Deg deg deg.
210Please respect copyright.PENANAOUYeDCHBQz
"Ada apa? Wajahmu terlihat pucat."
210Please respect copyright.PENANAzedf1dw6JM
"Nothing. Aku hanya merasa jantungku berdebar lebih cepat."
210Please respect copyright.PENANAs4gZam1cEv
"Kalau kau merasa kurang sehat sebaiknya kau mengurus dirimu dulu. Kau tahu, ada rumah sakit di seberang kita."
210Please respect copyright.PENANAgZTnY0ujVK
"Yah, aku masih ingat soal itu. Tapi aku tidak bisa mengizinkan diriku menemui Boss untuk meminta izin ke dokter sedangkan pagi ini aku sudah terlambat."
210Please respect copyright.PENANANrV3WYmm26
"Dan begitu juga pagi minggu lalu dan minggu sebelumnya lagi."
210Please respect copyright.PENANAqVm6xYePsV
"Yang itu aku juga masih ingat, Claire."
210Please respect copyright.PENANAL0BGWKPBLY
Claire mendesah. "Kau tahu, aku melihatmu keluar dari apartemenmu pagi-pagi hampir setiap hari. Aku bahkan belum menggosok gigi dan kaki seksimu itu sudah melangkah menyusuri jalanan. Tapi kau tetap datang terlambat. Apa yang kau lakukan, Irina? Apa kau punya pekerjaan lain di pagi hari?"
210Please respect copyright.PENANA3OUuUq7d2t
Claire mengulurkan tangannya, menggenggam tangan Irina. Sentuhan itu sederhana, tapi membuat Irina merasa diperdulikan.
210Please respect copyright.PENANAI3CHVbKFrm
Irina mengenal Claire Summers tiga tahun lalu di Clark Victory, sebuah perusahaan agensi model di Dallas. Irina berniat melamar pekerjaan di kantor itu untuk posisi apapun. Kondisi ekonomi tidak mengizinkannya untuk melanjutkan riwayat pendidikannya hingga universitas. Dia sadar bahwa pada era seperti sekarang, bahkan posisi sebagai resepsionis sekalipun harus memenuhi kriteria yang cukup tinggi. Jadi dia tidak pernah membiarkan harapannya melambung. Pada akhirnya dia memang mendapatkan pekerjaan disana, sebagai cleaning service. Irina hidup seorang diri dengan keuangan terbatas dan kebutuhan hidup yang seakan tidak pernah habis. Dia tidak sering mengeluh dan tetap menjalani hidupnya dengan optimis.
210Please respect copyright.PENANAsxo8CwWgAC
Satu minggu setelah dia bekerja disana, pada suatu sore Claire memasuki toilet dengan mata merah dan penampilan berantakan. Irina tidak mengatakan apapun, memberikan waktu pada Claire untuk menyibukkan diri dengan apapun yang ada di kepalanya. Sungguh Irina hanya berniat berdiam diri berharap dirinya tembus pandang. Way to go, Irina.
210Please respect copyright.PENANAK1FaHeafhK
"Kau punya tissue?" Irina terkejut mendengarnya. Sama sekali tidak menyangka gadis itu akan bicara padanya. Biasanya, oke sebenarnya semuanya, yah, semua wanita yang pernah ke toilet itu tidak pernah mengajaknya bicara. Mereka adalah para model atau karyawan agensi dengan penampilan menyerupai aktris Hollywood. Atau setidaknya para wanita itu jelas benar-benar mencoba terlihat seperti mereka. Sangat fashionable. Mereka hampir selalu mencibir penampilan Irina. Oke, tubuhnya cukup tinggi dan langsing. Kulit putihnya bersih dan lembut karena Irina merawatnya setiap hari. Bukan untuk ditunjukkan ke orang lain -ke pria-, tapi karena dia suka melakukannya. Dia tidak merasa dirinya cantik dan memang belum pernah ada yang menyebutnya cantik, selain ibunya. Tapi banyak orang yang memuji matanya. Warna hijaunya membuat banyak orang terpesona. Bahkan hari ini sudah ada lima pria yang menyebut matanya indah, satu security di pintu masuk, satu security di lantai empat belas tempatnya bekerja, dua orang office boy yang berpapasan dengannya dan seorang pria yang baru saja keluar dari toilet di seberang. Irina berniat bekerja dengan serius. Dia tidak merasa perlu memiliki teman disana, dan dia tidak berniat mengejar karir yang lebih bagus atau bahkan mencari kekasih. Tujuannya hanya mendapatkan uang untuk melanjutkan hidup. Dan seakan Tuhan menjawab keinginannnya karena sejak hari pertamanya bekerja, belum pernah ada yang bicara padanya selain security di pintu masuk. Irina terbiasa hidup dalam keheningan, jadi jelas dia terkejut ketika wanita itu mengatakan sesuatu padanya.
210Please respect copyright.PENANAxkOKkaTJGK
"Hmm... Yah, aku punya beberapa," Irina menjawab ragu. Tangannya bergerak perlahan ke dalam sling bag miliknya selama tiga tahun terakhir dan menemukan pouch kecil berwarna orange tua, membukanya dan meletakkan tissue di dekat wanita itu tanpa mengucapkan apapun.
210Please respect copyright.PENANAGpH07lgvLh
"Thanks." Dia mengambilnya dan menggunakannnya untuk membersihkan sisa make up yang berantakan di wajahnya.
210Please respect copyright.PENANAbyq1gDwfEU
"Aku tidak pernah melihatmu sebelumnya. Apa kau orang baru?"
210Please respect copyright.PENANAWzj2lW4Vnj
Irina gugup. Dia berdeham untuk menutupinya. "Yah, sejak seminggu lalu."
210Please respect copyright.PENANAQ4YOBqJNXJ
"Pantas saja. Bagaimana hari kerjamu? Aku harap mereka tidak menyulitkanmu."
210Please respect copyright.PENANA3YoHdAsFck
"Siapa?"
210Please respect copyright.PENANAif4lqMo7aH
"Karyawan lain di sini, terutama para modelnya."
210Please respect copyright.PENANAf24O9WvNhn
"Tidak terlalu," jawabnya sambil meringis. Wanita itu menatapnya sebentar, kemudian tersenyum.
210Please respect copyright.PENANAsSJIR8qe7V
"Aku Claire. Claire Summers."
210Please respect copyright.PENANAvqB5wFjmda
Irina tersenyum ragu-ragu, merasa aneh dengan hal baru ini. "Irina, Irina Luiza."
210Please respect copyright.PENANATLTxgWrogF
"Well, terima kasih untuk tissuenya, Irina."
210Please respect copyright.PENANAZzAcUwT7p2
Claire tersenyum lagi kemudian melangkah keluar. Irina hanya menatap pintu yang sudah tertutup kembali. Dia wanita yang cantik. Kenapa dia menangis? Ini bahkan bukan jam istirahat.
210Please respect copyright.PENANAd5nxJ1F9Fg
Baru saja Irina memutuskan untuk menyimpan kembali tissue dan pouchnya, dia mendengar suara pria dilorong di luar toilet. Irina tahu apapun yang terjadi diluar sana bukan urusannya dan dia juga tidak berniat terlibat. Namun saat melihat Claire menangis dan pria di depannya hanya berdiri saja, Irina merasa dia perlu berada disana. Entah untuk apa. Dia sendiri tidak mengerti kenapa. Tapi begitulah, yang terjadi selanjutnya dia membuka pintu toilet lebar-lebar dan bergerak ke sisi Claire.
210Please respect copyright.PENANAT99y2CcaBZ
"Siapa kau?" tanya pria itu begitu melihatnya.
210Please respect copyright.PENANAxPC8qgg8OY
"Bukan siapa-siapa," kata Irina santai.
210Please respect copyright.PENANA73R4zDyeTX
"Pergilah! Kau mengganggu kami," ucap pria itu kasar.
210Please respect copyright.PENANArgeUoromBS
Irina tidak menjauh. Dia meraih salah satu lengan Claire, memegangnya lembut. "Claire? Kau tak apa?"
210Please respect copyright.PENANA08yJbBgOEm
"Sudah kubilang menyingkirlah. Ini bukan urusanmu!" pria itu mulai bersikap kasar.
210Please respect copyright.PENANA3XgZKYGAVi
Irina sudah terbiasa mendapatkan perlakuan seperti itu entah sejak kapan. Bukan masalah baginya untuk menerima perlakuan kasar lagi hari ini.
210Please respect copyright.PENANA4YADDDqxNX
"No. Pergilah Andrew. Kurasa semuanya sudah jelas. Kau tidak perlu menemuiku lagi sekarang, setelah kau memutuskan untuk menikahi Angelina," suara Claire lemah namun tegas. Dia tidak menatap pria itu, hanya menundukkan kepalanya menatap lantai.
210Please respect copyright.PENANArkIcVn6omT
"Claire, sudah kubilang aku tidak punya pilihan."
210Please respect copyright.PENANAKXVLmscOsn
Kali ini Claire mengangkat kepalanya, menatap langsung ke mata pria itu. "No, Andrew. Kau punya pilihan, dan kau memilihnya. Jadi sekarang kumohon, pergilah. Jangan mencariku lagi. Semoga kau berbahagia dengannya." Claire bergegas menarik tangan Irina, membawanya ke lift, dan menekan tombol dua puluh.
210Please respect copyright.PENANAOK4Z4c6SEL
Mereka berada disebuah café outdoor yang berada di lantai dua puluh. Claire memilih meja di sudut terluar. Waktu sudah cukup sore, sehingga mereka bisa menatap pemandangan kota Dallas dari lantai dua puluh yang disinari cahaya matahari yang hampir tenggelam.
210Please respect copyright.PENANAnQkXU5hvu9
"It's beautiful."
210Please respect copyright.PENANAncEmFKcJJU
"Yah. Sekalipun aku tidak pernah mengira bahwa sunset indah itu bisa dinikmati dari gedung ini." Irina menanggapi perkataan Claire tanpa mengalihkan pandangan dari kilauan cahaya di depannya.
210Please respect copyright.PENANAzlv8PrYOZG
"Dia kekasihku," kata-kata Claire setelah mereka terdiam cukup lama, membuat Irina menoleh. "Mantan kekasih," lanjutnya.
210Please respect copyright.PENANABTHsfkuQlW
"Kami pergi ke universitas yang sama. Kegiatan yang sama, hobby yang sama. Yah, kau tahu. Kemudian kami mulai berpikir mungkin kami bisa mencobanya. Hubungan serius lebih dari sekedar teman."
210Please respect copyright.PENANATJmZKC45MM
Claire mendesah. "Keluargaku meninggal dalam kecelakaan pesawat enam tahun lalu. Aku tidak memiliki siapapun. Dan tanpa sadar aku menjadi begitu bergantung pada Andrew. Perhatiannya, keberadaannya, dan hal-hal lainnya."
210Please respect copyright.PENANA6eaasYu9CG
Irina hanya menatap Claire dalam diam. "He's my first of everything. First friend, first kiss, first love and... first time," Claire berkata lirih dengan tatapan menerawang.
210Please respect copyright.PENANAAtbRPvTOJV
Irina menyadari air mata yang mengalir di kedua pipi Claire. Cahaya matahari membuat kedua pipinya terlihat berkilauan. "Dia putra Direktur disini. Tuhan tahu bagaimana aku berusaha agar mendapatkan pekerjaan disini. Bukan karena perusahaan ini mencetak model-model papan atas, tapi karena aku ingin bisa melihatnya setiap hari. Dan aku mengorbankan banyak hal untuk itu."
210Please respect copyright.PENANAaPsFFCrK2i
"What happened then?" pertama kali Irina berbicara setelah hanya berdiam diri menyaksikan air mata Claire.
210Please respect copyright.PENANAjCDT4XSisg
"Ayahnya memintanya menikahi putri pemilik perusahaan lain, agar Clark Victory mendapatkan dukungan yang lebih besar."
210Please respect copyright.PENANAP95oRgndMk
"Dan dia setuju," ucap Irina. Dia sadar itu bukan pertanyaan. Dia hanya megaskan kembali apa yang sudah jelas dari kejadian di lorong toilet tadi.
210Please respect copyright.PENANA3M20s9YKvA
Claire hanya mengangguk. Untuk sesaat mereka hanya terdiam dengan pikiran maisng-masing.
210Please respect copyright.PENANA30gM9cdK3e
"Aku minta maaf."
210Please respect copyright.PENANAv7wcsNtM7z
Irina menoleh. "Untuk?"
210Please respect copyright.PENANAgEOIGioeNd
"Mengganggu waktumu. Tidak seharusnya aku membawamu kesini. Kenapa kau tidak menolak?"
210Please respect copyright.PENANAj9juGYlPtz
"Dan kehilangan kesempatan menikmati sunset indah ini?"
210Please respect copyright.PENANAAkYVCeYGWK
Claire tersenyum. "Kau bisa saja bersikap tidak mau tahu. Tapi kau keluar dari sana dan berdiri bersamaku. Kenapa?"
210Please respect copyright.PENANAt5aTUXFKid
"Karena aku bisa memberimu tissue lagi?" jawab Irina.
210Please respect copyright.PENANAtrqNv6LQs1
Claire tertawa dan Irina tersenyum melihatnya. Tanpa sadar dia mengulurkan tangan, menggenggam tangan Claire dan berkata,"Segala hal dalam hidup ini terjadi karena suatu alasan. Bertahanlah dan hiduplah lebih lama agar kau bisa melihat alasan itu suatu hari nanti."
210Please respect copyright.PENANAJqMLOHHnIg
Claire meletakkan tangannya yang lain ke atas genggaman Irina. Sore itu mereka berbincang banyak hal layaknya dua orang yang lama tidak bertemu.
210Please respect copyright.PENANA9x6P3CdkJ2
Seperti sore ini. Mereka berada disudut suatu Café, berbicang berdua. Bukan dengan pemandangan sunset kota Dallas dari lantai dua puluh, hanya tumpukan daun maple yang berguguran di area parkir rumah sakit di Costa City. Dan mereka bekerja di Café itu, bukan karyawan dan cleaning service di sebuah perusahaan mode.
210Please respect copyright.PENANAKtf4iGSodq
Claire mengeratkan genggamannya melihat Irina yang sedari tadi memegang dadanya. "Kurasa kau harus benar-benar ke dokter, Irina."
210Please respect copyright.PENANAYKkBRJGImY
"Yah. Kalau aku masih merasa aneh hingga malam ini, besok pagi aku pasti akan menyapamu sebelum ke rumah sakit."
210Please respect copyright.PENANApkgW4Mq0mL
Degup jantungnya berubah kacau sejak dia menatap sepasang mata hazel pagi tadi. Celakanya, hal itu tidak berubah hingga sore ini. Otaknya juga tidak berhenti mengulang kembali memori saat pria itu berdiri dan berjalan ke arahnya.
210Please respect copyright.PENANAJTqA0q84FO
Irina bukan tidak menyadari tatapannya selama dia bergerak kesana kemari untuk menyiapkan sandwich dan kopi. Dia sengaja menghindari tatapannya. Caranya menatap membuat jantung Irina berdetak lebih kencang. Anehnya dia menganggap hal itu menyenangkan. Namun ketika hal itu berlangsung hingga sore ini, Irina mulai berpikir ada yang salah. Jadi dia memutuskan mengikuti saran Claire. Lagipula shift pagi besok bukan gilirannya. Dia punya waktu luang hingga jam makan siang.
210Please respect copyright.PENANAGOZKmBzRiS
***
210Please respect copyright.PENANAwvhOgXOw5J
"Kusarankan kau harus benar-benar memperhatikan jam makanmu, Ms. Luiza."
210Please respect copyright.PENANA86lCk0VKBz
Irina menatap cemas dokter di hadapannya. "Jadi... aku sakit? Sungguh?"
210Please respect copyright.PENANAtoxeVSvdOV
Dokter itu tersenyum. "Kalau kau tidak merubah kebiasanmu dan memikirkan pola makanmu, aku yakin dirimu akan terpaksa harus menginap beberapa hari disini."
210Please respect copyright.PENANAldVqFaSEvw
Irina menghembuskan nafas lega. Detak jantunya sudah baik-baik saja sejak semalam. Tapi Claire menghubunginya pagi ini dan tetap bersikeras untuk memaksanya ke dokter. Dan disinilah dia. Di ruangan salah satu dokter di rumah sakit Brigham yang ada di depan Café tempatnya bekerja.
210Please respect copyright.PENANAGYBuvjvfEg
Dokter itu menuliskan beberapa saran menu sehat serta vitamin pada selembar notes. "Terima kasih dokter Gilbert," kata Irina saat menerima notes tersebut.
210Please respect copyright.PENANAGpVeL9jxDv
"Candice... Kau bisa memanggilku Candice. Sudah sejak lama aku merasa nama Gilbert tidak cocok untukku."
210Please respect copyright.PENANA13qMw7yMIL
Irina baru saja kan mengulangi ucapan terima kasihnya saat seorang perawat menemui dokter Candice dengan terburu-buru.
210Please respect copyright.PENANAIA5QrND3Ai
"Ada sesuatu, Anny?"
210Please respect copyright.PENANAZ78xIEqMbp
"Yah. Ms.Marlon, dokter... dia sudah sadar dan mulai histeris lagi."
210Please respect copyright.PENANALcMwocVMD0
Dokter Candice tampak terkejut. "Maaf Ms.Luiza, tapi aku harus segera menemui pasien yang ini," ujarnya segera menghambur keluar bersama perawat yang dipanggilnya Anny.
210Please respect copyright.PENANALOGNYzG78C
Irina segera menyusul keluar. Dia sempat melihat beberapa orang perawat mengikutinya ke sebuah ruangan pasien. Dia heran melihat beberapa pria dan seorang petugas polisi wanita berdiri di depan pintu ruangan itu.
210Please respect copyright.PENANALNGPAInE23
Mungkin pasien itu tersangka atau saksi kasus tertentu. Irina mengecek jam tangannya. Sudah hampir jam makan siang.
210Please respect copyright.PENANA2i37tjW246
Sebaiknya aku kembali sekarang. Setidaknya Mr.Russo bisa melihat bahwa sesekali aku bisa juga datang jauh lebih awal.
210Please respect copyright.PENANAzotZdqIlPn
Irina sedang sibuk memilih menu makan siang dikepalanya saat melihat pria itu berjalan keluar dari mobil hitam yang terparkir disamping mobil patroli. Dia terlihat luar biasa seperti kemarin. Hari ini dia mengenakan jeans biru gelap dan kaos berwarna abu-abu muda. Irina berhenti melangkah.
210Please respect copyright.PENANAicjRbGyDyZ
Apa sebaiknya aku berjalan ke arah lain? Atau aku tetap lurus dan bersikap seakan tidak melihatnya?
210Please respect copyright.PENANAp3U38RtMkw
Jeda beberapa saat dan akhirnya Irina berbalik berjalan ke arah lain setelah memutuskan bahwa berjalan lurus dan bersikap bagai orang asing rasanya kurang sopan. Baru beberapa langkah, suara seorang pria menghentikannya.
210Please respect copyright.PENANAhji1JOJXnN
"Irina!"
210Please respect copyright.PENANAGBHq6rAWZO
Irina menoleh dan bertatapan dengan sepasang mata cokelat.
210Please respect copyright.PENANA3cq4uMIMjC
"Hai. Lama tidak melihatmu. Kau baik?"
210Please respect copyright.PENANABvXweVo3br
"Hai, Mr.Hawthorne. I'm good."
210Please respect copyright.PENANAEHEwm67q03
"Panggil aku Hayden, please. Semua orang yang mengenalku memanggilku begitu."
210Please respect copyright.PENANA5BHMZ0CnPc
Irina tersenyum. "Oke."
210Please respect copyright.PENANAS3cCxW1B1j
Hayden terlihat tampan dan gagah seperti saat pertama kali dia melihatnya. Seragam polisi yang dikenakannya hari ini menjadi terlihat seperti rancangan desainer ditubuhnya.
210Please respect copyright.PENANAT0KfBidgdw
"Good. Apa yang kau lakukan disini?" tanya Hayden.
210Please respect copyright.PENANAtAAJ8FqAyr
"Aku baru saja menemui salah seorang dokter." Irina meyakinkan dirinya untuk tetap memandang Hayden.
210Please respect copyright.PENANA20kNzdt68Y
"Kau sakit?" suara pria yang lainnya terdengar cemas. Dan mata Irina mengkhianatinya dengan menoleh kesamping.
210Please respect copyright.PENANAljdU3aD1iw
Deg!
210Please respect copyright.PENANA2faze38RsZ
Jantungnya kembali aneh saat matanya menatap mata hazel pria berkaos abu-abu itu.
210Please respect copyright.PENANAvhubrRODKX
"No. I'm... I'm good. Yeah... Really good."
210Please respect copyright.PENANAqJbc9vmo8u
Pria itu justru menatapnya dari atas kebawah seperti menilai sesuatu yang salah. Irina kembali merasa gugup.
210Please respect copyright.PENANA2N9Y8y2yWp
"Irina, mengenai permintaanmu dulu itu. Aku minta maaf, aku belum bisa memberikan perkembangan. Agak sulit melacak keberadaan seseorang dengan kondisi seperti itu." Kalimat Hayden membuat otaknya berpikir kembali. Dengan cara yang semestinya. Bukan dengan membayangkan seperti apa penampilan pria itu dibalik kaos abu-abunya.
210Please respect copyright.PENANA2CmpHSsoWW
"Ah ya. Aku juga sudah memprediksinya. Kejadiannya sudah cukup lama, jadi aku berharap permintaanku tidak berlebihan."
210Please respect copyright.PENANAp8r25ukk2h
"Aku tetap akan mencoba mencari tahu," kata Hayden sambil melemparkan senyum ramahnya. Senyum yang selalu dia tunjukkan untuk warga Costa City. "Aku harus segera masuk. Ada pasien yang harus kutemui. See you, Irina," ucap Hayden sambil menjauh.
210Please respect copyright.PENANAbo807o3Grn
"Wajahmu pucat. Kau yakin baik-baik saja?" Pria itu mengatakannya tepat setelah Hayden tidak terlihat.
210Please respect copyright.PENANADYrxOaGmMB
"Yah. Kurasa begitu," jawab Irina sambil berusaha menyembunyikan kegugupannya.
210Please respect copyright.PENANAnnjoFkmhWV
"Kurasa tidak."
210Please respect copyright.PENANAjhPJ8IMOsJ
"Kenapa kau berpikir begitu?"
210Please respect copyright.PENANAAFhHaMf1GK
"Kau tidak bekerja hari ini? Maksudku... di Café."
210Please respect copyright.PENANAJpm8DEx1Zw
Irina menatapnya heran dengan semua pertanyaannya. "Tidak pagi ini. Hari ini aku bertugas shift siang."
210Please respect copyright.PENANA2FdpfFEryC
"Kalau begitu ayo."
210Please respect copyright.PENANA4xqyjYxe4u
Irina terkejut pria itu menarik lengannya dan membawanya masuk ke rumah sakit, lagi. Pria itu memaksa Irina duduk di salah satu kursi di koridor, kursi yang sama yang ditempati Aiden dan Peter kemarin. Dia lantas berjalan ke resepsionis dan menanyakan sesuatu kemudian berbalik dan duduk di sampingnya.
210Please respect copyright.PENANAVJgBID2sZZ
"Dokter Candice sedang memeriksa pasien. Tunggulah sebentar. Aku sudah meminta mereka mendaftarkan namamu."
210Please respect copyright.PENANANSwCByCtDU
Irina yang masih terkejut dengan semua kejadian itu hanya menunduk menatap sepatunya. "Kau kenal dokter Candice?" tanyanya masih tetap sambil menunduk.
210Please respect copyright.PENANAoY4V4zWed0
"Yah. Dia dokter pasien yang penting bagi Hayden."
210Please respect copyright.PENANA5hIsXATHE8
Irina mengingat kejadian tadi. "Maksudmu Ms. Marlon?"
210Please respect copyright.PENANAS8gngwN1r5
Aiden menoleh menatapnya. "Kau kenal Ms.Marlon?"
210Please respect copyright.PENANAJctg6J2jiW
"Tidak," jawab Irina sambil menggeleng. "Sudah kubilang aku baik-baik saja. Aku baru saja keluar dari ruangan dokter Candice sebelum bertemu denganmu, Sir. Seorang perawat mengatakan Ms.Marlon tiba-tiba histeris dan dia segera berlari kesana. Aku sempat melihat seorang polisi wanita di depan pintunya."
210Please respect copyright.PENANAy7bePNMeLK
"Oh. Jadi kau sudah bertemu dokter Candice."
210Please respect copyright.PENANAsNEFHzGZ1R
"Begitulah. Dan menurutnya aku baik-baik saja. Jadi kurasa aku akan kembali ke Café sekarang." Irina sudah berdiri dan hampir melangkah saat dokter Candice memanggilnya.
210Please respect copyright.PENANAMSrqhNiije
"Irina. Kupikir kau sudah pergi."
210Please respect copyright.PENANAFXN0y51nQw
"Memang, tapi seseorang memaksaku kembali, dok."
210Please respect copyright.PENANABSnraEsmaB
Dokter Candice melihat Aiden di belakang Irina dan tersenyum. "Bukankah kau yang kemarin bersama dengan Mr.Hawthorne?"
210Please respect copyright.PENANA3T89LjztiK
Aiden menoleh, balas tersenyum kemudian mengangguk. "Aku tidak tahu kau mengenal Irina. Kalau begitu, tolong pastikan dia makan tepat waktu. Aku sungguh tidak ingin menemuinya sebagai salah satu pasien rawat inap di sini."
210Please respect copyright.PENANAYI5MPBUCPn
"Aku bisa melakukannya sendiri, Dok," sanggah Irina. Dia yakin wajahnya pasti sudah memerah karena menahan malu. Tunggu dulu, kenapa aku harus merasa malu? Aku bahkan tidak tahu siapa pria ini.
210Please respect copyright.PENANAoNiILxxvNp
"Sure, Dok. Jadi dia benar tidak apa-apa? Dia dalam kondisi bisa bekerja?"
210Please respect copyright.PENANAqLPMiWVUow
"Tentu. Tidak masalah." Dokter Candice bersikap santai seakan-akan Irina tidak ada disana. Tapi Irina pun tidak terlalu peduli, dia sedang sibuk mengesampingkan rasa malunya.
210Please respect copyright.PENANABRLxUTj3tW
Irina terkesiap saat merasakan tangannya digenggam. Dia mengangkat wajahnya. Pria itu sedang menatapnya. "Kuantar ke Café."
210Please respect copyright.PENANAjG1rDnPZAx
Irina yang terkejut hanya mengangguk pelan. Mereka melangkah berdampingan tanpa bicara. Irina menatap tangannya. Hangat. Tangan besar pria itu menelan tangannya. Dia bahkan harus mendongak saat menatap pria itu. Irina cukup tinggi, tapi pria itu masih lebih tinggi. Saat berdampingan seperti ini, Irina menyadari dua hal. Pertama, dirinya hanya setinggi dagu pria itu. Kedua, dia berharap jarak dari rumah sakit ke Café tempatnya bekerja lebih jauh dari ini. Sayangnya jarak itu tidak bisa berubah hanya karena Irina menginginkannya.
210Please respect copyright.PENANASGH7XG2Wns
Dia terkejut dengan perasaan tidak rela yang muncul dihatinya. Dan itu membuatnya takut. Mereka sudah tiba di bawah pohon maple di seberang Café. Pria itu menoleh, masih menggengggam tangannya. Irina merasakan tatapannya, tapi tidak berani mengangkat wajahnya.
210Please respect copyright.PENANAiR9bN4oad3
"Aiden."
210Please respect copyright.PENANAsjqeoW9Z2P
Huh? Irina mendongak perlahan. Pria itu tersenyum menyadari kebingungannya.
210Please respect copyright.PENANAs1c7uwmqAS
"Namaku Aiden. Aiden Hawthorne."
210Please respect copyright.PENANAiFPpMAY8Qx
Hawthorne? Dia keluarga Hayden?
210Please respect copyright.PENANAoQxVazAt8p
Senyuman Aiden makin lebar. "Kau heran? Kalau kau mengira aku keluarga Hayden... yah kau bisa menganggapnya begitu."
210Please respect copyright.PENANALULY1GuQW4
"Oke," Irina hanya menjawab pelan.
210Please respect copyright.PENANAs71GDHQuhq
"Maaf atas sikapku waktu itu."
210Please respect copyright.PENANAzBGwAaTwVa
Irina kembali menatapnya. "Maksudmu?"
210Please respect copyright.PENANAQYN8H9sREH
"Sikapku waktu itu. Di Anne Marie."
210Please respect copyright.PENANArHLar2UxrL
Irina mengangguk. Tatapannya beralih ke dada kiri Aiden. "Kau sudah tidak apa-apa?"
210Please respect copyright.PENANAQowG5NGbV4
Segera setelah pertanyaan itu terlontar, Irina merasa bodoh. Penembakan di Anne Marie itu terjadi tiga bulan lalu. Jadi pasti Aiden sudah baik-baik saja. Bodoh!
210Please respect copyright.PENANAgSqAyP4ojm
"Aku baik-baik saja," Aiden menjawab singkat kemudian menarik tangannya untuk menyeberangi jalan menuju Café. Suasana Café cukup ramai, karena sudah menjelang jam makan siang.
210Please respect copyright.PENANAoJ56UKF4hT
"Aku akan masuk melalui pintu belakang."
210Please respect copyright.PENANA8U08T2N7Ef
Äiden menaikan sebelah alisnya. "Ada pintu lain di belakang?"
210Please respect copyright.PENANA9k3aoRvZ2y
"Hanya untuk staff." Aiden membiarkan Irina menunjukkan jalannya. Area belakang Café dikelilingi oleh pepohonan yang cukup rindang meski tidak terlalu tinggi. Ranting-ranting lebat itu menjadikan jalan menuju pintu belakang Café menjadi tidak terlihat. Aiden melihat banyak ranting dan dedaunan kering di sepanjang jalan itu.
210Please respect copyright.PENANAaddLoTca6k
"Jalan ini mengerikan," kata Aiden sambil memandang sekeliling saat mereka tiba di depan sebuah pintu besi berwarna hitam.
210Please respect copyright.PENANAoXqtK1oKds
"Tidak seberapa dibandingkan saat malam hari."
210Please respect copyright.PENANAl8zaxmmFaV
Aiden mengeratkan genggamannya. "Kau sering pulang melalui pintu belakang saat malam hari?"
210Please respect copyright.PENANA2o735B2VWT
"Pintu depan hanya bisa dikunci dari dalam. Jadi ya aku selalu pulang melalui pintu ini."
210Please respect copyright.PENANAWPmw9WmWRo
Mereka bertatapan sejenak. Irina terlalu bingung dengan perasaannya sekarang hingga tidak mengatakan apapun. Hanya menatap Aiden. Bahkan rasanya dia tidak keberatan berdiri sepanjang malam di sana hanya menatap Aiden.
210Please respect copyright.PENANAANW8e6YdaE
"Kau tidak boleh terlambat. Dia hanya memberikan kesempatan sekali lagi kan?" ucap Aiden sambil melepaskan genggamannya. Irina melihat perasaan enggan di mata Aiden untuk sesaat sebelum pria itu mengalihkan pandangannya.
210Please respect copyright.PENANA2d8OHmbC20
Irina berdeham. "Terima kasih, Aiden."
210Please respect copyright.PENANAC6So3fS2uA
Irina baru saja akan berbalik saat merasakan tangan Aiden di wajahnya. Punggung tangannya menyentuh pipi kanan Irina dengan lembut.
210Please respect copyright.PENANAI3a81sLOJz
"Jangan lupa saran dokter Candice," bisik Aiden. Mereka kembali bertatapan. Tanpa kata-kata.
210Please respect copyright.PENANA80BkYII8Mc
Suara langkah sesorang yang mendekat membuat Aiden dan Irina menoleh bersamaan. Claire berjalan ke arah mereka dengan agak tergesa-gesa.
210Please respect copyright.PENANAHvY4jVMfu9
"Irina, Boss mencarimu... " ucapnya setelah cukup dekat. "Sekarang." Claire mengatakannya dengan pandangan menyesal seperti seorang Ibu yang harus menghentikan putrinya bermain terlalu lama.
210Please respect copyright.PENANAKoO7JPoIr0
"Thanks, Aiden," Irina mencoba mengatakannya senormal mungkin agar Claire tidak menyadari kegugupannya.
210Please respect copyright.PENANA0jgZEN58hR
Aiden hanya mengangguk sambil tersenyum, mengucapkan 'bye' dan berbalik kembali ke rumah sakit.
210Please respect copyright.PENANA6D3Jb3558K
"I want detail, Irina," kata Claire terlalu bersemangat.
210Please respect copyright.PENANAcAMboY6Tst
Irina menggelengkan kepalanya dan langsung berbalik masuk menghindari Claire. Dia tahu Claire tidak akan melepaskannya penasarannya begitu saja. Tapi dia bisa menghadapinya nanti. Sekarang yang lebih dia butuhkan adalah sendirian. Dia ingin... bukan, dia butuh waktu untuk menenangkan pikirannya. Dan mungkin hatinya juga.
***
Thanks for reading.
Sorry for the typos.
If you want to read a chapter ahead, you can read it free on wattpad: The Black Angels by ghian7st
ns216.73.216.193da2