2.1. Buku Menemukan "Master" Baru34Please respect copyright.PENANAzHFUC8upWT
Malam itu, jam dinding berdetak pelan, mengikis hening di kamar Arya Wijaya. Udara terasa pengap, meski jendela sedikit terbuka, seolah ada sesuatu yang mencekik. Ia terjaga, pikiran tak tenang, dipenuhi bisikan hasrat yang tak pernah benar-benar terpuaskan oleh Kirana, rasa hampa yang menusuk di balik citra kehidupannya yang sempurna. Sebuah kekosongan yang tak bisa diisi oleh senyum Kirana atau tawa Luna, sebuah lubang hitam yang semakin membesar di dalam jiwanya. Arya bangkit, merasa gerah, tubuhnya gelisah, tak mampu menemukan posisi nyaman. Jemarinya menjelajahi rak buku di samping tempat tidur, mencari pengalihan, sesuatu untuk menenangkan pikirannya yang bergejolak, berharap menemukan pelarian dari dirinya sendiri. Saat tangannya menyentuh punggung sebuah buku, ia merasakan tarikan aneh, seolah ada magnet tak terlihat yang menariknya kuat. Sebuah buku tua bersampul kulit hitam polos, tanpa judul, terjatuh dari tumpukan buku lama yang tak pernah ia sentuh, mendarat tepat di kakinya dengan bunyi gedebuk samar. Aneh. Ia tak ingat pernah membelinya, tak ada ingatan tentang kapan atau bagaimana buku itu bisa berada di sana, seolah ia muncul dari ketiadaan. Aroma lembap seperti tanah basah bercampur wangi kertas tua menyeruak dari sana, namun di baliknya, ada nada wangi melati yang menyesatkan, sekaligus bau busuk samar yang memanggil indranya, sebuah kontradiksi yang memikat dan menjijikkan sekaligus. Dingin namun berdenyut di tangannya, seolah hidup, seolah buku itu telah menunggu momen kerentanan ini untuk menampakkan diri, mengendus celah dalam jiwanya yang haus, mencari inang yang sempurna. Rasa penasaran yang pekat mengalahkan keraguan logis, sebuah dorongan tak tertahankan membimbing tangannya, dan Arya membuka halaman pertamanya. Sensasi getaran halus merambat dari buku ke telapak tangannya, naik ke lengan, lalu menyengat di benaknya seperti bisikan nakal yang hanya ia yang bisa dengar, menjanjikan pemenuhan hasrat terliar, setiap fantasi tergelapnya kini terasa dalam jangkauan. Ia tak tahu, buku itu bukan sekadar objek mati, melainkan sebuah entitas kuno yang tengah merangkul kelemahannya, sebuah parasit yang siap mengambil alih.34Please respect copyright.PENANAZkad0qKYbT
Di sisi lain kota, kegelapan malam merangkul Bramantyo Aditama di ruang kerjanya yang remang, hanya diterangi lampu meja yang redup. Botol whisky di tangan tak mampu meredam gejolak amarah dan frustrasi yang membakar di dalam dirinya, sebuah bara yang terus membesar. Ancaman dari pesaing lama, masalah bisnis yang membelit usahanya yang kini legal, menguras kesabarannya hingga ke titik nadir, mengancam untuk menariknya kembali ke jurang yang telah ia tinggalkan. Ia merindukan kekuatan yang dulu ia miliki, kemudahan dalam menyingkirkan masalah dengan tangan besi, tanpa perlu bernegosiasi atau berkompromi, sebuah nostalgia akan kekejaman yang efektif. Dalam keputusasaan itu, ia menggeledah laci meja kerjanya yang berantakan, mencari berkas lama yang mungkin bisa memberinya ide, sebuah solusi terakhir. Di antara tumpukan dokumen kasus lama yang penuh intrik dan kekerasan dari masa lalu bisnisnya, sebuah buku bersampul hitam legam, identik dengan yang dimiliki Arya, terselip di sana, seolah ia selalu ada, menunggu untuk ditemukan. Buku itu memancarkan aura kuno yang pekat, seolah menyalurkan energi yang membakar dalam dirinya, sebuah kekuatan familiar yang telah lama ia tinggalkan, namun tak pernah benar-benar mati. Jantung Bramantyo berdenyut kencang, rasa dingin menusuk menjalar dari buku ke nadinya, membius setiap sel, dan di benaknya muncul kilasan kekuatan untuk meremukkan dunia, gambaran-gambaran lawan yang bertekuk lutut, kekuasaan mutlak di genggamannya. Buku itu seolah memanggilnya, menjanjikan solusi instan, sebuah jalan pintas untuk kembali menguasai, tanpa perlu kompromi atau belas kasihan. Rasa haus akan kendali dan kekuatan yang telah lama ia tekan kini bergejolak dahsyat, mengalahkan semua logikanya, setiap pertimbangan moral, dan ia meraih buku itu, merasakan gelombang energi asing yang familiar menjalar ke seluruh tubuhnya, sebuah janji kekejaman yang telah lama tertidur, kini terbangun, siap untuk dilepaskan.34Please respect copyright.PENANA9mzlCcmhcy
2.2. Godaan Awal & Efek Samping34Please respect copyright.PENANAJlmqgGdP6q
Sejak buku itu masuk ke dalam hidup mereka, sebuah perubahan halus nan meresahkan mulai merayap, bukan karena sihir instan yang kasat mata, melainkan manipulasi terhadap diri dan persepsi mereka, mengubah cara mereka melihat dunia dan diri mereka sendiri, serta cara dunia melihat mereka. Bagi Arya, godaan itu memanifestasikan dirinya dengan cara yang paling personal dan memabukkan, menargetkan hasrat tersembunyi yang selama ini ia pendam. Kirana, istrinya yang biasanya pemalu dan menjaga jarak, kini terkadang menatapnya dengan pandangan yang lebih berani, bibirnya sedikit tersungging senyum genit yang tak pernah Arya lihat sebelumnya, seolah ia tiba-tiba membaca keinginan Arya yang paling rahasia dan merasa terdorong untuk merespons, sebuah reaksi yang memicu kegembiraan gelap dalam diri Arya. Di sekolah, rekan kerja wanita yang dulu hanya sebatas kolega, kini tampak lebih mudah didekati. Percakapan mereka menjadi lebih terbuka, dan sentuhan tak sengaja terasa disengaja; jari yang berlama-lama di lengannya, tatapan mata yang terlalu lama dan penuh makna saat berpapasan di koridor, bisikan-bisikan yang terlalu intim di ruang guru. Arya merasakan aura magnetis yang tak dapat dijelaskan memancar darinya, sebuah daya tarik yang mampu membelokkan pandangan, bahkan memicu gairah tersembunyi orang lain, seolah ia adalah pusat gravitasi sensual yang tak tertahankan. Buku itu memberinya kepercayaan diri abnormal, membuatnya berani melontarkan lelucon vulgar yang dulu hanya berani ia pikirkan, atau mengirim tatapan menelanjangi yang takkan berani ia berikan sebelumnya, seolah ia kini bisa membaca pikiran dan keinginan tersembunyi lawan jenis, memanipulasi situasi tanpa disadari, mengarahkan interaksi ke arah yang ia inginkan. Ia mulai berani mengundang rekan kerja wanita untuk "diskusi" di luar jam kantor, atau mengirim pesan teks yang ambigu, menguji batas-batas baru yang ia temukan. Ia merasa dirinya kini adalah raja dari setiap fantasi, sebuah kekuatan baru yang terasa begitu memabukkan dan memuaskan egonya yang selama ini tertekan, membuatnya merasa tak terkalahkan dalam permainan hasrat, sebuah permainan yang semakin berbahaya.
Sementara itu, Bramantyo merasakan peningkatan drastis dalam naluri bisnis dan kekuasaannya. Buku itu seolah memberinya wawasan langsung kelemahan terdalam lawan-lawannya, informasi yang tiba-tiba "terorganisir" di benaknya, menganalisis strategi mereka sebelum mereka sendiri menyadarinya. Ia "melihat" pola dan celah yang sebelumnya ia abaikan dalam laporan keuangan atau percakapan, seolah ia memiliki mata ketiga yang menembus kebohongan dan rahasia, melihat inti kelemahan yang bisa ia eksploitasi. Ide-ide "solusi" bisnis yang kejam namun sangat efektif mulai muncul di benaknya, cara-cara untuk menghancurkan pesaing tanpa meninggalkan jejak yang kasat mata, hanya kerusakan total yang tak bisa dilacak. Misalnya, ia mendadak tahu bagaimana memanfaatkan skandal pribadi seorang CEO pesaing yang paling dihormati, menyebarkannya secara anonim untuk menghancurkan reputasinya, atau memutarbalikkan data pasar hingga lawan terjebak dalam kebangkrutan tanpa menyadari manipulasi di baliknya, seolah itu adalah kecelakaan pasar. Buku itu seolah mengikis empati dan moralnya, membuat tindakan brutal terasa sebagai langkah yang paling efisien, paling logis untuk mencapai tujuannya, bahkan terasa menyenangkan dan memuaskan dahaga kekuasaan yang tak terbatas. Bramantyo merasa lebih tajam, lebih kejam, sisi gelapnya yang telah lama ia rantai kini dilepaskan, namun dengan presisi yang lebih mematikan, sebuah instrumen kehancuran yang sempurna. Percaya diri yang berlebihan melingkupinya, seringkali ia menemukan dirinya tersenyum tipis saat membayangkan kehancuran lawannya, sebuah senyum dingin yang tak pernah ia tunjukkan sebelumnya, kini terukir jelas di bibirnya, sebuah ekspresi kepuasan yang mengerikan.
Efek samping dari pengaruh buku ini mulai terlihat dalam perubahan kecil namun signifikan pada perilaku mereka, mengikis esensi diri mereka yang dulu, menggantinya dengan sesuatu yang lebih gelap dan asing. Arya yang dulu ragu dan terbelenggu rasa bersalah, kini menjadi lebih berani, lebih dominan, bahkan sedikit sombong dalam interaksi sosial dan pribadinya. Ia mulai menuntut lebih dari Kirana, mendorong batas-batas keintiman mereka dengan keberanian yang kadang mengejutkan istrinya, bahkan Kirana tak mampu menolak, seolah terhipnotis oleh hasrat baru yang memancar dari suaminya, sebuah ketidakberdayaan yang ia rasakan. Bramantyo, di sisi lain, menjadi lebih dingin, perhitungan, dan tanpa ampun. Kilatan emosi yang tidak terkendali, kemarahan yang tiba-tiba meledak jika ada yang menghalangi, menjadi lebih sering dan tak bisa ia kontrol, bahkan terkadang mengarah pada Zara, istrinya yang paling ia cintai, meninggalkan jejak ketakutan samar di mata wanita itu, sebuah keretakan dalam hubungan mereka. Mimpi aneh yang semakin intens dan mengerikan juga mulai menghantui mereka berdua. Arya sering terbangun dalam keringat dingin setelah mimpi di mana fantasinya terpenuhi secara brutal, dengan detail yang begitu nyata hingga ia kesulitan membedakan mana realita dan mana ilusi, meninggalkan sensasi gairah yang begitu kuat hingga sulit ia kendalikan di pagi hari, mengganggu fokusnya pada pekerjaan dan keluarga. Sementara Bramantyo dihantui mimpi kekuasaan dan kekerasan yang ekstrem, di mana ia melakukan hal-hal yang dulu ia sesali namun dalam mimpi ia merasa sangat kuat dan berkuasa, bangun dengan rasa adrenaline yang menggelegak, membuatnya sulit untuk tenang dan fokus, sebuah haus akan kendali yang lebih besar yang kini mendominasi setiap pikirannya. Buku itu, "The Secret Book", tidak hanya memberikan kekuatan; ia mulai menguasai, menuntut imbalan dari jiwa mereka, mengubah mereka dari dalam ke luar, mengukir takdir baru yang gelap, sebuah takdir yang mungkin tak bisa mereka hindari, menarik mereka semakin dalam ke jurang kehancuran.34Please respect copyright.PENANA09sCGw5ima
34Please respect copyright.PENANAh7z6wzTA9t