16Please respect copyright.PENANA2syPODeodG
"Nyonya Vivian," kata Rowan, suaranya sedikit merendah, "dengan segala hormat, ruangan ini, meskipun indah, sedikit... kurang nyaman untuk percakapan serius. Terutama dengan dua 'penjaga pintu' yang sedang beristirahat dan seorang 'permata' yang masih terlihat sedikit marah." Ia mengedipkan mata ke arah Elara, yang hanya mendengus. "Bagaimana kalau kita mencari tempat yang lebih tenang? Mungkin ruang pribadi yang lebih... pribadi, di mana kita bisa berbicara secara lebih leluasa, tanpa gangguan, dan tanpa perlu khawatir ada yang mendengarkan percakapan 'pribadi' kita?" Ada penekanan halus pada kata 'pribadi', mengisyaratkan bahwa ia ingin membahas sesuatu yang sensitif.16Please respect copyright.PENANAuZvR32ydHc
Vivian mengangkat satu alisnya, ekspresinya sedikit terkejut dengan keberanian dan saran Rowan. Ia melirik ke arah Elara dan pengawalnya, lalu kembali ke Rowan. Senyum tipis kembali terukir di bibir penuhnya. "Kau memang punya cara untuk mengutarakan keinginanmu, Tuan Rowan. Sangat langsung." Ia menghela napas, seolah menimbang. "Baiklah. Kurasa ide itu tidak buruk. Elara, panggil beberapa pelayan untuk mengurus ini. Dan kau, Tuan Rowan, ikuti aku."16Please respect copyright.PENANAtUcc6QDxfn
Ruang Rahasia: Godaan dan Ujian Berdarah16Please respect copyright.PENANAzqrOZehWSp
Nyonya Vivian memimpin Rowan melalui sebuah pintu tersembunyi di balik salah satu tirai beludru. Mereka memasuki lorong lain yang lebih sempit dan remang-remang, sebelum akhirnya tiba di sebuah ruangan yang lebih kecil dan intim. Ruangan ini dilengkapi dengan sofa yang lebih mewah, meja rendah yang dipenuhi buah-buahan dan anggur, serta perapian kecil yang memancarkan kehangatan. Tidak ada jendela, dan dindingnya dilapisi kain tebal, memastikan privasi total.16Please respect copyright.PENANANsYFHn8zv2
"Duduklah, Tuan Rowan," kata Vivian, menunjuk ke sofa di seberangnya. Ia sendiri duduk dengan anggun, menyilangkan kakinya, gaun seksinya sedikit tersingkap, namun tatapannya tetap tajam. Ia menuangkan anggur merah ke dalam dua gelas kristal. "Anggur terbaik dari gudangku. Cocok untuk percakapan 'pribadi' yang kau inginkan."16Please respect copyright.PENANA7nvFFo8Hw9
Rowan duduk, mengambil gelas yang disodorkan Vivian. Ia menyesapnya, merasakan kehangatan anggur yang meluncur di kerongkongannya. "Luar biasa, Nyonya Vivian. Sama seperti pemiliknya." Ia menyeringai, mengedipkan mata. "Kau tahu, aku selalu percaya bahwa hal-hal terbaik di dunia ini seringkali tersembunyi di balik tirai, menunggu untuk ditemukan."16Please respect copyright.PENANAVFhf1mBAOv
Vivian tertawa pelan, suara tawanya seperti lonceng perak. "Kau memang pandai merayu, Tuan Rowan. Aku bertanya-tanya, apakah itu bakat alami, atau kau punya guru yang sangat... kreatif?" Ia mencondongkan tubuh sedikit, senyum menggoda di bibirnya. "Banyak pria datang ke sini dengan janji manis, tapi sedikit yang punya keberanian sepertimu."16Please respect copyright.PENANA8YRqTG3fNp
"Aku punya guru yang unik, Nyonya," balas Rowan, senyumnya tak kalah menggoda. "Dia mengajariku bahwa hidup terlalu singkat untuk basa-basi. Dan bahwa permata sejati tidak akan pernah bersembunyi terlalu lama jika ada yang tahu cara mencarinya." Ia membalas tatapan Vivian, mencoba menembus pertahanannya. "Tapi cukup tentang rayuan, Nyonya. Meskipun aku menikmati setiap detiknya." Ia menyesap anggurnya lagi, lalu pandangannya berubah menjadi lebih serius, namun masih dengan sentuhan pesona.16Please respect copyright.PENANABx2M8obl59
"Aku datang ke sini bukan hanya untuk menikmati anggur dan pesonamu, Nyonya Vivian," kata Rowan, suaranya sedikit merendah. "Aku datang untuk informasi. Informasi tentang orang-orang penting yang sering berkunjung ke sini. Terutama mereka yang punya lambang Ular Bermahkota."16Please respect copyright.PENANAEIuN9T4Z5D
Seketika, senyum Vivian memudar. Matanya yang tadi menggoda kini menyipit, menjadi waspada, bahkan sedikit dingin. Genggamannya pada gelas anggurnya mengencang. Suasana di ruangan itu tiba-tiba terasa tegang, seolah suhu udara menurun drastis.16Please respect copyright.PENANAvBLj2c1tCg
"Ular Bermahkota?" ulang Vivian, suaranya kini datar, tanpa kehangatan sebelumnya. "Mengapa kau ingin tahu tentang mereka, Tuan Rowan? Apa urusanmu dengan keluarga Vortigern?"16Please respect copyright.PENANAdVMJ5wMkrD
Rowan meletakkan gelasnya di meja, tatapannya tetap tenang, bahkan sedikit menantang. "Urusanku dengan mereka... itu urusan pribadi, Nyonya. Yang perlu kau tahu, aku hanya ingin tahu siapa saja mereka yang sering berkunjung ke tempat ini. Nama-nama mereka. Kebiasaan mereka. Dan mungkin, rahasia kecil yang mereka ceritakan saat mabuk." Ia menyeringai, sentuhan kocak kembali muncul. "Aku hanya ingin tahu siapa yang layak mendapatkan 'perhatian' dariku."16Please respect copyright.PENANATsyopVhvNx
Vivian menatapnya lekat, mencoba membaca niat di balik mata Rowan yang tenang namun penuh kilatan berbahaya. Ia bisa merasakan aura Ki yang samar dari pemuda itu, sebuah kekuatan yang tidak bisa diremehkan. Namun, dia juga seorang profesional.16Please respect copyright.PENANA3UM9XJoOOF
"Maaf, Tuan Rowan," kata Vivian, suaranya kembali menjadi dingin dan tegas. "Identitas dan rahasia klien kami adalah aset paling berharga di Sarang Merak ini. Aku tidak akan pernah membocorkan informasi pribadi mereka, tidak peduli seberapa 'menarik' pun alasanmu." Ia menyesap anggurnya, seolah mengakhiri diskusi. "Kepercayaan adalah mata uang utama di tempat ini. Tanpa itu, Sarang Merak tidak akan bertahan lama."16Please respect copyright.PENANAvA6PcOSRJO
Rowan hanya mengangkat bahu, senyumnya tak goyah. "Kepercayaan memang berharga, Nyonya. Tapi informasi juga. Dan aku yakin, kau punya harga untuk setiap informasi yang kau miliki." Ia mencondongkan tubuh sedikit, suaranya merendah, hampir seperti bisikan. "Aku tidak memintamu mengkhianati kepercayaan mereka. Aku hanya ingin tahu. Dan aku bisa membayar dengan cara yang tidak bisa ditolak oleh siapa pun." Ia mengedipkan mata, ada kilatan misterius di matanya. "Atau mungkin, aku bisa membuat masalah yang akan membuatmu ingin berbagi informasi itu denganku."16Please respect copyright.PENANAXhnjxZke29
Vivian menatapnya tajam, gelas anggurnya di tangannya nyaris pecah. Ancaman terselubung itu jelas, namun diucapkan dengan begitu santai, hampir seperti gurauan. Rowan memang berbahaya, dan dia tidak akan mundur.16Please respect copyright.PENANAXeSFhaj63Z
Tiba-tiba, tanpa peringatan, tirai-tirai tebal di dinding ruangan bergetar, dan sepuluh sosok melesat keluar dari persembunyian mereka. Mereka adalah para pembunuh bayaran, bersenjata pisau dan belati, mengenakan pakaian gelap yang menyatu dengan bayangan. Mereka bergerak dalam formasi, mengelilingi Rowan. Tidak ada suara peringatan, hanya niat membunuh yang pekat.16Please respect copyright.PENANAjgzjaoANCQ
Vivian hanya menyaksikan dari kursinya, ekspresinya kembali datar, seolah ia hanya menonton pertunjukan. Ini adalah ujiannya untuk Rowan.16Please respect copyright.PENANAcO8IGSV6cK
Rowan menghela napas panjang. Senyum di wajahnya menghilang, digantikan oleh ekspresi dingin dan fokus. Ki hitam berdenyut lebih jelas di sekelilingnya. "Oh, jadi kau lebih suka cara ini, Nyonya?" gumamnya, suaranya kini seperti es.16Please respect copyright.PENANA7xW44N7ohr
Dalam sekejap, ruangan itu berubah menjadi badai bayangan dan kilatan logam. Rowan tidak menghunus Kage-Tsurugi. Tangannya bergerak seperti kilat, menangkap pisau, membelokkan serangan, dan memukul dengan presisi mematikan. Para pembunuh, meskipun terlatih, tidak bisa mengimbangi kecepatan dan kekuatan Rowan. Satu demi satu, mereka ambruk, dicekik, leher mereka patah, atau titik vital mereka dihantam dengan kekuatan yang tak terlihat. Beberapa jatuh dengan mata melotop, darah merembas dari hidung dan telinga. Yang lain terhuyung dengan tulang rusuk yang remuk, batuk darah sebelum jatuh tak bergerak. Pisau-pisau yang mereka bawa terpelanting, beberapa menancap di dinding dengan getaran pelan. Dalam kurang dari dua puluh detik, kesepuluh pembunuh itu tergeletak tak bernyawa di lantai, berserakan seperti boneka kain yang rusak, dengan mata kosong menatap langit-langit, genangan darah perlahan meluas di bawah tubuh mereka. Rowan berdiri di tengah mereka, jubahnya sedikit bergeser, tanpa satu pun goresan.16Please respect copyright.PENANATiJBfn8x9j
Ia menatap Vivian, yang kini menatapnya dengan keterkejutan yang nyata, senyumnya benar-benar hilang. Gelas anggurnya berderak di tangannya.16Please respect copyright.PENANAhUU1ZQRDC1
"Nah," kata Rowan, kembali tersenyum, senyum kocak namun tajam. Ia mengambil saputangan bersih dari jubahnya dan menyeka setitik darah imajiner dari tangannya. "Kurasa sekarang kau percaya bahwa aku tidak hanya pandai merayu, Nyonya Vivian." Ia melangkah mendekat, berdiri di depan Vivian yang masih terpaku. "Dan karena kau sudah mencoba membunuhku... aku pikir aku berhak mendapatkan layanan yang lebih dari sekadar informasi. Kita bicara tentang kompensasi atas ketidaknyamanan ini."16Please respect copyright.PENANAmzg4Xy6kXl
Vivian menatap Rowan, matanya membelalak tak percaya. Ia telah melihat banyak hal dalam hidupnya, banyak pendekar pedang, banyak penyihir, banyak pembunuh. Tapi kemampuan Rowan... itu adalah sesuatu yang sama sekali baru, sesuatu yang melampaui pemahaman ilmu pedang Eropa atau sihir yang dikenalnya. Kecepatan dan efisiensinya dalam membantai sepuluh pembunuh terlatih tanpa mengayunkan pedang, tanpa suara, tanpa satu pun goresan... itu adalah horor yang memukau.16Please respect copyright.PENANAiIzbMoNpzf
"Kekuatanmu..." Vivian berbisik, suaranya tercekat. Ia meletakkan gelas anggurnya dengan hati-hati di meja, seolah takut mengganggu keheningan yang mematikan. "Aku... aku belum pernah melihat yang seperti ini di benua ini. Ilmu pedang kami, sihir kami... tidak ada yang bisa menandingi kecepatan dan presisi itu. Kau... kau bukan manusia biasa." Ia menatap genangan darah di lantai, lalu kembali ke mata Rowan, ada campuran ketakutan, kekaguman, dan rasa hormat yang baru di sana.16Please respect copyright.PENANAQlOn9KoKy1
Vivian bangkit dari kursinya, membungkuk sedikit, sebuah gestur yang mengejutkan dari seorang wanita sekuat dirinya. "Aku... aku minta maaf, Tuan Rowan," katanya, suaranya tulus. "Aku meremehkanmu. Aku tidak tahu kau memiliki kemampuan seperti itu. Ini adalah kesalahanku. Aku hanya ingin menguji seberapa serius dan mampunya kau, tapi aku tidak menyangka kau akan... seefisien ini." Ia melirik ke sekeliling ruangan yang kini dipenuhi mayat.16Please respect copyright.PENANAlRS2rEjMoj
"Ruangan ini," Vivian melanjutkan, suaranya kembali menguasai diri, meskipun masih ada getaran di dalamnya. "Tidak lagi cocok untuk percakapan kita. Ikuti aku, Tuan Rowan. Aku punya ruangan lain yang lebih... aman." Ia menunjuk ke pintu lain yang tersembunyi di balik rak buku. "Pelayan!" teriak Vivian, suaranya lebih keras dari sebelumnya. "Bersihkan kekacauan ini. Dan pastikan tidak ada yang melihat apa pun. Aku tidak ingin ada rumor yang menyebar."16Please respect copyright.PENANAJdRZFIqjdf
Ruang Rahasia Kedua: Mengupas Rahasia Vortigern16Please respect copyright.PENANAjEgl1rNbMS
Vivian memimpin Rowan melalui pintu tersembunyi di balik rak buku, yang ternyata mengarah ke lorong lain yang lebih sempit dan gelap, jauh dari kebisingan Sarang Merak. Lorong itu berbelok beberapa kali, menuruni beberapa anak tangga, sebelum terbuka ke sebuah ruangan yang lebih kecil dan lebih tersembunyi dari yang sebelumnya. Ruangan ini tidak mewah, melainkan fungsional, dengan meja kayu sederhana, beberapa kursi, dan peta-peta yang digulung di sudut. Sebuah lampu minyak kecil di atas meja memancarkan cahaya redup, menciptakan suasana yang lebih serius dan konfidensial.16Please respect copyright.PENANAqrgC4OE0CY
"Duduklah, Tuan Rowan," kata Vivian, suaranya kini benar-benar tenang, tanpa jejak godaan atau ketakutan. Ia duduk di salah satu kursi, menatap Rowan dengan tatapan yang kini penuh perhitungan, seolah ia sedang menghadapi seorang raja atau jenderal. "Anggur yang tadi mungkin sudah tidak relevan. Ada teh herbal yang lebih menenangkan di sini." Ia menuangkan teh untuk mereka berdua.16Please respect copyright.PENANAXz0PC8FgFp
Rowan duduk di seberangnya, Kage-Tsurugi masih tersarung di pinggangnya. Ia menyesap tehnya, rasanya pahit namun menyegarkan. "Jadi, Nyonya Vivian," Rowan memulai, senyum kocak itu kembali muncul di bibirnya, meskipun matanya tetap dingin. "Kita sudah melewati 'perkenalan' yang cukup... berdarah. Sekarang, tentang 'layanan yang lebih' yang kubicarakan." Ia mencondongkan tubuh sedikit. "Aku ingin semua informasi yang kau miliki tentang keluarga Vortigern. Setiap detail, setiap kelemahan, setiap rahasia kotor yang mereka sembunyikan. Dan sebagai tambahan... aku ingin kau menjadi 'mata' dan 'telingaku' di Oakhaven. Aku ingin kau memberiku laporan tentang setiap pergerakan mereka, setiap tamu penting yang mereka temui, setiap desas-desus yang beredar. Semua itu, tanpa biaya. Anggap saja ini sebagai kompensasi atas sepuluh 'pelayan'mu yang kini sedang beristirahat panjang."16Please respect copyright.PENANAejG1cX9MCe
Vivian menatapnya, senyum tipis muncul di bibirnya, senyum yang kini lebih licik daripada menggoda. "Kau memang tahu bagaimana memanfaatkan situasi, Tuan Rowan. Sepuluh orang terbaikku... itu bukan kerugian kecil. Tapi aku akui, kemampuanmu... itu tak ternilai harganya." Ia menghela napas. "Baiklah. Aku akan memberimu apa yang kau inginkan. Tapi kau juga harus tahu, informasi tentang Vortigern itu berbahaya. Mereka bukan hanya bangsawan kaya, mereka punya kekuatan yang gelap, dan mata-mata mereka ada di mana-mana."16Please respect copyright.PENANAiIvcICRiae
Vivian bersandar di kursinya, matanya menatap kosong ke dinding, seolah ia sedang mengingat-ingat. "Keluarga Vortigern... mereka adalah ular bermahkota yang sebenarnya. Mereka menguasai wilayah ini dengan tangan besi, bukan dengan keadilan. Lord Valerius, adalah salah satu pilar utama kekuasaan mereka di Oakhaven. Dia adalah orang yang paling sering mengunjungi Sarang Merak ini, karena dia memiliki nafsu yang tak terpuaskan untuk kesenangan dan informasi."16Please respect copyright.PENANAbqddmDRqIG
"Valerius adalah otak di balik banyak operasi rahasia Vortigern di kota ini," Vivian melanjutkan, suaranya merendah. "Dia mengendalikan jaringan penyelundupan, memanipulasi pasar, dan bahkan terlibat dalam perdagangan budak. Dia sering datang ke sini dengan pengawal yang banyak, tapi dia selalu punya ruang pribadi favorit di lantai atas, di mana dia merasa paling aman untuk membocorkan rahasia-rahasia kotornya saat mabuk."16Please respect copyright.PENANATsdqKzvlnJ
"Dia punya kebiasaan buruk," Vivian menyeringai dingin, "yaitu terlalu percaya diri. Dia suka membual tentang kekuatannya, tentang bagaimana dia bisa menghancurkan siapa pun yang menghalangi jalannya. Dia bahkan pernah menyebutkan tentang sebuah 'proyek' rahasia yang sedang dikerjakan Vortigern di bawah tanah kastil mereka, sesuatu yang akan mengubah keseimbangan kekuatan di seluruh benua." Vivian menatap Rowan, matanya kini penuh peringatan. "Itu adalah informasi yang paling berbahaya, Tuan Rowan. Banyak yang mati hanya karena mendengar bisikan tentang itu."16Please respect copyright.PENANANstfyUAXlj
Rowan mendengarkan setiap kata, matanya menyipit. "Proyek rahasia? Di bawah kastil?" Nada suaranya datar, namun ada kilatan berbahaya di matanya. Dendamnya kini memiliki fokus yang lebih jelas. "Bagaimana dengan keamanannya, Nyonya? Di Sarang Merak ini, dan di luar?"16Please respect copyright.PENANA3o5lFGzwCx
Vivian mengangguk. "Di sini, dia selalu membawa pengawal pribadinya, yang jauh lebih terlatih daripada pengawal bar biasa. Mereka tidak akan mudah dilumpuhkan seperti yang kau lakukan pada yang lain. Di luar, dia bergerak dengan konvoi yang kuat, terutama saat malam hari. Tapi dia punya satu kelemahan: kesombongan. Dia sering meremehkan musuhnya."16Please respect copyright.PENANAcanixqFVn9
Rowan mengapresiasi informasi itu. "Informasi yang sangat berharga, Nyonya Vivian. Aku menghargainya. Tapi nyawaku... tidak semurah itu untuk dipertaruhkan dalam 'ujian' yang melibatkan sepuluh pembunuh." Ia menyesap tehnya, matanya menatap Vivian dengan tatapan menuntut. "Jadi, bagaimana kau akan membayarnya? kamu sudah menyebutkan informasi gratis dan layanan mata-mata. Tapi itu hanya untuk ketidaknyamanan awal."16Please respect copyright.PENANAuLDml56vJu
Vivian tersenyum tipis, senyum yang kini lebih licik daripada menggoda. Ia perlahan bangkit dari kursinya, gerakannya anggun dan memikat. Dengan setiap langkah, gaun seksinya sedikit bergeser, menonjolkan lekuk tubuhnya yang menggoda. Ia mendekat ke arah Rowan, matanya yang menggoda mengunci tatapan Rowan.16Please respect copyright.PENANAFfRd37y6ip
"Tentu saja, Tuan Rowan," bisik Vivian, suaranya serak dan penuh janji. "Aku selalu tahu bagaimana menghargai bakat yang luar biasa. Dan aku tidak pernah ingkar janji." Ia berdiri tepat di depan Rowan, begitu dekat sehingga Rowan bisa merasakan kehangatan tubuhnya dan aroma parfumnya yang memabukkan. Tanpa ragu, ia mencondongkan tubuh, lalu dengan gerakan lembut namun tegas, ia duduk di pangkuan Rowan.16Please respect copyright.PENANAcrLqPhd5SA
Rowan merasakan napas Vivian yang hangat di telinganya, tubuhnya bereaksi terhadap desiran godaannya. Gairah dan logikanya bertarung sejenak-tetapi hasratnya akhirnya menang.16Please respect copyright.PENANACDT9VIf9U2
"Kau benar-benar tahu cara membuat tawaran yang sulit ditolak," gumam Rowan, suaranya serak. Tangannya yang masih memegang pinggang Vivian kini menariknya lebih dekat, membiarkan wanita itu merasakan bagaimana tubuhnya merespons.16Please respect copyright.PENANAs2UUWx9qJ8
Vivian tersenyum puas, jarinya perlahan menelusuri kancing celana Rowan.16Please respect copyright.PENANAJHyq6Jilah
"Mari kita buat kesepakatan yang lebih... langsung," bisiknya sambil berlutut di depannya. Matanya yang berkilat nakal menatap lurus ke mata Rowan, senyumnya penuh janji dan tantangan. "Aku bisa memberimu semua yang kau inginkan, Tuan Rowan. Informasi yang kau cari. Kekayaan yang tak terbatas. Dan kesenangan yang akan membuatmu melupakan segala dendammu, setidaknya untuk malam ini." Ia mencondongkan tubuhnya lebih dekat, bibirnya nyaris menyentuh bibir Rowan, napasnya hangat dan memabukkan. "Aku bisa menjadi telingamu, matamu, dan juga... temanmu di malam malam. Aku bisa memberimu akses ke setiap rahasia di kota ini, dan setiap kesenangan yang bisa kau bayangkan. Apa pun yang kau inginkan, Tuan Rowan. Aku akan membayarmu dengan cara yang paling... intim."16Please respect copyright.PENANANzZR7u2YQS
Rowan menatap Vivian, matanya yang dingin kini dipenuhi api gairah yang membara. Ia mengerti permainan ini. Ini bukan hanya tentang kesenangan, tetapi tentang dominasi, tentang kepemilikan. Dan Rowan, dengan sifatnya yang sadis dan pragmatis, melihat ini sebagai cara sempurna untuk menegaskan kendalinya atas Vivian dan Sarang Merak.16Please respect copyright.PENANAYlujRApcLG
"Aku suka caramu membayar hutang, Nyonya Vivian," bisik Rowan, suaranya serak dan dalam, tangannya yang kuat mencengkeram pinggang Vivian, menariknya lebih erat hingga tidak ada celah di antara mereka. Ia membiarkan Vivian merasakan sepenuhnya respons tubuhnya. "Kesenangan memang adalah bentuk pembayaran yang paling... personal." Senyum kocak namun berbahaya melebar di bibirnya. "Baiklah. Ini adalah 'kompensasi' untuk usahamu membunuhku. Sebuah pelajaran kecil tentang siapa yang sebenarnya memegang kendali di ruangan ini."16Please respect copyright.PENANAV43zMuY0ci
Ia mencondongkan tubuhnya, bibirnya menyentuh bibir Vivian, sebuah ciuman yang dalam dan dominan, penuh dengan hasrat dan kekuasaan. Tangannya yang lain naik, membelai rambut Vivian, lalu mencengkeram tengkuknya, menegaskan kendalinya. Ciuman itu menjadi lebih intens, sebuah deklarasi tanpa kata.16Please respect copyright.PENANAHGD02DevJk
Setelah beberapa saat, Rowan menarik diri sedikit, napasnya sedikit terengah, namun matanya tetap tajam dan penuh kemenangan. Vivian, dengan pipi merona dan napas terengah-engah, menatapnya dengan campuran gairah, kekalahan, dan kekaguman.16Please respect copyright.PENANA32Led8llPK
"Tapi ingat, Nyonya," bisik Rowan, suaranya kini kembali dingin dan tegas, kontras dengan keintiman momen sebelumnya. "Itu tidak membatalkan kesepakatan kita tentang informasi dan layanan mata-mata gratis. Justru, ini akan memastikan bahwa kau akan sangat termotivasi untuk melayaniku dengan baik. Semakin bagus informasimu, semakin 'nyaman' kompensasiku. Dan jika kau berani menyembunyikan sesuatu dariku, atau mencoba mengkhianatiku lagi..." Ia berhenti, senyumnya menghilang, digantikan oleh ekspresi yang sangat gelap. "Kau tidak akan suka 'layanan' yang akan kuberikan padamu selanjutnya."16Please respect copyright.PENANA3Uwm0WarYz
Vivian menelan ludah, matanya terpaku pada Rowan. Ia mengerti. Ini bukan hanya tentang kesenangan, tetapi tentang kekuasaan mutlak. Rowan telah mengambil alih kendali sepenuhnya. Vivian mengalihkan pandangannya ke bawah, menyapu tubuh Rowan dengan tatapan seperti kucing mengamati mangsa. Bibirnya merekah dalam senyum kecil ketika ia melihat ereksi jelas pada Rowan, sebuah respons fisik yang tak bisa disembunyikan.16Please respect copyright.PENANAotEI8KI9f6
"Ternyata tubuhmu lebih jujur daripada kata-katamu, Tuan Rowan," bisiknya sambil berlutut dengan gerakan lambat, kain gaunnya berdesir di lantai.16Please respect copyright.PENANALb4xZ0zhBH
Rowan menegang, tapi tidak menghentikannya ketika jari-jari dingin Vivian bergerak.16Please respect copyright.PENANAH4WHjcx6Wk
"Kau tidak perlu berterima kasih... anggap ini sebagai... pendahuluan," Vivian mendesah, nafasnya menghangat kulit Rowan sebelum ia memulai 'pelayanannya'.16Please respect copyright.PENANARK0Zi9KmTH
Rowan menggigit bibir, tangannya mencengkeram lengan kursi. Vivian dengan terampil dan penuh perhitungan mengendalikan tindakan intim tersebut. Rowan mendesah kasar saat Vivian melanjutkan aksinya, jari-jarinya dengan lembut mencakar paha Rowan.16Please respect copyright.PENANAMEnXDjSXhv
Tidak butuh waktu lama. Dengan gerakan yang intens, Rowan mencapai klimaks. Vivian tidak mengalihkan pandangan-matanya yang berkaca-kaca tetap menatapnya saat ia menyelesaikan aksinya.16Please respect copyright.PENANAhhW3XjP41I
"Kau... sangat berbakat," Rowan menghela nafas, berusaha mengembalikan kendali.16Please respect copyright.PENANA7ElzvVZNA2
Vivian membersihkan sudut bibirnya dengan jari, lalu menjilatnya perlahan. "Oh, ini baru pembuka."16Please respect copyright.PENANAjkUFQoYk1i
Dia berdiri, menarik tangan Rowan. "Kamar di lantai atas sudah kusiapkan. Istirahatlah... besok kita bicara tentang kerjasama yang lebih... menguntungkan."16Please respect copyright.PENANAQUX10LUIWD
Rowan tidak pernah membayangkan situasi seperti ini. Otaknya masih memproses serangkaian peristiwa yang baru saja terjadi: pembantaian para pembunuh, negosiasi kekuasaan yang kejam, dan kini, "kompensasi" yang begitu vulgar dan mendominasi. Tubuhnya terasa lelah, namun pikirannya berputar cepat. Dia membutuhkan istirahat, dan Vivian telah menawarkannya. Dia juga membutuhkan informasi, dan Vivian kini terikat untuk memberikannya. Ini adalah kesepakatan yang aneh, menjijikkan di satu sisi, namun sangat pragmatis di sisi lain. Dia mengikuti Vivian, langkahnya masih sedikit goyah, namun matanya tetap tajam mengamati setiap detail.16Please respect copyright.PENANAGZ2AUyf1AK
Meskipun misi balas dendam adalah prioritas utamanya, sisi 'mesum' Rowan yang diajarkan Silas kini terasa lebih dominan. Sensasi yang baru saja ia alami, ditambah dengan kepatuhan Vivian, membangkitkan sesuatu yang lebih dalam dari sekadar kebutuhan informasi. Ada kepuasan yang aneh, hampir seperti kemenangan pribadi, dalam melihat wanita sekuat Vivian tunduk padanya.16Please respect copyright.PENANAN5WOcwR2Uy
Vivian membukakan pintu kamar yang megah di lantai atas. Kamar itu luas, dengan ranjang berkanopi, perapian, dan pemandangan kota yang samar dari jendela berukir. Udara di dalamnya hangat dan beraroma melati.16Please respect copyright.PENANACYUoh00QaB
"Ini kamarmu untuk malam ini, Tuan Rowan," kata Vivian, suaranya kembali ke nada profesionalnya, meskipun ada kilatan di matanya. Ia melangkah masuk, menyalakan beberapa lampu minyak tambahan. "Apakah ada hal lain yang kau butuhkan malam ini? Pelayan, minuman, atau... layanan lain?" Senyum tipis kembali terukir di bibirnya, sebuah pertanyaan yang jelas namun terselubung.16Please respect copyright.PENANA6JyjfZFAsv
Rowan menatap Vivian, senyum tipis tersungging di bibirnya. Ia melangkah ke tengah kamar, mengamati ranjang besar dan perapian yang menyala. Kelelahan dari pertarungan dan ketegangan negosiasi mulai terasa, namun kepuasan dari dominasinya atas Vivian masih membekas kuat.16Please respect copyright.PENANANUTR58a7kY
"Layanan lain, Nyonya Vivian?" Rowan mengulang, nadanya santai namun penuh makna. "Aku baru saja menerima 'layanan' yang cukup... intens darimu. Kurasa untuk malam ini, aku sudah cukup terpuaskan." Ia melirik Vivian, matanya berkilat nakal. "Namun, aku tidak akan menolak jika kau ingin memastikan aku tidur nyenyak. Mungkin dengan sedikit cerita pengantar tidur tentang rahasia-rahasia Vortigern yang belum kau ceritakan?"16Please respect copyright.PENANAKwUiUMByQg
Ia berjalan ke arah ranjang, melemparkan jubahnya ke kursi terdekat. "Atau, kau bisa bergabung denganku di ranjang ini, Nyonya. Bukan untuk 'layanan' yang sama, tentu saja. Tapi untuk memastikan bahwa kesepakatan kita terjalin dengan sangat... erat. Kita bisa membahas detail 'proyek rahasia' Vortigern sambil menikmati kehangatan perapian. Bagaimana menurutmu, Ratu Malam?"16Please respect copyright.PENANAR8cVAqJ86t
Rowan menatap Vivian, menunggu jawabannya. Ia tahu Vivian adalah wanita yang cerdas dan strategis. Tawaran ini bukan hanya tentang keintiman, tetapi juga tentang memperdalam kendali dan memastikan Vivian sepenuhnya menjadi asetnya.16Please respect copyright.PENANAquQPpbFvQi
Vivian tersenyum, senyum yang kini lebih tulus dan sedikit lelah. "Tentu saja, Tuan Rowan. Aku akan memastikan kau tidur nyenyak." Ia mulai melepas gaun seksinya, membiarkannya meluncur ke lantai, memperlihatkan pakaian dalam sutra yang menonjolkan lekuk tubuhnya yang berbentuk jam pasir.16Please respect copyright.PENANAG1l0bo3eFG
Rowan memandanginya, matanya menyapu setiap detail. Payudaranya yang besar terlihat menonjol di balik kain tipis, dan lekuk pinggangnya yang ramping mengalir ke bokongnya yang penuh dan bulat. Setiap gerakan Vivian memancarkan daya tarik yang kuat, sebuah undangan yang sulit ditolak. Otak 'mesum' Rowan mencatat setiap lekuk, setiap bayangan, mengapresiasi keindahan dan kematangan tubuh wanita di depannya.16Please respect copyright.PENANA8uDrhMiM1C
Vivian kemudian melangkah ke ranjang, berbaring dengan anggun di bawah selimut sutra. Ia menatap Rowan, matanya mengundang. "Kau tidak akan kedinginan, kan, Tuan Rowan?"16Please respect copyright.PENANAWWvjjyW5Vz
Rowan menyeringai. Ia melepas jubah dan pakaian luarnya, menyisakan pakaian dalamnya. Dengan langkah tenang, ia menyusul Vivian ke ranjang. Ia berbaring di sampingnya, merasakan kehangatan tubuh Vivian di bawah selimut. Tidak ada lagi sentuhan terburu-buru atau dominasi yang kasar. Hanya kehangatan yang nyaman dan ketegangan yang mereda.16Please respect copyright.PENANAxfw2IjmHaP
"Jadi, Nyonya Vivian," kata Rowan, suaranya kini lebih lembut, ia menoleh ke arah Vivian. "Ceritakan padaku. Apa lagi yang kau tahu tentang 'proyek rahasia' itu? Setiap detail kecil. Setiap bisikan yang pernah kau dengar."16Please respect copyright.PENANAxzhHFrxsly
Vivian tersenyum tipis, matanya menatap langit-langit. "Proyek itu, Tuan Rowan... itu adalah ambisi gila Vortigern. Mereka ingin membangkitkan sesuatu yang sudah lama terkubur di bawah kastil mereka. Kekuatan kuno. Sesuatu yang bisa menghancurkan atau menguasai seluruh benua." Ia mulai bercerita, suaranya rendah dan pelan, mengalir seperti air. Ia menceritakan rumor-rumor yang ia dengar dari para bangsawan yang mabuk, bisikan-bisikan dari mata-mata yang ia kirim, dan potongan-potongan informasi yang ia kumpulkan selama bertahun-tahun. Tentang ritual-ritual aneh, tentang artefak-artefak kuno yang mereka cari, tentang para penyihir gelap yang mereka pekerjakan.16Please respect copyright.PENANAuer5G0pjbl
Rowan mendengarkan dengan seksama, setiap detail terekam dalam benaknya. Suara Vivian, kehangatan tubuhnya di sampingnya, dan dinginnya informasi yang ia sampaikan bercampur menjadi satu. Malam semakin larut, dan cerita Vivian terus mengalir, mengungkap lapisan demi lapisan intrik dan kegelapan di balik kekuasaan Vortigern.16Please respect copyright.PENANAQ5B5tJNX8i
Akhirnya, suara Vivian mulai melambat, menjadi lebih pelan dan berat. Rowan bisa merasakan napasnya yang teratur di sampingnya. Ia menoleh, Vivian sudah tertidur, wajahnya terlihat damai. Rowan menatap langit-langit, pikirannya masih penuh dengan informasi baru. Dendamnya kini memiliki bentuk yang lebih jelas, dan jalannya semakin terang.16Please respect copyright.PENANA6zTx43dBeK
Ia menutup matanya, membiarkan kelelahan mengambil alih. Untuk malam ini, ia aman. Dan ia memiliki sekutu yang sangat... produktif.16Please respect copyright.PENANAMsBcR84Gu1
16Please respect copyright.PENANAWNy979CMvv
16Please respect copyright.PENANArcLoW04i6T