Sore itu, laki-laki bernama Kuple duduk terdiam di bangku taman kompleks menengadah ke langit.
Wajahnya tenang, namun ia murung. Sudah beberapa hari setiap sore ia datang ke taman itu hanya untuk merenung. Tak ada yang tahu mengapa ia seperti itu, orang-orang di sekitar pun tampak resah dengan keberadaannya.
Tukang penjual minuman keliling yang sedang mangkal di dekatnya seolah sengaja memerhatikannya sambil sesekali melirik ke koran yang sedang ia baca. Para anak abege yang sedang lari sore kadang menatap Kuple dengan angkuh, dan anak-anak kecil yang biasanya bermain di tempat itu tampak takut akan adanya Kuple di sana. Kuple seperti orang mati, tak bergerak, kadang matanya kosong menatap ke arah depan. Aneh.
Dengan kemeja kotor dan juga celana panjang yang sepertinya belum dibersihkan berbulan-bulan itu, Kuple tampak dekil sekali. Meskipun namanya terkesan kampung, Kuple adalah seorang yang punya tampang. Dia tidak jelek, namun dia rasanya pantas untuk bersaing dengan model-model lomba tujuh belasan. Dengan wajah yang pas-pasan, pastinya masih ada perempuan yang mau dengannya.
‘Bang beli rokok mild, Bang.’ kata anak abege yang sedang berhenti di depan pedagang minuman.
‘Sebungkus?’ tanya pedagang itu.
‘Diketeng aja, Bang.’
‘Masih kecil udah ngerokok lu.’ sahut pedagang itu.
‘Jih.. ribet lu!’
Anak abege itu lalu berlari menjauh, berlari dengan kecepatan yang sangat kencang. Sesaat kemudian datang seorang pria paruh baya berhenti di dekat pedagang itu. Dia tampak ngos-ngosan, napas yang sepertinya harus segera diselamatkan dengan sebotol air mineral dingin.
‘Bang aqua, Bang.’ kata pria itu.
‘Dua, Pak?’
‘Satulah. Banyak amat.’
Pedagang itu memberi sebotol Aqua ke pria paruh baya, lalu pria itu pun lanjut berlari langsung kabur.
‘Woy! Bayar.’ teriak pedagang itu. ‘Miskin, lu.’
Pria itu berlari dengan kecepatan tinggi, seperti copet yang sedang dikejar Polisi, seperti maling celana dalam yang tertangkap basah oleh Hansip, seperti bencong yang dikejar Satpol PP. Pokoknya itu dalam hitungan detik, pria paruh baya tadi langsung tidak terlihat. Seperti The Flash, Quicksilver, Superman, bahkan menandingi kecepatan Captain Marvel. Luar biasa.
Pedagang itu kembali duduk, lanjut membaca koran sambil melirik ke arah Kuple.
‘Bukannya bantuin kejar, malah bengong. Gembel lu.’ ujar pedagang itu kepada Kuple.
Namun Kuple tetap terdiam, dia memandang pekat ke arah depan. Pikirannya kosong, wajahnya tetap tenang dan stay cool seperti model celana dalam pria. Selang berapa menit, pasangan suami istri tiba-tiba datang menghampiri pedagang itu.
‘Bang, tissue dong.’
‘Dua, Mas?’
‘Satulah.’
‘Bayar dulu.’ kata pedagang itu, cepat. Nampaknya pedagang itu tak mau tertipu lagi.
Setelah bayar, pasangan itu duduk di samping pedagang untuk santai sejenak menikmati sore. Wanita yang merupakan istri dari lelaki itu menyapu pandangan sekeliling, matanya berhenti di tempat Kuple berada.
‘Itu siapa, Bang?’ tanya wanita itu, sambil menunjuk ke arah Kuple.
‘Oh itu? Gak tahu.’
‘Loh... kok dia malah diam?’
‘Paling putus cinta.’ sahut pedagang itu, cuek.
‘Udah gede, masih putus cinta. Kayak anak SMA.’ sahut lelaki yang merupakan suami dari wanita itu.
‘Hush... nanti orangnya marah, loh.’
‘Biar aja, Mbak. Orang itu kayaknya budek. Wong saya ajak ngomong daritadi nggak nyahut.’ sambung pedagang itu.
‘Dia tuli?’ tanya si lelaki.
‘Tuli sekaligus bisu kali.’ Pedagang itu semakin menambah ruwet.
‘Wah.. ayok, kita pergi. Nanti anak kita ketularan dia.’
‘Kamu nggak boleh gitu, sayang.’ ujar si wanita, lirih.
‘Udah. Ayok. Aku nggak mau punya anak macem orang bodoh kayak dia. Bahlul.’
Pasangan itu lalu pergi, terburu-buru mirip seperti pria paruh baya yang tadi kabur membawa sebotol aqua. Dan pedagang itu lanjut bersantai sambil asik membaca koran. Sesaat kemudian datang lagi dua bocah abege yang berhenti di depan pedagang itu. Wajahnya melongok ke arah Kuple.
‘Itu... kan.’ kata salah satu dari abege itu.
‘Iya... itu, kan.’ sahut abege yang satunya.
‘Itu apa?’ Pedagang minuman menyambar dengan gesit.
‘Itu Kuple, Bang.’
‘Kuple? Kuple siapa?’
‘Kuple yang punya bulu ketek panjang, Bang.’
‘Siapa dia?’
‘Itu loh, Bang. Kuple yang jorok, yang suka peperin upil ke temen-temennya.’ sambung abege satunya.
Pedagang itu pura-pura tahu. ‘Oh iya. Kuple itu. Kenapa dia?’
‘Dia gila, Bang.’
‘Gila kenapa?’
‘Putus cinta, Bang.’
‘Kalian tahu kenapa dia bisa putus cinta?’ Pedagang itu semakin bersemangat.
‘Pacarnya selingkuh, Bang.’ sahut abege itu, cepat.
‘Eh.. tunggu dulu. Kalian ini tahu dari mana, sih?’
‘Kuple kan tinggalnya dekat sini, Bang. Cuma beda satu kompleks sama kami. Pasti Abang bukan orang sini, soalnya seluruh kompleks kenal Kuple, Bang.’ Abege itu pun semakin menjelaskan dengan detail.
‘Oh iya, saya tahu. Kuple yang kalau galau sering mengali tanah kayak anjing, ya?’ Pedagang itu mulai mengarang.
‘Iya, Bang.’
‘Kalian tahu kenapa pacarnya selingkuh?’
‘Kuple kalah tampan, Bang.’ sahut salah satu dari abege itu.
‘Cuma itu?’
‘Kuple juga kalah kaya, Bang.’ sambung abege satunya.
‘Cuma dua itu?’
‘Kuple kalah wangi, kalah tinggi, kalah mapan, kalah putih, kalah keren, kalah segalanya deh, Bang.’
‘Pantas. Ya sudah, pergi sana. Jangan ganggu saya jualan.’
‘Yeeee... minta informasi doang. Rese lu.’ teriak abege itu sambil lanjut berlari.
Seiring dengan kepergian dua abege itu, pedagang minuman loncat kegirangan. Akhirnya dia berhasil tahu nama dari laki-laki yang duduk di taman beberapa hari ini. Pikirnya, dengan tahu akan hal ini, dia bisa mendapat banyak pelanggan.
Tiga puluh menit berlalu, dua wanita cantik datang untuk membeli air mineral dingin. Dan si pedagang langsung siap bagai seorang pemimpin upacara menyambut kedatangannya.
‘Aqua, Neng?’ Pedagang itu mulai berbicara.
‘Boleh, Bang. Dua, ya.’
‘Siap cantik.’ Pedagang itu mulai merayu layaknya seorang abege yang belum puber.
Kedua wanita cantik itu menyapu pandangan, berhenti di tempat Kuple berada. Kali ini, Kuple terdiam duduk sambil menaikkan kedua kakinya ke atas bangku.
‘Itu siapa, Bang?’ kata salah satu dari wanita itu.
‘Kuple, Neng.’
‘Siapa dia?’
‘Itu loh... Kuple pendiri sekte sesat dan ilmu hitam karena ditinggal pacarnya selingkuh, Neng..’
‘Hiiii...’ Wanita yang satunya mulai merajuk. ‘Kasihan banget dia.’
‘Lho, kok malah kasihan?’ tanya wanita di sebelahnya.
‘Ngapain kasihan, Neng. Wong dia yang salah.’
‘Salah apa emang dia?’ Wanita itu semakin penasaran.
‘Kuple gak bisa move on dari mantan yang sebelumnya, Neng.’
‘Pantas saja pacarnya selingkuh.’
‘Iya, Neng. Malah dia sempat memaki pacarnya dengan sebutan pelacur sewaktu mabuk, Neng..’
‘PELACUR?!’ Wanita itu terkejut.
‘Iya. Pelacur yang hina dan bau amis.’ Pedagang itu semakin memainkan ceritanya.
‘Najis. Tampang jelek sok belagu.’ sahut wanita di sampingnya.
‘WOY. Pemabuk buruk rupa. Belagu lu.’ teriak wanita itu, sambil buru-buru pergi membawa air mineral di tangannya.
Sementara Kuple masih terdiam, kedua telinganya mendengar apa yang orang bicarakan namun Kuple memilih untuk tidak peduli. Kuple cuek dan tak menganggap semua itu ada. Di otaknya hanya ada satu nama, seorang kekasih yang sekarang telah pergi meninggalkannya demi orang lain yang lebih tampan, mapan, dan rupawan.
ns18.117.189.90da2