
Pagi setelah pertemuan pertamaku dengan Arya, ponselku terasa lebih ringan. Tidak ada desakan untuk segera memeriksa chat Tinder, tidak ada kecemasan akan pesan yang belum dibaca atau janji yang tak pasti. Hanya ada ketenangan yang samar, seperti embusan angin sejuk setelah badai panjang. Aku bangun, mandi, dan menyiapkan diri untuk bekerja dengan perasaan yang berbeda. Ada semacam optimisme baru yang tipis, namun nyata.
352Please respect copyright.PENANAXTokMuC1Wp
Setelah kopi pertamaku di kantor, aku membuka chat Arya.
352Please respect copyright.PENANAc5iGzvYAof
Arya: "Selamat pagi, Arum. Semoga harimu menyenangkan!"
Pesan sederhana, tidak ada gombalan pagi hari, tidak ada godaan. Hanya ketulusan yang singkat. Itu terasa seperti sesuatu untuk jiwaku yang lelah. Aku pun membalas dengan senyum tipis.
352Please respect copyright.PENANAzp7utsz2Sm
Arum: "Pagi, Arya. Kamu juga!"
352Please respect copyright.PENANAfiigL5deGz
Sejak hari itu, chat kami berlanjut dengan ritme yang stabil dan menenangkan. Berbeda sekali dengan intensitas membakar dari Bayu. Arya tidak pernah terburu-buru. Dia bertanya tentang hariku, mendengarkan keluhanku tentang pekerjaan, dan sesekali berbagi cerita lucu dari petualangannya di lapangan. Dia adalah pendengar yang baik, responsif, dan tidak pernah memaksakan diri.
352Please respect copyright.PENANAUOuQ8rRWyz
Arum: "Hari ini kerjaan numpuk banget, rasanya mau nangis."
Arya: "Capek banget ya? Jangan lupa minum air putih yang banyak. Kalau udah selesai, coba deh nonton film komedi, biar ketawa. Ketawa itu terapi paling murah lho!"
352Please respect copyright.PENANA8z98JkSTBu
Dia selalu punya cara untuk menenangkan, bukan memicu. Dia seperti jangkar yang stabil di tengah badai emosiku. Aku mulai menceritakan lebih banyak tentang hidupku, tentang kondisi rumah yang sering gaduh, tentang impian kecilku yang sering terhimpit realita. Arya tidak menghakimi, dia hanya mendengarkan.
352Please respect copyright.PENANAHjfqk5dIIA
Arya: "Dengar ceritamu, aku jadi mikir, kamu itu kuat banget ya, Arum. Banyak orang yang mungkin udah nyerah di posisimu."
Arum: "Ah, kamu bisa aja. Aku cuma berusaha survive."
Arya: "Bertahan itu butuh kekuatan ekstra dan kamu punya itu."
352Please respect copyright.PENANAflMJ4RC64w
Kata-kata Arya seperti siraman air dingin yang menyegarkan di panasnya bara di hatiku. Aku mulai percaya lagi pada kebaikan, pada empati. Sesuatu yang sudah lama hilang dari kamus hidupku. Kami mulai sering bertelepon di malam hari, kami sudah pindah dari chat tinder, ke aplikasi whatsapp. Suaranya yang tenang dan rendah membuatku merasa aman. Dia tidak pernah membuat janji-janji yang tak terukur.
Dia hanya ada, di ujung telepon, menjadi sandaran suara yang nyata.
Kadang, aku sengaja tidak membalas chat Bayu, yang masih suka muncul, hanya untuk melihat apakah dia akan hilangan dengan sendirinya. Namun dia selalu kembali, dengan godaan-godaan dan janji-janji yang sama. Tapi kini, godaannya terasa hambar, janjinya terasa kosong.
352Please respect copyright.PENANAbJ72n0qvGN
Aku mulai merasakan perbedaan yang mencolok. Bayu memicu hasrat sesaat, tapi Arya membangun ketenangan yang lebih dalam.
352Please respect copyright.PENANAjLBKPJ5spP
Kedekatan bersama Arya semakin terasa, aku mulai merasa nyaman berhubungan dengan dia. Bukan kenyamanan yang membara seperti yang sudah-sudah, tapi kenyamanan yang menyejukkan, seperti pulang ke rumah setelah perjalanan panjang. Suatu sore, Arya mengajakku bertemu lagi. Kali ini, kami berjalan-jalan santai di taman kota.
352Please respect copyright.PENANASSDNnsCRYv
Kami bicara tentang masa lalu, tentang keluarga, tentang apa yang kami inginkan dari hidup.
352Please respect copyright.PENANARnt8TzZ1RD
"Aku suka obrolan kita, Arum. Rasanya... jujur. Aku bisa jadi diriku sendiri," kata Arya, menatapku. "Aku juga, Arya. Rasanya... menyenangkan," jawabku, merasakan beban di dada sedikit terangkat.
Aku menatap matanya. Mata Arya tidak memiliki tatapan seperti Damar, atau tajam seperti Kevin, atau terlihat nakal seperti Bayu. Matanya memancarkan ketulusan dan pengertian.
352Please respect copyright.PENANA1BfDfvqkKU
Pada saat itu, aku tahu aku harus jujur, tentang segalanya.
352Please respect copyright.PENANAz8pPpFy7JU
352Please respect copyright.PENANAyV1kPt6cLv
***
Baca kisah lengkapnya dari profile penulis
352Please respect copyright.PENANAL0yOsxg8dm