Poker Face bisa disebut sebagai "a face without any interpretable expression" atau yang dalam bahasa indonesianya adalah "wajah yang tidak memiliki ekspresi". Kata Poker Face sering digunakan didunia perjudian, yang lebih mendekati dalam permainan Poker atau Kartu. Jika seseorang memiliki kartu yang tepat dia tidak boleh menunjukkan ekspresi wajah yang senang, dan begitu juga apabila dia memiliki kartu yang sangat buruk dia tidak boleh menunjukkan ekspresi wajah sedih atau yang lainnya.
Tidak hanya pemain poker yang harus memiliki Poker Face. Pesulap pun juga harus memiliki Poker Face atau mimik wajah yang sulit untuk ditebak oleh penonton. Sesulit apapun keadaan harus tetap menampilkan yang terbaik didepan agar semua trik pesulap tidak terbongkar.
Berbeda dengan Blank Expression, Blank Expression atau Ekspresi Kosong yang ditandai oleh posisi netral dari fitur wajah, menyiratkan kurangnya emosi yang kuat. Seseorang yang memiliki Blank Expression sendiri akan sangat sulit untuk menunjukkan ekspresi wajahnya sendiri apakan dia senang, sedih atau pun marah. Sedangkan Poker Face lebih ke memanipulasi ekspresi itu sendiri dan menutupi kebenaran dari ekspresinya. Apa yang terjadi jika ada orang yang menggunakan Poker Face untuk menutupi apa yang dia pikirkan? Jika itu hanya untuk menutupi kesedihannya mungkin bisa dimaklumi, tapi jika untuk menutupi apa yang telah dia lakukan dan itu berdampak pada banyak orang, apakah itu baik? atau lebih buruk dari apa yang dibayangkan.
Berawal dari seorang pemuda bernama Yudha yang memiliki banyak misteri dikehidupannya. Dia cukup terkenal di lingkungan dia tinggal dan di tempat dia bekerja. Yudha seorang barista di sebuah coffeeshop yang dia kelola bersama teman saat masa kuliahnya dulu. memiliki tiga orang karyawan, seorang lelaki dan dua orang perempuan yang membantu mereka. Putra adalah teman yang bersamanya untuk mengelola coffeeshop tersebut dan berteman cukup lama dengan Yudha. Teddy salah seorang karyawan mereka yang bertugas sebagai penerima pesanan dari pelanggan dan ditemani perempuan yang manis dan ramah untuk membantunya dalam bekerja, Ririn yang gemar memberikan senyum terlebarnya untuk semua pelanggan walaupun agak ceroboh dalam bekerja. Yolanda yang lebih akrab dipanggil Olla seorang perempuan yang tegas dan lumayan cerewet dalam segala hal bertugas sebagai kasir di coffeeshop tersebut.
Di pagi senin yang sangat sibuk, pelanggan sudah mengantri di depan coffeeshop untuk mendapatkan kopi pagi yang akan menambah semangat senin mereka. "TWO CARAMEL MACCHIATO!! TAKE AWAAAYY!!!", teriakan lantang dari Teddy. Dengan lincah dan tanpa jawaban Yudha menyiapkan semua pesanan pelanggan. Sebuah tradisi di Coffeeshop untuk pelanggan pagi akan selalu mendengar teriakan Teddy dan Ririn agak semua pelanggan yang mengantuk menjadi terjaga dan lebih bersemangat untuk menjalani hari.
Setelah pelanggan pagi sudah mulai habis dan tinggal beberapa pelanggan yang tidak bekerja menikmati kopi pagi di Coffeeshop. "Hari ini pun seperti biasa ya, teriakan mu hampir memecahkan semua gelas disini Ted." Ririn dengan nada mengejek, "Yaa setidaknya aku bukan seorang yang hampir menumpahkan kopi di muka pelanggan hahahaha." sambutan Teddy yang membuat wajah Ririn memerah, "Kamu itu tidak pernah mengalah sedikit yaa! selalu menemukan jawaban dan alasan untuk membalas perkataanku!" balasan Ririn dengan nada tinggi. Pertengkaran mereka dinikmati oleh Olla, Putra dan Yudha, "Lihatlah dua orang bocah yang setiap pagi selalu bertengkar, apa tidak bisa satu hari saja tidak mereka tentram?!" keluh Olla, "Biarkan saja La, berarti pagi ini pagi yang normal di kedai kita.." dengan setengah tertawa Putra membalas perkataan Olla, "Dan kamu tahu La? akan terasa aneh jika mereka berdua damai dan tidak saling mengejek satu sama lain bukan?" dilanjutkannya, Olla pun menggangguk seperti menyetujui perkataan Putra.
Dijam istirahat, Olla dan Ririn izin untuk membeli makan siang untuk mereka, saat pergi berdua Ririn memulai pembicaraan. "La, kamu sadar gak sih kalau Mas Yud makin hari semakin keren gitu?", "Iya sih.. Tapi Rin, kamu pernah gak liat pasangannya Mas Yud? secara kamu lebih lama dari aku kerja disana." Respon Olla. "Belum pernah sih, yang tahu banget sama Mas Yud cuma Mas Putra doang. Hidup Mas Yud itu penuh dengan tanda tanya, tapi itu yang membuat dia keren hehe.." sambut Ririn dengan senyuman manisnya. Mereka berdua pun memesan makanan dan langsung kembali ke toko untuk bergantian dengan Teddy dan Putra untuk istirahat. Tetapi saat mereka tiba di toko, Yudha tidak ada ditempat. "Mas, Mas Yud kemana? bukannya harus ada yang bikin kopi?" Ririn bertanya pada Putra. "Yudha pergi keluar sebentar, ada keperluan gitu. Kenapa Rin? kangen sama Yudha kamu?", menjawab dengan sindiran. dengan wajah yang memerah Ririn tidak menjawab pertanyaan dari Putra. Tidak lama kemudian Yudha kembali ke toko dan bekerja seperti biasanya.
Waktu pun berlalu untuk hari itu, dimalam saat toko sudah mulai siap - siap untuk tutup, mereka duduk bersama untuk evaluasi hari ini. setelah selesai evaluasi, Putra menyetel televisi melihat berita hari ini. "Telah ditemukan mayat perempuan di tepian kota pekanbaru, mayat tersebut tidak memiliki identitas sama sekali, polisi mengutarakan bahwa mayat yang ditemukan tersebut melakukan bunuh diri dengan luka sayatan di leher sebelah kirinya. ditemukan juga senjata tajam berupa pisau dapur dengan lumuran darah yang sudah mengering. masih dalam penyelidikan penyebab bunuh dirinya perempuan tersebut...". "wow, malam - malam gini nyetelnya berita mengenaskan ya Mas Put." sahut Teddy, "Iya ni Mas Put, gak tahu apa kami yang cewek ini pulangnya sendirian.. ntar pas dijalan ketemu begal lagi." dengan nada ketakutan Olla menyampaikan. "Daerah rumah kalian itu kan masih ramai jam segini, gak usah takut." Sambut Putra dengan tertawa kecil. "Gak yakin kalau itu bunuh diri." Yudha angkat bicara. Semuanya langsung melihat Yudha saat mengatakan hal itu. Yudha yang biasanya tidak pernah peduli dengan sekitarnya tiba - tiba angkat bicara saat melihat berita tersebut. "Kenapa kalian melihatku seperti itu? ada yang salah?" Yudha bertanya. "Mas, gak biasanya ngerespon berita mas. heran tiba - tiba mas ngomong gitu." Jawab Teddy dengan santai, Olla dan Ririn mengangguk tetapi tidak bicara sama sekali. "Yud, setiap ada berita bunuh diri atau pembunuhan yang tidak tahu siapa yang ngebunuh, lu kok nyahut ya?" Tanya Putra. "Kemungkinannya banyak Put, kita gak tahu apa itu beneran bunuh diri atau diskenarioin oleh orang lain. jangan terlalu percaya media zaman sekarang." Jawab Yudha, "Ada benarnya juga sih Mas, toh banyak media yang nyebarin hoax sekarang." Olla membenarkan perkataan Yudha. mereka pun mulai mengosongkan toko setelah obrolan tadi diakhiri. Putra mulai membereskan toko dan siap - siap untuk pulang. Sadar atau tidak, saat melihat sekilas ke arah Yudha dan melihatnya sedikit tersenyum. Putra kembali bertanya didalam hati kenapa Yudha tersenyum sendiri tetapi tidak mengutarakan pertanyaan ke Yudha. Yudha pun pamit duluan untuk kembali ke Apartemennya, Putra masih penasaran kenapa Yudha tersenyum sendiri dan mendatangi tempat Yudha berdiri. Dengan kaget Putra melihat seekor kucing terbaring kaku dengan mulut mengeluarkan cairan kecoklatan seperti warna coffee latte. saat dilihat dengan seksama dia mengenali kucing yang mati itu. "Bukannya ini kucing yang belakangan ini mengacau di dapur?" Putra bicara sendiri. Putra teringat kejadian kucing itu mengacau di dapur toko dan saat itu Ririn sering kewalahan menghadapi kucing liar itu dan sering mengeluh bahwa kucing itu terus menerus mencuri makan di dapur padahal sering Ririn memberikan makanan. Putra tetap positif dan mulai membungkus kucing itu untuk membawa kehalaman belakang toko untuk dikuburkan.
Keesokan harinya, "Yud, lu tadi lihat kucing mati tapi kok gak lu bilang buat dikuburin atau dibuang gitu?" tanya Putra. "Kucing?" Yudha menjawab heran pertanyaan Putra, Putra pun menjelaskan kepadanya semalam dia melihat Yudha tersenyum sendiri dan ternyata yang disenyumkan itu adalah kucing mati. "Senyum? lu ngingo kali, orang semalam gua dengerin musik pas mau pulang." Yudha membantah tuduhan Putra. Putra pun tidak melanjutkannya lagi dan mulai bekerja seperti biasa dengan pikiran yang masih banyak pertanyaan. Apa benar seperti itu?179Please respect copyright.PENANAF2Bq9pmrfs