Dan tidak ada yang lebih menjahati batinnya manakala perkataan jujur, halus nan mencakar tlah Alda terima dari bibir kekasih halalnya. Kekasih yang mati-matian menghafalkan lafaz ijab untuk mengkabulkan nya, di malam sebelum akad.
Die before dying. It’s Alda within seconds, when she hears that Aldi seriously said “I’m no longer in loving you, let’s stop over here”. Unrealistic, right? Setelah hitungan detik, pikiran Alda melamban bahwa hanya manusia non-logic sajalah yang tabah menerima ulasan itu lantas menjadi silogisme salah alamat untuk melangkah mundur. She’s smile then. She’s one of realistic women over the world. She’ll never get tremble of everything aside from her God. What she wants, she’ll make serious efforts to make it true, to get it on hand no matter what. Once she loves, she’ll love until the end.
221Please respect copyright.PENANA1bjhdIZ1Q9
221Please respect copyright.PENANAvcYC8wt6Bp
Perempuan dengan bakat dan badan yang besar itu tlah menjadi penopang kesejahteraan hidup keluarganya sejak ia masih menyandang status mahasiswi. Ayahnya meninggal saat ia sehari-hari selain hari minggu masih mengenakan seragam putih abu.
Celakanya, saat Alda mengiming-imingkan kehidupan yang teratur sesuai life-list-nya, mencapai karier-karier kerennya lalu menemukan sosok panglima untuk akhirnya ia sandari dalam rangka merayakan pencapaiannya, justru babak belur dikemudian hari. Semua gagasan-gagasan indah yang ia susun nyatanya tidak pro kali ini. Yahh, dunia memang suka becanda, pikirnya.
Pekerjaannya menuntutnya harus kelayapan dari satu wilayah ke wilayah lainnya dengan durasi yang tidak singkat namun ada nikmat yang luar biasa ia syukuri yakni bisa lebih akrab dengan nusantaranya. Tingkat kekuatan yang ia miliki semakin tajam tatkala ia lebih sering jauh dari rumahnya. Kerinduan yang terus meneror bahkan hampir membunuhnya ia jadikan sumber tenaga yang lain.
Awalnya Alda adalah sosok yang suka pamer kecantikan. Rambutnya tiruan model rambut polisi wanita, fashionnya nya bergaya artis lokal. Gaya hidupnya serba tak terbatas. Enteng saja membawa badannya kemanapun ia mau secepat kilat. Sisa make-up sisir rambut dan jalan. Sampai akhirnya pada 2016 silam Alda akhinya menginjakkan kaki di wilayah terakhir, di Kota Kendari. Kota yang berhasil mempertemukan ia dengan sandaran hatinya. Kota yang finally membuatnya berubah secara penampilan & sikap.
Alda and Aldi were getting married one year ago. Tak lama setelah mereka saling berkenalan ditempat tinggal mereka masing-masing yang kebetulan berseblahan. Alda is from South of Sulawesi who stayed in Aldi’s region Southeast Sulawesi for Job only, while Aldi is a man with any kinds of Job he’s. He didn’t stay his home yet he has a room with his friends next to Alda’s room. Hanya sedikit basa basi, Aldi fikir bahwa sudah saatnya hubungan yang ia bangun harus dilindungi Negara maka ia memutuskan untuk memulai pendekatan yang SAH melalui beberapa jenjang dan berakhir di pelaminan bernuansa ungu pada awal January 2017 kala itu.
Satu tahun usia pernikahan. Mestinya cuaca masih cerah, umumnya juga begitu. Alda mencari tulisan pencerah untuk menenangkan perasaannya yang sedang di hantam ombak asmara yang kejam. She’s looking for one year wedding zone article but she found nothing, zero. Semua cerita adalah tentang setahun ke atas. Dan ini salah satu yang ia temukan, di publish oleh kompas.com yang di posting pada 28 mei 2008 silam.
“DUA TAHUN PERTAMA: PENUH PERJUANGAN”
Inilah tahun-tahun yang mengindikasikan, apakah pasangan "pengantin baru" bisa survive di tahun-tahun berikut. Banyak yang berhasil melampauinya, tak sedikit juga yang memutuskan bercerai. Sebab, di tahun inilah sebenarnya realitas dimulai. Masing-masing pihak melihat dengan sesungguhnya, siapa pasangannya.
Bersiaplah menerima apa yang disebut depresi pengantin baru. Usai pesta, pasangan menempati rumahnya sendiri dan belajar hidup mandiri sebagai suami-istri. Di sinilah pembagian peran dan kerjasama dimulai. Ada yang lancar, ada pula yang kagok. Banyak hal yang menjadi prioritas yang harus diselesaikan bersama. Tentang uang, misalnya, siapa yang harus mengatur. Juga bagaimana menghabiskan waktu luang bersama, menangani mertua, para ipar dan keluarga besar lainnya. Bayi yang kemudian lahir akan membuat seluruh ritme ayah dan ibu berubah. Jelas, semua itu menimbulkan tantangan sekaligus kecemasan.
Nah, agar bisa survive dan berjalan mulus, di tahun-tahun pertama ini pasangan suami-istri seharusnya sudah mulai mendiskusikan tentang bagaimana memecahkan masalah jika terjadi konflik, juga membicarakan harapan-harapan masing-masing pihak.
Pasangan yang bisa melewati masa ini adalah mereka yang selalu punya pandangan positif terhadap pasangannya, tidak mudah menyerah, dan mau bersama-sama mencari jalan keluar di setiap persoalan. Meski tahun-tahun pertama ini sulit, mereka akan tetap mengenangnya sebagai tahun-tahun pertama yang penuh keintiman, kemesraan, dan saling belajar. Yang tak kalah penting, bisa menjadi pelajaran serta pengalaman berharga untuk menempuh tahun-tahun berikut.
Alda membiarkan kopi terakhirnya membasahi tenggorokannya yang sudah menjelma menjadi ice coffee oleh dinginnya udara malam itu, tepatnya di sepertiga malam usai membaca artikel unggahan kompas.com secara seksama. Bibir Alda tak sedikitpun menghasilkan gerak, rupanya suara dari dalam jiwanya “am I who really in depresi pengantin baru? Is this that feel?” ia diam 7 ketukan dan “No, this’s just the game, you are the 1st player and I’m the 2nd player. So let’s play, Mr. Aldino Subagio”.
Ingin rasanya ia membacakan artikel itu didepan suami termanisnya, serupa saat ia membacakan UUD 1945 di sekolah dasarnya dulu kala.
Setelah putusan Aldi malam itu, ia benar-benar mengindikasikan ucapannya. Ia tak lagi menghasilkan banyak suara yang sering Alda minta untuk ia hentikan di waktu-waktu istrahat malam tiba “sudahlah mas, hentikan dulu dolanan mu besok lanjut lagi ayo tidur pliss”. Terhitung sudah banyak malam hingga malam ini, and Alda’s finally miss that so bad, miss her favorite sentences. Kadang ia hanya memvariasi kalimat semacamnya agar komposisi kamarnya tidak jemu mendengar, seandainya mereka bisa.
221Please respect copyright.PENANAvahuzGwCcO
221Please respect copyright.PENANApMbV5pOlZX
Di minggu siang di akhir Februari, Alda kedatangan keluarga Aldi. Setidaknya Alda bisa sedikit merasakan penetrasi untuk luka batinnya saat itu yang dibuat special untuknya oleh kekasih manisnya yang saat ini sedang pahit. Rumahnya ramai hingga sore hari, terlihat kedua Ibunya, bapak mertuanya, adik-adiknya juga ponakan-ponakannya. Keluarga Aldi memang sering berkunjung, ada dan tidak adanya masalah, pun ada dan tidak adanya acara. Tapi se-kebetulan apapun itu, se-mendadak apapun itu, juga se-sibuk apapun, Alda selalu punya cara untuk membuat perut keluarganya full sana sini. Lalu ia tertawa, ia sangat menyukainya.
Kali ini Alda tak sanggup lagi menahan diri, ia menangis sejadi-jadinya di hadapan Ibu mertuanya, ia melampiaskan segala laranya tanpa sepengetahuan Ibunya sendiri. Di akhir cerita sang mertua hanya mampu memberikan satu kata sebagai penopangnya, “sabar nak” tentu dengan power suara ala Ibu pertiwi yang turut serta dalam duka. Alda mengangguk, ia juga tak pernah luput dari akidahnya pada satu dalil yang di ajarkan agamanya, dalil itu memiliki arti “Allah tidak akan menguji diluar kesanggupan hambanya”. Kemudian nafasnya ia perbaiki sedemikian rupa lalu bibirnya ia atur agar enak terlihat.
Sesi gundah gulana tlah usai untuk hari itu. Cerita mereka tutup dan beralih ke acara ribut-ributan sambil kenyang-keyangan. Menjelang petang senyum dan tawa Alda mulai memudar seiring melajunya kendaraan milik keluarga Aldi. Tinggal ia beserta Ibu, dua adik dan satu ponakannya. Beruntung ia mampu membondong keluarganya ke daerah suaminya, sehingga ia tidak benar-benar merasa sepi saat sedang sepi.
Sekarang ia harus kembali berpura-pura normal, menyembunyikan lukanya yang baru saja ia bongkar dan plaster kembali. Namun, seorang Ibu bukanlah benar-benar Ibu jika saja keadaan hati anaknya sendiri tidak ia ketahui. Benar, mereka tinggal disatu atap dimana mereka sama-sama menutup rapat goresan hati sang Alda. Tidak mengorek-ngorek continuously sehingga rasanya tidak timbul tenggelam demi keberlangsungan dan keadaan rumah yang aktiv nan hidup.
221Please respect copyright.PENANAWj0u0B406w
221Please respect copyright.PENANAIj0i8WnwOJ
Malam setelahnya Alda bersama adik terakhir Aldi duduk di balkon rumahnya. Seperti bergantian menjaga pasien rawat inap. Sembari berhadapan dengan Pc dan makanan-makanan yang tidak berat, mereka menonton serial drama korea. Jelas, ada sesi curhat terselubung kala episode yang terputar tidak terlalu butuh diperhatikan, lucunya garing atau seriusnya lebay. Alda kembali menuangkan sisa-sisa darah dari goresan yang ia miliki yang mungkin tlah ia sampaikan juga pada adik Aldi yang satu bahkan kedua mertuanya. Ia merasa sikap transparansi sudah perlu ia terapkan mulai detik itu, agar bila nanti saatnya ia tiba diambang kesabarannya, keluarga Aldi tidak sekaget mendengar gelas kaca yang sengaja dibanting. Hingga jarum jam mulai menghampiri angka 00:00 lalu Alda pamit ke adiknya untuk beranjak lebih dulu mengistrhatkan raganya.
“Alda, let’s be disvorced”. Dua malam tak terlihat, ketika pulang bahasa yang dihasilkan suaminya masih tentang kesudah tidak sukaannya pada istrinya lagi. “Ntah apa yang merasuki suamiku yang ganteng ini Ya Allah, adakah jin botol tlah mengambil alih jiwanya?” Alda bergumam.
Esok tlah tiba. Hebatnya sang Alda ia mampu mengeringkan kebiruan hatinya. Ia tak pernah lengah sedikitpun untuk nampak seolah ibu rumah tangga yang tengah dirundung masalah saat berkantor. Kepiluan itu semata-mata hanya untuk kamarnya sahaja. Semalam kamarnya sepi, namun itu tak lantas membuat matanya basah lagi dan lagi. Yang ia lakukan justru mencari titik terang serupa ibu-ibu warung yang tengah mendata ulang utang-utang pelanggannya di atas kertas A4, sampai ia tertidur.
Sungguh, ini sudah kelewatan, ini bukanlah kali pertama Aldi tidak pulang ke rumah sejak kalimat keramat keluar lagi dari buah bibirnya yang stengah manis itu “ada apa ini mas Aldi, are u deeply serious with your words?” Alda membatin. Keadaan senin pagi yang begitu membingungkan namun tetap dalam kendalinya pula ibunya. Lagi-lagi sang ibu tidak berkata banyak tentang apa yang ia saksikan terang-terangan. Alda berangkat ke kantor bersama OB andalannya sebab suaminya seakan meniru jejak mas Toyib di era 90-an, ia malas pulang. Walau begitu Alda tetap selalu tahu keberadaan suaminya, teman-teman suaminya yang selalu mengabari. Namun tetap saja Aldi sudah sangat melampaui batas.
221Please respect copyright.PENANALUzd4tXsSj
221Please respect copyright.PENANAuifDcy8ibP
Puluhan hari berlalu, komposisi harian Alda berisi sedih sedikit, semakin hari semakin sedikit dan senyum berlebih. Semakin hari semakin senyum. Bukan berarti bahwa ia sudah mulai kehilangan akalnya melainkan hasil meditasinya selama ini membuahkan hasil yang sangat positif. Mestinya ia sudah harus melihat garis positif mengenai perutnya namun dengan adanya positif jenis lain pun ia sudah sungguh terselamatkan. Jiwanya kian berwarna kembali.
Yah.. Sang panglima kembali. Aldi tlah benar-benar kembali dalam dirinya dalam pelukan istrinya. Ia bukan lagi siluman lelaki jahat apalagi jin botol. Menurut Ibu Aldi, senyum anak lelakinya itu tercipta kembali di moment kebersamaan keluarga Alda dan Aldi di Bandar udara siang itu. Terkait behind-the-scene-nya biar Alda and family saja yang tahu.
Pemandangan yang persis dengan acara nikahan. Posisi Aldi saat itu mirip sang petua adat yang tengah melangsungkan acara inti. Ia menyampaikan permintaan maafnya pada sanak keluarganya terlebih pada ibu dan istrinya. Ia merasa maafnya tak pantas untuk diterima saat itu juga maka iapun membuat janji wajib akan suatu gerakan penyesalan dan perubahan yang bakal ia lakoni mulai detik itu juga yang mana hidupnya sekarang ini ia dedikasikan sepenuhnya untuk keluarga.
Betapa senyum yang di iringi airmata menjadi satu pemandangan lainnya yang tercipta di wajah Alda. Mereka pun membuat formasi Teletubies, berupa pelukan hangat satu sama lain. Film anak-anak favorite Aldi semasa kecil dulu.
____
Selang bebrapa bulan setelahnya akhirnya Aldi menjadi calon bapak dari calon presiden masa depan yang masih berproses di Rahim Alda.
-----
Kata Anya: “Marriage is a little bit like gambling, isn’t it? Bahkan lebih berisiko daripada itu. Waktu kita duduk di depan meja poker atau blackjack atau dice, kita bisa memilih ingin mempertaruhkan seberapa bayak. Sedikit, sepertiga, setengah atau semua. Kemenangan yang bisa kita peroleh atau kekalahan yang harus kita tanggung, semua tergantung dari seberapa besar risiko yang berani kita ambil. Tapi pernikahan tidak begitu. Saat kita duduk di depan meja penghulu dan melaksanakan ijab kabul, semua kita ‘pertaruhkan’. Cinta, hati, tubuh, pemikiran, keluarga, idealisme, masa depan, karier, setiap sel keberadaan kita sebagai manusia. Tidak bisa setengah-setengah. Saat menang, kita memang bisa memenangkan jauh lebih besar dari yang kita pertaruhkan. Cinta yang kita rasakan bisa berlipat-lipat, tubuh kita tidak lagi satu tapi sudah bisa melahirkan keturunan yang lucu-lucu. In marriage, when we win, we win big. But when we lost, we lost more than everything. We lost ourselves, and there’s nothing sadder than that”.
Alda tahu dia bisa menakhlukan semua itu, sebagaimana semua cita-citanya yang mampu ia capai. Ibarat sang pahlawan, baginya tak ada yang kesiangan selain peranan waktu yang memang mesti dihargai. The giving and taking back love is now Alda and Aldi live circumstance. Alda berhasil menyelesaikan tugas memodifikasi segala kejanggalan rumah tangganya. “My totally thank is for Allah who believe on me by determination I am, that’s entirely over than I thought ever” Aldary Prameswary.
ns 162.158.79.246da2