Setelah bertahun-tahun lamanya, di usia lima belas tahun, dengan Ki yang hitam pekat mengalir di nadinya dan Kage-Tsurugi yang terasa seperti perpanjangan jiwanya, Rowan akhirnya membuat keputusannya. Malam-malam di bar desa, kisah-kisah Silas tentang dunia luar, dan terutama, buku 'Risalah Pedang Timur' yang kini ia lahap setiap hari, semuanya telah membuka matanya. Ia bukan lagi anak yang hanya bertahan hidup di hutan; ia adalah senjata yang terasah, siap untuk tugas yang telah menantinya sejak lama.17Please respect copyright.PENANAUtJmbvxhlA
"Kakek," kata Rowan suatu pagi, suaranya lebih tegas dari biasanya, tanpa nada sarkasme yang biasa. Ia sedang membersihkan Kage-Tsurugi, bilahnya berkilauan dingin di bawah cahaya matahari yang menembus kanopi hutan. "Aku akan pergi."17Please respect copyright.PENANAgGXo12z4X1
Silas, yang sedang memanggang kelinci buruan, mengangkat sebelah alisnya. "Pergi? Ke mana? Mencari peri hutan untuk dinikahi? Kupikir seleramu lebih tinggi dari itu." Ia tahu apa yang ada di pikiran Rowan, tetapi ia memilih untuk memprovokasi.17Please respect copyright.PENANAI8SLzLhbV7
"Aku akan mencari mereka," jawab Rowan, pandangannya jauh, membelah hutan. "Para Bangsawan Vortigern. Mereka yang membakar keluargaku, mereka yang membuatku jadi seperti ini." Ada kilatan berbahaya di mata birunya. "Sudah cukup aku bersembunyi. Saatnya mereka membayar."17Please respect copyright.PENANAhOfh88g78u
Silas mendengus, membalik kelinci panggangnya. "Oh, jadi kau akhirnya ingat tujuanmu yang 'mulia' itu? Kupikir kau sudah puas menjadi pendekar ranting dan juru masak kelinci." Ia menatap Rowan dengan seringai tipis. "Kau tahu, mencari bangsawan korup itu tidak semudah mencari jamur di bawah pohon. Mereka bersembunyi di balik tembok tinggi dan tentara bayaran."17Please respect copyright.PENANARASOgLzvp8
"Aku sudah membaca bukunya," balas Rowan, nada sarkasnya mulai kembali, meski lebih terkontrol. "Dan kau sendiri yang bilang, 'pedang adalah pikiranmu'. Ki-ku akan menjadi mata dan telingaku. Dan jika tembok terlalu tinggi, aku akan menggunakan Tebasan Dimensi untuk membuat pintu. Atau mungkin aku akan merangkak melalui saluran pembuangan, seperti tikus yang kau sebutkan dulu." Ia mengedipkan mata, ada sentuhan kocak yang kontras dengan niatnya yang mematikan.17Please respect copyright.PENANAEVjnzlGcGu
Silas tertawa kecil, tawa serak yang jarang terdengar. "Bagus. Setidaknya kau punya rencana yang sama gilanya dengan gurumu. Tapi jangan lupakan, Bocah, dunia di luar sana jauh lebih kotor dari hutan ini. Akan ada wanita cantik yang mencoba menggodamu, pedagang yang akan menipumu, dan bangsawan lain yang akan mencoba menjadikanmu alat mereka. Jangan percaya siapa pun, kecuali... yah, kau tahu siapa." Ia menyeringai.17Please respect copyright.PENANAZ8tNAaMxpz
"Aku sudah belajar dari yang terbaik, Kakek," kata Rowan, menyarungkan pedangnya. "Dan aku tidak akan pulang sampai aku melihat lambang Ular Bermahkota terbakar habis. Aku akan membalas dendam."17Please respect copyright.PENANAlg8J28Nx8g
Silas mengangguk pelan. "Pergilah kalau begitu. Dan jangan sampai mati di tangan seorang gadis cantik, ya. Aku tidak punya waktu untuk menguburmu." Ia menambahkan dengan kedipan mesum, lalu kembali fokus pada kelincinya, seolah kepergian Rowan hanyalah hal sepele. Namun, di balik sikap acuhnya, ada kebanggaan tersembunyi. Muridnya sudah siap.17Please respect copyright.PENANAmUfjQpsFkM
Rowan melangkah menembus kedalaman hutan, langkahnya ringan dan nyaris tanpa suara. Kage-Tsurugi tersarung di punggungnya, Ki hitamnya berdenyut samar di bawah kulitnya. Ia melatih indranya untuk mencari jejak manusia atau petunjuk tentang Bangsawan Vortigern, tetapi yang ia temukan adalah jeritan ketakutan yang memekakkan telinga, bukan dari hewan, melainkan dari manusia.17Please respect copyright.PENANA32VtqE4EqS
Ia bergerak cepat menuju sumber suara, melesat di antara pepohonan seperti bayangan. Pemandangan yang menyambutnya adalah kekacauan. Sebuah karavan kecil yang terdiri dari dua gerobak dan beberapa pengawal sedang diserang. Bukan bandit, melainkan monster hutan-makhluk-makhluk berbulu gelap dengan taring tajam dan mata merah menyala, bergerak dengan kecepatan mengerikan. Mereka menyerang dengan brutal, mengoyak siapa pun yang ada di jalan mereka. Pengawal-pengawal itu, meskipun berani, kewalahan menghadapi keganasan makhluk-makhluk tersebut.17Please respect copyright.PENANAqwwHlEmH3Q
Seorang wanita paruh baya dan beberapa anak-anak meringkuk ketakutan di balik gerobak, mata mereka terbelalak melihat horor di depan mereka.17Please respect copyright.PENANA6xEsKljtIH
Rowan mengamati pemandangan itu sejenak, tatapan dinginnya menilai situasi. Ada tiga monster besar, dan sisanya lebih kecil. Ini bukan urusannya, tentu saja. Ia bisa saja berbalik dan menghilang ke dalam hutan, membiarkan takdir menentukan nasib mereka. Lagi pula, Silas akan mendengus dan berkata, "Bukan urusanmu, Bocah. Biarkan saja mereka jadi santapan. Itu salah mereka datang ke tempat berbahaya."17Please respect copyright.PENANAmyWWa4qT1V
Namun, di tengah semua kehancuran itu, ia melihat bayangan wajah ibunya yang ketakutan saat karavan mereka diserang dulu. Ada kilasan ingatan tentang dirinya sendiri yang kecil, tidak berdaya. Sebuah dorongan aneh, mungkin sisa-sisa kemanusiaan di balik cangkang kerasnya, membuatnya bertindak.17Please respect copyright.PENANAvbdTTRmhUL
"Dasar makhluk jelek," gumam Rowan pelan, mengeluarkan Kage-Tsurugi dengan desingan mematikan. Ki hitam pekat segera menyelimuti bilahnya, membuatnya tampak seperti pedang yang terbuat dari bayangan malam.17Please respect copyright.PENANAUkRlgk38Si
Ia melesat masuk ke dalam kekacauan. Gerakannya cepat, lebih cepat dari yang bisa diikuti mata biasa. Kage-Tsurugi berkelebat, memotong udara dengan presisi mematikan. Dengan setiap ayunan, monster-monster itu roboh, bukan hanya karena luka fisik, tetapi juga karena Ki hitam Rowan yang seolah merobek vitalitas mereka. Ia mengelak serangan dengan mudah, terkadang menggunakan Kage-Ayumi untuk melesat di antara musuh-musuhnya, meninggalkan mereka bingung sebelum bilah pedangnya menyapu.17Please respect copyright.PENANAbOfSRoL6QG
Beberapa saat kemudian, tiga monster besar itu tergeletak tak bernyawa, dan monster-monster kecil yang tersisa lari tunggang langgang ketakutan. Rowan berdiri di tengah medan pertempuran, pedang di tangan, napasnya tenang, seolah ia baru saja melakukan rutinitas latihan biasa.17Please respect copyright.PENANAlOs0CXNOj4
Para pengawal dan orang-orang di karavan menatapnya dengan campuran ketakutan, keheranan, dan kekaguman. Siapa pemuda aneh yang muncul dari hutan itu?17Please respect copyright.PENANA9OT0auQJik
Ketegangan mencengkeram udara. Para penyintas karavan menatap Rowan dengan campuran rasa takut dan lega yang aneh. Dari balik gerobak, seorang wanita muda melangkah maju, tatapannya lekat pada sosok Rowan yang masih memegang Kage-Tsurugi. Wajahnya tertutup kerudung sederhana, menyamarkan fitur bangsawan atau keahlian magisnya, namun ada aura anggun dan ketegasan yang tak bisa disembunyikan.17Please respect copyright.PENANAodDAlKkbQ8
Ia adalah Lyra, seorang putri bangsawan yang sedang menyamar dan memiliki bakat tersembunyi dalam sihir, yang sedang dalam perjalanan rahasia.17Please respect copyright.PENANA03cC6XRO29
"Hentikan saja omong kosongmu, kalian," gerutu Rowan, mengibaskan pedangnya yang masih diselimuti Ki hitam pekat, membersihkannya dari sisa darah monster. Ia tidak menatap siapa pun secara khusus, matanya menjelajahi sekeliling, mencari potensi ancaman lain. "Aku bukan pahlawan kalian. Lain kali, kumpulkan nyali atau sewa pengawal yang lebih baik."17Please respect copyright.PENANAG2UkXGFSxk
Lyra mengabaikan nada kasar Rowan. Ia melangkah lebih dekat, mengabaikan seruan cemas dari pengawalnya. "Kau telah menyelamatkan kami," katanya, suaranya tenang namun penuh keyakinan, mengalun lembut di tengah hutan yang baru saja dilanda kekerasan. "Dan untuk itu, kami berhutang budi padamu, Tuan Pendekar." Ia membungkuk hormat, gestur yang terlalu anggun untuk seorang pengembara biasa.17Please respect copyright.PENANACD1bvG4GTs
Rowan mendengus, sorot matanya tajam menembus kerudung Lyra. "Hutang budi? Jangan bicara omong kosong. Jika kau ingin berterima kasih, beri aku informasi. Apa yang kalian lakukan di tengah hutan ini dengan gerobak penuh barang rongsokan dan pengawal yang lemah? Dan kenapa monster-monster itu menyerang?" Ia menunjuk sisa-sisa monster dengan ujung pedangnya, nada suaranya terdengar malas namun penuh tuntutan. "Apakah kalian para bangsawan bodoh yang suka pamer dan menarik masalah?"17Please respect copyright.PENANA5s09Qim6Th
Lyra menegakkan tubuh, sedikit terkejut dengan kekasaran dan ketajaman Rowan. Namun, ia juga merasakan aura kekuatan yang tak terbantahkan dari pemuda di depannya. "Kami sedang dalam perjalanan penting. Perjalanan yang memang berbahaya, namun tak seharusnya berakhir seperti ini. Monster-monster ini... mereka bukan sekadar binatang buas. Mereka dihasut, didorong oleh sihir gelap." Lyra melirik ke arah sisa-sisa monster yang masih berasap, seolah menganalisis energi yang tertinggal.17Please respect copyright.PENANAHojhNIPWHu
Rowan menatap tajam ke arah Lyra, seringai sarkasnya tersungging tipis. "Sihir gelap, ya? Kedengarannya seperti masalah yang menyebalkan. Dan kau mencari sesuatu. Apa, harta karun yang terkutuk? Atau resep kue yang sudah hilang?" Ia mengedipkan mata, mencoba memancing.17Please respect copyright.PENANAdkKB2lH59b
Lyra mengabaikan gurauan Rowan. Ia melangkah lebih dekat, mengulurkan tangan yang kini terlihat lebih lembut dan halus dari dugaan Rowan, meskipun masih ada guratan kotor di sana. Di telapak tangannya ada sekantung kecil koin perak yang berkilau.17Please respect copyright.PENANAzCVrRQuRc2
"Tuan Pendekar," kata Lyra, suaranya mantap. "Mungkin kau tidak peduli dengan masalahku, tapi aku yakin kau peduli dengan perak." Ia menghela napas, seolah menimbang-nimbang. "Aku... kami butuh perlindungan sampai ke kota Bangsawan Vortigern. Lebih tepatnya, sebuah kota kecil di dekat sana, bernama Oakhaven."17Please respect copyright.PENANA2zFMhhgjcs
Mata Rowan menyipit. "Kota Vortigern? Itu tepat di jantung sarang mereka. Dan kau pikir aku akan mengantarmu ke sana demi segenggam perak?" Ia menunjuk kantung koin itu dengan dagunya. "Perjalanan ke sana jauh dan berbahaya. Belum lagi jika ada mata-mata Vortigern yang bertebaran."17Please respect copyright.PENANAlqRXrrkejK
"Aku tahu perjalanan ini berbahaya, Tuan Pendekar," balas Lyra, suaranya tiba-tiba merendah, nyaris berbisik. "Tapi ini mendesak. Monster-monster ini... mereka bukan sekadar binatang buas. Mereka dihasut, didorong oleh sihir gelap." Lyra melirik ke arah sisa-sisa monster yang masih berasap, seolah menganalisis energi yang tertinggal. "Kami mencari sesuatu, Tuan... maaf, aku belum tahu namamu."17Please respect copyright.PENANAyRW9FAhOgz
Rowan menatapnya dengan skeptis. "Sihir gelap? Kau terdengar seperti penyihir gila yang bicara sendiri di hutan." Ia menyarungkan Kage-Tsurugi dengan dentingan tajam. "Namaku bukan urusanmu. Sekarang, katakan apa yang kau cari. Mungkin aku bisa memberimu petunjuk, atau mungkin aku akan menyuruhmu kembali ke sarangmu." Ia mengedipkan mata, senyum tipis yang sarat sarkasme dan kocak terukir di bibirnya, "Tentu saja, jika sarangmu itu tidak terlalu jauh."17Please respect copyright.PENANA15wGCR8RWA
Lyra tersenyum tipis di balik kerudung, matanya berbinar. Ia menyerahkan kantung koin itu. "Tiga kali lipat dari yang kau pegang itu, setelah kita sampai di Oakhaven. Dan sebagai jaminan, aku akan memberimu semua informasi yang ku ketahui tentang jalur menuju kota dan beberapa rumor tentang Bangsawan Vortigern yang mungkin berguna bagi siapa pun yang ingin menghindari masalah dengan mereka." Ia menekankan kata 'menghindari masalah' dengan halus.17Please respect copyright.PENANA7xbIc0mjZV
Rowan menimbang kantung koin di tangannya, seringainya melebar. "Kau tahu, Nona, untuk seorang pengelana biasa, kau cukup pandai bernegosiasi. Atau memang semua orang di luar sana secerdik kau?" Ia mengedipkan mata, ada sentuhan kocak yang hampir seperti godaan, sebelum ekspresinya kembali datar. "Baiklah. Kalau begitu, mari kita selesaikan ini. Dan jangan coba-coba memperlambat perjalananku."
Perjalanan yang Terganggu Menuju Oakhaven17Please respect copyright.PENANA1OvuANGgBz
Rowan naik ke gerobak Lyra, duduk dengan santai di antara karung-karung dan peti, Kage-Tsurugi tersarung rapi di sampingnya. Ia tidak banyak bicara, matanya terus mengawasi hutan yang perlahan menipis menjadi jalur pedesaan. Lyra sendiri sibuk memeriksa peta dan sesekali memberi arahan kepada kusir.17Please respect copyright.PENANAOPbfZGb36v
Perjalanan mereka tidak sepenuhnya mulus, namun juga jauh dari pertempuran besar. Lebih seperti gangguan-gangguan kecil yang menguji kesabaran Rowan.17Please respect copyright.PENANAE6vwDJEPSj
Suatu siang, rombongan mereka berpapasan dengan sekelompok perampok jalanan yang tampaknya lebih lapar daripada berbahaya. Mereka menghalangi jalan, mengacungkan senjata tumpul, dan menuntut harta.17Please respect copyright.PENANAhnLRDKeEFu
"Lihat itu, Nona," Rowan berujar malas dari gerobak, tanpa beranjak. "Sepertinya 'masalah' yang kau bicarakan tadi tidak seburuk yang kubayangkan. Hanya sekumpulan lalat yang kelaparan."17Please respect copyright.PENANAfCdZsBAK5W
Salah satu perampok, seorang pria bertubuh gempal dengan gigi ompong, meludah ke tanah. "Diam kau, bocah! Serahkan semua barangmu, atau akan kupastikan kau jadi santapan serigala!"17Please respect copyright.PENANAIiNaJfoMOJ
Rowan hanya menghela napas. Dengan gerakan nyaris tak terlihat, ia mengambil kerikil kecil dari gerobak dan melemparkannya. Bukan ke arah perampok, melainkan ke dahan pohon rapuh di atas mereka. Dahan itu patah, menimpa kepala perampok gempal itu dengan bunyi gedebuk. Pria itu langsung ambruk.17Please respect copyright.PENANA5mTt9QDL9H
"Dasar ceroboh," gumam Rowan, senyum tipis terukir di bibirnya. "Makanya, kalau mau merampok, perhatikan keadaan sekitar. Jangan sampai pohon menimpa." Perampok lain, ketakutan melihat temannya ambruk tanpa sebab jelas dan aura dingin dari Rowan, segera lari tunggang langgang.17Please respect copyright.PENANAny0SHgUTGV
Lyra, yang menyaksikan kejadian itu dari dalam gerobak, harus menahan senyum di balik kerudungnya. Kecerdikan Rowan dalam menghadapi masalah kecil seperti itu, diiringi sarkasme kocaknya, membuat perjalanan terasa sedikit lebih... menarik.17Please respect copyright.PENANA4C5PjSkAow
Beberapa kali mereka juga menghadapi jebakan sederhana yang dipasang pemburu ilegal atau binatang buas kecil yang mencoba mendekat. Rowan selalu membereskannya dengan efisien, terkadang dengan cara yang sedikit berlebihan untuk mengolok-olok. Ia pernah mengusir seekor serigala hanya dengan meniru suara lolongan serigala lain, membuat Lyra mengerutkan kening kebingungan.17Please respect copyright.PENANATNaWaWrlPZ
"Kau tahu, Kakek Silas pasti akan bangga," Rowan terkadang berkomentar pada dirinya sendiri, cukup keras agar Lyra bisa mendengarnya. "Dia selalu bilang, 'jika kau bisa menakut-nakuti musuhmu tanpa harus mengotori pedangmu, itu kemenangan.' Dia pasti akan memberiku nilai A+."17Please respect copyright.PENANADuiyjn0Tpe
Meskipun Lyra masih tidak tahu identitas asli Rowan atau seberapa dalam kemampuannya, ia mulai merasakan bahwa pemuda ini jauh lebih dari sekadar pengawal bayaran biasa. Ada kegelapan dalam dirinya, namun juga kecerdasan yang tajam dan sentuhan humor yang tak terduga.17Please respect copyright.PENANAHxHg3wEMG6
Setelah beberapa hari menempuh jalur yang tidak berbahaya namun penuh gangguan-gangguan kecil, akhirnya mereka tiba di gerbang kota Oakhaven. Sebuah kota kecil dengan tembok batu yang kokoh dan keramaian pasar yang terasa asing bagi Rowan.17Please respect copyright.PENANAYWthtzdvh3
Gerobak Lyra melambat, lalu berhenti di gerbang utama Oakhaven. Aroma rempah dan keramaian pasar langsung menyergap indra Rowan, sebuah kontras tajam dengan kesunyian hutan yang selama ini ia kenal. Lyra turun dari gerobak dengan anggun, kerudungnya tetap menutupi wajahnya, sementara pengawalnya segera membongkar barang bawaan mereka.17Please respect copyright.PENANAdHKxK0GkQL
"Baiklah, Tuan Pendekar," kata Lyra, suaranya tenang. "Kita sudah sampai. Ini adalah Oakhaven." Ia mengulurkan kantung kanti koin yang dijanjikan, jauh lebih berat dari yang pertama. "Terima kasih atas perlindunganmu. Kau bisa mengambil informasi tentang Vortigern di sini dari mana pun kau mau."17Please respect copyright.PENANAbqyW2AiFuB
Rowan menimbang kantung itu di tangannya, seringai tipis muncul di bibirnya. "Jangan harap aku akan mencium kakimu karena ini, Nona. Aku hanya melakukan pekerjaanku." Ia menatap Lyra lekat, mencari celah di balik kerudungnya. "Kau akan baik-baik saja sekarang? Atau kau butuh perlindungan sampai ke... sarang rahasiamu?" Ia menaikkan satu alis, nada kocaknya terselip.17Please respect copyright.PENANA5NO0dF5d5B
Lyra hanya tersenyum samar. "Aku akan baik-baik saja. Kau sudah melakukan lebih dari cukup." Ia mengangguk kecil, memberikan isyarat perpisahan yang tak mengundang pertanyaan. "Semoga jalanmu mulus, Tuan Pendekar."17Please respect copyright.PENANACxLyeGnhpS
Rowan hanya mendengus. Ia melompat turun dari gerobak, Kage-Tsurugi terasa pas di punggungnya. Tanpa menoleh lagi, ia segera berbaur dengan keramaian kota, meninggalkan Lyra dan karavannya yang sedang sibuk.17Please respect copyright.PENANAgZk9b59qjc
Bagi Rowan, langkah pertama dalam melancarkan dendamnya adalah mengumpulkan informasi. Dan seperti yang selalu diajarkan Silas, tempat terbaik untuk mendengarkan rumor, kabar burung, dan desas-desus adalah bar. Di sana, lidah seringkali menjadi longgar seiring dengan berjalannya ale.17Please respect copyright.PENANAXCTpltSUv4
Rowan berjalan menyusuri jalanan Oakhaven yang sibuk. Ia melihat berbagai jenis orang-pedagang, tentara bayaran, petani, dan bahkan beberapa sosok yang tampak seperti bangsawan kecil. Matanya yang tajam mengamati setiap sudut, memindai potensi bahaya atau petunjuk. Akhirnya, hidungnya menuntunnya ke sebuah bangunan reyot dengan papan nama berdebu yang bertuliskan, "Anggur Naga Mabuk."17Please respect copyright.PENANA3yGMB6Z7s4
Ia mendorong pintu kayu yang berat, disambut oleh aroma pekat ale, tembakau, dan keringat. Suara tawa, obrolan keras, dan denting cangkir memenuhi ruangan yang remang-remang. Rowan berjalan ke konter, memilih kursi di sudut yang strategis, dari mana ia bisa mengamati seluruh ruangan tanpa terlalu menarik perhatian.17Please respect copyright.PENANAxuzUQAgsdK
"Ale paling keras yang kau punya," katanya kepada Bartender gemuk yang mengelap meja dengan kain kotor. Suaranya rendah dan serak, kontras dengan keramaian bar.17Please respect copyright.PENANAU9ra77ALuR
Bartender itu meliriknya sekilas, memperhatikan pedang unik di punggungnya dan aura dingin yang tak biasa untuk seorang pemuda. "Bocah, apa kau yakin? Ale di sini bisa membuat naga pun menangis."17Please respect copyright.PENANAJqQOQxJp76
"Kalau begitu, aku akan mengeluh tentang rasanya setelah minum," balas Rowan dengan nada datar, disertai senyum tipis yang tak mencapai matanya. Bartender itu hanya mendengus, lalu menyajikan cangkir kayu berisi cairan gelap.17Please respect copyright.PENANAVKkNlDABlP
Rowan menyesap ale-nya, rasanya pahit dan membakar tenggorokan. Ia mendengarkan, membiarkan percakapan di sekelilingnya menjadi latar belakang. Beberapa pria di meja pojok sedang berdebat tentang harga gandum. Dua tentara bayaran membual tentang pertarungan terakhir mereka. Tapi yang dicari Rowan adalah informasi tentang Bangsawan Vortigern. Ia mencari setiap bisikan, setiap nama, setiap rumor yang bisa memberinya petunjuk. Duduk di sudut gelap "Anggur Naga Mabuk", cangkir ale-nya sesekali terangkat ke bibir. Matanya yang tajam dan telinganya yang terlatih menyaring setiap suara, memilah informasi dari riuhnya obrolan. Beberapa saat berlalu, hanya suara-suara biasa yang ia dengar. Namun, kemudian, di meja tak jauh darinya, tiga pria bertubuh kekar, mungkin tentara bayaran atau preman lokal, mulai berbicara dengan suara yang lebih rendah, namun cukup jelas untuk ditangkap indra Rowan.17Please respect copyright.PENANAOJTCeFIR2I
"Omong-omong soal uang, kurasa Lord Valerius masih punya banyak," kata salah satu pria, suaranya serak.17Please respect copyright.PENANAFuUD1Wr7IF
"Lord Valerius? Dia memang kaya raya," sahut pria lain. "Tapi dia juga paling sering menghabiskan uangnya di 'Sarang Merak'."17Please respect copyright.PENANAQ4Qpkp6BjX
Pria ketiga terkekeh. "Benar sekali. Setiap ada pedagang baru atau gadis penghibur yang datang dari kota lain, dia pasti ada di sana. Bahkan penjagaannya lebih longgar di sana daripada di rumahnya sendiri. Mungkin karena dia terlalu sibuk 'menikmati' dirinya."17Please respect copyright.PENANAd5Jv5eHPGt
Rowan mendengarkan, matanya menyipit. Lord Valerius, nama itu terukir di benaknya. Salah satu orang penting dari keluarga Vortigern. Dan "Sarang Merak"... sebuah rumah bordil. Informasi yang tidak terduga, tapi sangat berguna. Sebuah tempat di mana targetnya mungkin lengah, dengan penjagaan yang lebih lemah. Ini bisa menjadi titik masuk yang sempurna. Silas pasti akan menyeringai, "Lupakan gerbang depan, Bocah. Musuhmu seringkali paling rentan di sarangnya sendiri, terutama jika ada gadis cantik di sekitarnya."17Please respect copyright.PENANA2IadvXu9sN
Rowan menyesap ale-nya, rasa pahitnya kini terasa seperti kemenangan kecil. Informasi ini adalah langkah pertama.17Please respect copyright.PENANAOEGyR7uw0A
Malam telah tiba di Oakhaven. Rembulan bersinar penuh di atas kota, menerangi jalanan yang kini lebih sepi. Rowan melangkah menuju "Sarang Merak", sebuah bangunan megah yang memancarkan cahaya redup dari jendela-jendela berukir dan alunan musik merdu yang samar-samar. Aroma parfum dan bunga melati yang manis tercium di udara, kontras dengan bau ale di bar sebelumnya.17Please respect copyright.PENANA50woseNgn0
Ia memasuki ambang pintu, dan langsung disambut oleh suasana mewah yang jauh berbeda dari bar yang ia kunjungi siang harinya. Tirai beludru, lampu-lampu minyak yang anggun, dan tawa renyah wanita-wanita berpakaian minim. Ini adalah dunia yang sama sekali baru bagi Rowan, seorang asing tanpa nama di kota ini. Kage-Tsurugi tersarung di pinggangnya, bilahnya sedikit mengintip dari balik jubahnya.17Please respect copyright.PENANAv9p61l3gqW
Rowan baru saja akan mendekati konter ketika suara benturan keras dan teriakan memecah kemerduan musik. Di tengah ruangan, seorang pria bertubuh besar, jelas seorang pedagang kaya yang mabuk, sedang mencengkeram lengan seorang gadis penghibur muda. Barang-barang di meja terlempar, minuman tumpah, dan pecahan kaca berserakan.17Please respect copyright.PENANAqPHqN1tIjY
"Lepaskan aku, Tuan!" gadis itu memekik.17Please respect copyright.PENANAYsafpNN5Nf
"Kau mau ke mana, manis? Malam ini kau milikku!" geram pria itu, matanya merah karena mabuk.17Please respect copyright.PENANA4vxP1YpPV2
Dua pengawal bar bertubuh sedang segera mendekat. "Tuan, tolong jangan membuat keributan di sini," kata salah satu pengawal dengan nada hati-hati.17Please respect copyright.PENANAId0fswDmlw
"Keributan? Aku hanya bersenang-senang!" balas pedagang itu, mendorong pengawal itu hingga tersandung. "Aku membayar untuk ini, jadi aku bisa melakukan apa pun yang kuinginkan!"17Please respect copyright.PENANA9tGbhY86s3
Para pengunjung lain mulai menjauh, takut terlibat. Rowan mengamati, tatapan datarnya menilai situasi. Silas akan mendengus, "Bukan urusanmu, Bocah. Biarkan saja mereka. Dunia ini penuh drama murahan." Tapi ada sesuatu dalam suara gadis itu, atau mungkin hanya kesempatan untuk membuat dirinya dikenal.17Please respect copyright.PENANAqmEAnUe0mE
Rowan menghela napas, berjalan santai ke tengah keramaian. "Kalau boleh saya bilang, Tuan," katanya dengan suara tenang namun tegas, menembus keributan. "Anda terlihat seperti babi hutan yang kelaparan, dan cara Anda memegang wanita itu... itu bukan cara memperlakukan permata."17Please respect copyright.PENANAUrdBV8zeTJ
Pedagang itu menoleh, matanya melotot. "Siapa kau, bocah ingusan?! Mau jadi pahlawan? Pergi dari sini sebelum aku membuatmu menyesal!" Ia melontarkan pukulan tinju ke arah Rowan.17Please respect copyright.PENANAYbCAaG804P
Rowan bahkan tidak bergeming. Ia hanya menggerakkan kepala sedikit ke samping, pukulan itu meleset tipis. Dengan gerakan yang nyaris tak terlihat, ia menjulurkan kakinya, membuat pedagang itu tersandung dan terjatuh telentang, cangkir minuman yang dipegangnya pecah di lantai.17Please respect copyright.PENANA7PgLCjiCzc
"Lihat itu," gumam Rowan, menatap pedagang yang mengeluh. "Bahkan babi hutan pun tahu cara jatuh yang lebih anggun." Ia melirik ke arah bartender yang terkesima, lalu mengedipkan mata. "Kurasa pemilik tempat ini tidak akan senang jika tamunya membuat kekacauan, kan?"17Please respect copyright.PENANAgssDnA8OGG
Bartender itu, yang kini melihat pemuda itu bukan hanya punya pedang aneh tapi juga nyali dan kecerdasan, mengangguk cepat. "Benar sekali! Terima kasih banyak, Tuan Muda," katanya, suaranya penuh kelegaan. "Kau telah menyelamatkan kami dari masalah besar. Pedagang itu sering membuat ulah, dan pengawal kami selalu kesulitan menghadapinya tanpa membuat keributan yang lebih besar." Ia melirik ke arah pengawal yang kini menyeret pedagang yang meronta-ronta itu keluar. "Apa yang bisa kubantu? Sebagai tanda terima kasih, minuman pertama dariku."17Please respect copyright.PENANAUPpvbx6pJK
Rowan menyeringai, senyum kecil yang terlihat sangat kocak sekaligus dingin. "Minuman pertama? Menarik. Kalau begitu, aku akan mengambil ale paling keras yang kau punya. Dan jangan coba-coba menipuku dengan air gula, Nyonya. Aku lebih suka rasa yang jujur, seperti dendam." Ia mengedipkan mata.17Please respect copyright.PENANArobiP9O4RY
Rowan melirik sekeliling, mengamati para gadis penghibur dan musisi di panggung kecil. "Jadi, hiburan apa saja yang ditawarkan di sini, Nyonya? Selain drama gratis dari para pedagang mabuk, tentu saja." Ia menaikkan satu alis, nada sarkasnya tak pernah hilang.17Please respect copyright.PENANANwJtmH6AyJ
Bartender itu terkekeh pelan. "Oh, banyak sekali, Tuan Muda. Kami punya musik yang menenangkan jiwa, tarian yang memukau, dan tentu saja, para gadis kami yang cantik dan berbakat, siap menemani obrolanmu atau sekadar menuangkan minuman. Ada juga ruang pribadi untuk mereka yang mencari ketenangan lebih."17Please respect copyright.PENANAtgQF8Iqi5y
"Menarik," gumam Rowan, pandangannya kembali ke Bartender. "Dan apakah ada ruangan yang lebih nyaman, mungkin sedikit lebih tenang, untuk bicara dengan gadis-gadis itu? Aku punya banyak pertanyaan, dan aku tidak suka berteriak di tengah keramaian. Apalagi jika pertanyaanku... sedikit pribadi." Ia mengedipkan mata, senyum tipisnya diwarnai sedikit godaan yang ia pelajari dari Silas. "Tentu saja, jika itu tidak terlalu merepotkan untuk permata sepertimu, Nyonya."17Please respect copyright.PENANAYfcAyWb9WV
Bartender itu tersenyum geli, terbiasa dengan permintaan semacam itu, namun terkesan dengan cara Rowan mengatakannya. "Tentu saja, Tuan Muda. Kami memiliki banyak ruang pribadi yang nyaman. Akan kuaturkan untukmu. Apakah ada gadis tertentu yang menarik perhatianmu?"17Please respect copyright.PENANAkyfhw6fVVX
Rowan menyapu pandangannya ke seluruh ruangan. Matanya berhenti pada seorang gadis yang duduk sendirian di sudut, dengan rambut hitam panjang dan mata yang tampak lebih cerdas dari yang lain, serta senyum yang paling mengundang. Ada aura misteri yang menarik perhatiannya. "Ya," jawab Rowan, menunjuk gadis itu dengan dagunya. "Gadis yang itu. Yang paling cantik dan paling menggoda di antara mereka semua. Dan untuk minumannya, aku ingin yang terbaik yang kalian punya. Minuman yang bisa membuat lidah naga pun menari. Antarkan ke ruangan pribadi yang paling tenang." Ia menyeringai, senyumnya kini lebih lebar dan penuh maksud.17Please respect copyright.PENANAiTsdhtGyPL
Rowan mengikuti Bartender menyusuri lorong berkarpet tebal yang remang-remang, melewati deretan pintu berukir dan bisikan tawa yang teredam. Aroma melati semakin kuat di sini. Ia kemudian masuk ke sebuah ruangan pribadi yang nyaman, dilengkapi sofa empuk dan meja rendah. Tak lama kemudian, gadis pilihan Rowan, dengan rambut hitam panjang dan senyum misterius, masuk membawa nampan berisi dua cangkir minuman mewah dan sebotol anggur terbaik.17Please respect copyright.PENANAoIlkqTTpuN
"Selamat datang, Tuan Muda," kata gadis itu, suaranya lembut dan memikat, menempatkan nampan di meja. "Namaku Elara. Aku harap kau nyaman di sini."17Please respect copyright.PENANAKXysWiI5H9
Rowan menatapnya, senyum tipisnya semakin lebar. "Elara, nama yang seindah pemiliknya. Aku Rowan." Ia mengambil salah satu cangkir, menyesapnya perlahan. Rasanya memang luar biasa, jauh di atas ale murahan yang biasa ia minum. "Minuman ini... luar biasa. Seperti dirimu. Aku yakin lidah naga pun akan bertekuk lutut." Ia mengedipkan mata, nada suaranya penuh godaan yang ia pelajari dari Silas.17Please respect copyright.PENANAZCflQkAh87
Elara terkikik pelan, pipinya merona tipis. "Anda terlalu memuji, Tuan Rowan. Tapi saya senang Anda menyukainya." Ia duduk di sofa seberang, tatapannya penasaran. "Saya dengar Anda baru saja membuat keributan kecil di luar. Cukup... mengesankan."17Please respect copyright.PENANAhmUggAKNZm
Rowan menyeringai. "Hanya sedikit 'hiburan' tambahan untuk malam ini. Aku tidak suka melihat permata diperlakukan seperti batu. Dan kau, Elara, kau adalah permata yang paling berkilau di antara mereka semua." Ia mencondongkan tubuh sedikit, meraih tangan Elara yang bertumpu di meja, dan membelai punggung tangannya dengan ibu jarinya, sentuhan fisik yang lembut namun penuh maksud. "Aku punya banyak pertanyaan, Elara. Pertanyaan yang hanya bisa dijawab oleh seseorang sepertimu, yang melihat banyak hal di tempat ini. Pertanyaan tentang... orang-orang penting yang sering berkunjung ke sini." Ia menatap mata Elara, mencoba membaca apa yang tersembunyi di baliknya. "Terutama mereka yang punya lambang Ular Bermahkota."17Please respect copyright.PENANAHlQJZ1TpqV
Elara sedikit menegang saat Rowan menyebutkan lambang itu, namun ia segera menguasai diri. Ia tidak menarik tangannya, justru membalikkan telapak tangannya untuk menggenggam jari-jari Rowan dengan lembut. Senyumnya semakin dalam, dan matanya berkilat nakal. "Oh, Tuan Rowan, Anda ini. Pertanyaan 'pribadi' apa yang Anda maksud? Apakah itu tentang rahasia hati saya, atau rahasia yang lebih... gelap?" Ia menarik tangannya perlahan, namun tatapannya tetap mengunci mata Rowan. "Orang-orang penting memang sering datang ke sini, mencari kenyamanan, mencari telinga yang mau mendengarkan. Dan ya, terkadang mereka terlalu banyak bicara setelah beberapa teguk anggur."17Please respect copyright.PENANAL1qsZFdH2N
Rowan mengangguk, senyum tipisnya masih terukir. "Aku tahu itu, Elara. Dan aku juga tahu bahwa informasi itu punya harga." Ia menyesap minumannya lagi, lalu menatap Elara dengan tatapan yang lebih serius, namun masih dengan sentuhan godaan. "Sebelum kita membahas tentang ular-ular bermahkota itu, aku penasaran dengan 'permata' yang sebenarnya di tempat ini. Aku ingin tahu lebih banyak tentang pemilik Sarang Merak ini."17Please respect copyright.PENANArgTn0v4Gv8
Seketika, senyum Elara memudar. Matanya yang tadi berkilat nakal kini menjadi waspada, bahkan sedikit dingin. Genggamannya pada cangkir tehnya mengencang. "Pemilik tempat ini?" ulangnya, suaranya kini terdengar lebih tajam, tanpa kelembutan sebelumnya. "Maaf, Tuan Rowan, tapi mengapa Anda ingin tahu tentang Nyonya? Apa maksud Anda dengan pertanyaan itu?" Ia menarik tangannya dari genggaman Rowan, ekspresinya kini penuh curiga. "Apakah ada masalah?"17Please respect copyright.PENANAw1xEEGBoCe
Rowan menyeringai, senyumnya tidak berubah. "Masalah? Oh, tidak sama sekali, Elara. Hanya saja, aku selalu ingin mengenal yang terbaik. Aku sudah mencicipi minuman terbaik di sini, dan kau adalah gadis penghibur terbaik yang pernah kutemui." Ia mencondongkan tubuh lebih dekat, suaranya merendah, "Jadi, wajar saja jika aku ingin mengenal 'permata' yang sebenarnya di tempat ini, bukan? Pemiliknya. Aku ingin menikmati semua yang terbaik dari Sarang Merak ini, dan itu termasuk mengenal siapa yang mengendalikan semua keindahan dan rahasia di sini." Ia mengelus lembut lengan Elara, tatapannya penuh maksud. "Aku ingin tahu siapa yang memiliki selera seistimewa ini, yang bisa menciptakan tempat seindah ini. Dan mungkin, aku bisa belajar satu atau dua hal darinya."17Please respect copyright.PENANAZ8tBHtzZST
Elara menatap Rowan, matanya menyipit. Ada kilatan kemarahan yang jelas di dalamnya. Ia menarik lengannya dari sentuhan Rowan dengan sentakan tajam. "Anda merendahkan Nyonya!" suaranya meninggi, meskipun ia berusaha menahannya agar tidak menarik perhatian. "Nyonya bukan 'hiburan' yang bisa Anda 'nikmati' seperti minuman atau gadis-gadis di sini! Dia adalah pemilik tempat ini, dia adalah wanita yang dihormati! Anda pikir dia akan bertemu dengan setiap pria yang datang ke sini hanya karena dia 'terbaik'?" Wajahnya memerah, jelas tersinggung dengan cara Rowan menyamakan pemiliknya dengan 'hiburan' atau 'permata' yang bisa ia 'nikmati'. "Anda lancang, Tuan Rowan. Sangat lancang!"17Please respect copyright.PENANAcUetUxafAn
Tanpa peringatan, Elara melesat. Gerakannya cepat dan terlatih, bukan seperti gadis penghibur biasa. Ia adalah seorang ahli bela diri, meskipun mungkin bukan dari aliran yang mematikan. Pukulan tangannya mengarah ke dada Rowan, sebuah serangan yang bertujuan untuk mengusir, bukan melukai.17Please respect copyright.PENANABTVHBEBeo4
Rowan hanya mendengus. Ia tidak bergerak mundur. Dengan kecepatan yang nyaris tak terlihat, ia menangkap pergelangan tangan Elara di tengah udara, menghentikan serangannya dengan mudah. Ki hitamnya berdenyut samar di sekitar tangannya. "Tenang, permata kecil," bisiknya, suaranya masih tenang. "Aku tidak bermaksud merendahkan. Hanya ingin tahu. Dan aku tidak suka jika ada yang mencoba menyerangku hanya karena rasa ingin tahu."17Please respect copyright.PENANA0if4neUude
Pada saat yang sama, pintu ruangan terbuka dengan suara berderit, dan dua pengawal bar bertubuh besar masuk, melihat Elara yang tertahan dan ekspresi marah di wajahnya. "Ada apa ini, Elara?!" salah satu pengawal menggeram, melangkah maju.17Please respect copyright.PENANA9euWsg8VvR
"Singkirkan dia!" perintah Elara, matanya masih terpaku pada Rowan.17Please respect copyright.PENANAeoKosuEUBJ
Rowan hanya menghela napas. "Dasar pengganggu," gumamnya. Sebelum pengawal itu bisa bereaksi, Rowan melepaskan tangan Elara dan melesat. Gerakannya adalah kilatan bayangan. Ia menyentuh titik-titik vital di leher kedua pengawal itu dengan kecepatan luar biasa. Tidak ada suara, tidak ada perlawanan. Kedua pengawal itu ambruk ke lantai, pingsan seketika, tanpa sadar apa yang menimpa mereka.17Please respect copyright.PENANAnQxYsLFHN7
Elara terkesiap, matanya terbelalak melihat betapa mudahnya Rowan melumpuhkan pengawal terlatih. Ia tahu Rowan kuat, tapi ini... ini di luar dugaannya.17Please respect copyright.PENANAnZJtogfmt3
Tepat pada saat itu, sebuah suara tenang dan berwibawa memecah keheningan yang tiba-tiba. "Cukup. Apa yang terjadi di sini?"17Please respect copyright.PENANA4nkUm5CdrK
Pintu ruangan terbuka lebih lebar, dan sesosok wanita melangkah masuk. Ia adalah wanita yang sama yang Rowan lihat di aula utama, Bartender tadi menyebutnya "Nyonya". Wanita itu memancarkan aura otoritas dan kecantikan yang matang. Rambutnya yang gelap disanggul tinggi, matanya yang tajam dan cerdas menatap pemandangan di depannya: Elara yang terkejut, dua pengawal yang tergeletak tak sadarkan diri, dan Rowan yang berdiri tenang di tengah kekacauan, pedang Kage-Tsurugi yang tersarung di pinggangnya masih terlihat sebagian.17Please respect copyright.PENANAKDQZFKquP9
Ini adalah Nyonya Vivian, pemilik Sarang Merak.
17Please respect copyright.PENANAVfUg5J3FdM