Monkey tersenyum lega pada pria yang tampak lepas dari belenggu saudaranya yang lain.
“Anda tahu, setidaknya beban yang ada di pikiran selama ini bisa lebih ringan. Lagipula mereka tidak ada yang melihat. ”
Pria itu semakin yakin, wajahnya kembali berseri – seri.
“Orang ini… agak aneh, Nona.” Bisik Inspektur Duncan.
“Mungkin, tapi saya kira…” balasnya.
Pria yang dipanggil Steve itu menyela.
“Benar, Chester selalu pulang malam dan mabuk – mabukan. Saya sering menasehatinya kalau – kalau dia harus memperhatikan penyakit asmanya. Henrietta… ya benar! Wanita itu selalu mengacaukan jadwal! Keith jarang dirumah, sedangkan Lilia sakit – sakitan! Edelyn…”
“Edelyn?”
Kemudian ekspresinya agak ragu lagi.
“Tu—tuan Monkey?”
“Ya?”
“Edelyn benar tidak di sini, kan? Bibi Kathryn bilang tembok – tembok bi—bisa mendengar?”
Monkey membungkukkan badannya.
“Entahlah, tapi sejak kecil ibu saya selalu bilang begitu. Walaupun saya tak pernah bisa memastikan kebenarannya, tapi…” badannya ditegakkan lagi, langkahnya menuju pintu. “Saya bisa yakin kalau dia sedang tertidur. Setidaknya saya bisa pastikan itu.”
Pria itu kembali ke wajahnya yang agak kegirangan.
“Benar! Lagipula orang tidur tidak bisa mendengar apapun!’
Nona Desdemona mengangguk, tapi menaruh keprihatinan pada pria di hadapannya.
“Edelyn suka memerintah! Sesekali saya tak ada masalah, tapi tidak. A—anda tahu? Penulis tidak punya waktu untuk hal sebodoh itu! Lagipula saya di rumah bukan untuk disuruh – suruh! Editor itu juga sering menelepon meski saya sudah bilang ‘saya sedang berusaha’ tampaknya itu belum cukup, huh?!” Katanya bernada marah.
Kekesalannya yang terpendam selama ini, dilontarkan saat itu juga. Wajahnya merah padam, nafasnya terengah – engah namun terlihat lebih lega. Sepertinya memang ada yang tidak beres dengan hubungan di antara persaudaran. Setidaknya itulah yang ada dalam pikiran Desdemona saat ini, selain pria yang agak melankolis tersebut. Memang secara psikologi agak terganggu, di matanya yang juga seorang dokter dalam kata – katanya yang tidak dilontarkan bahwa ia ingin sekali membantu pria ini.
“Anda dimanfaatkan untuk hal – hal kecil?”
Pria itu akhirnya sudah lebih tenang. Nafasnya diatur lagi seperti semula.
“Begitulah. Pada awalnya saya memang senang sekali membantu hal – hal kecil. Maksud saya—penulis pada awalnya tidak menghasilkan apa – apa, sama saja dengan pengangguran. Anda tahu kan perasaan orang yang belum punya penghasilan? Sementara yang lainnya sudah agak mapan.”
“Ah, perasaan seperti tidak berguna dilahirkan. Sebelum akhirnya mengambil tes kepolisian, saya masih ingin mengambil cita – cita sebagai pengacara,” kata Inspektur Duncan dengan pengertian, lalu kepalanya menoleh. “Tidak diterima perkuliahan manapun, nilai juga tidak terlalu bagus, uang juga tidak cukup. Kurang lebih, benar.”
“Oh! Saya tidak menyangka!” Kata Desdemona sedikit menaruh belas kasih.
“Dan sekarang sebagai penulis yang bisa dibilang setenar Agatha Christie namun tidak lebih baik darinya, tentu anda sekarang sudah mapan, benar?”
“Tidak juga, Tuan Monkey. Tapi saya berencana mengakhiri tulisan saya pada novel yang ke tiga belas. Saya merasa sudah cukup, setidaknya bisa menghidupi sampai umur delapan puluh tahun. Itu pun sejelek – jeleknya penjualan setiap novel, dengan pertimbangan gaya hidup tidak terlalu mewah. Yah, secukupnya.”
“Oh tuhan! Itu bagus sekali! Akhirnya anda bisa lebih bebas.” Monkey tersenyum lega. “Lebih baik mengambil cuti bila anda tidak bisa menulis dalam waktu tertentu. Setidaknya mudah dikatakan, benar?”
Dibukalah salah satu minuman kaleng berwarna coklat, pria itu pandangannya ke bawah sesaat memasang senyuman kecil.
“Entahlah, saya kira? Nafsu makan berkurang, agak lemas, dan tidur di siang hari atau bahkan tidak bisa tidur,” Pria itu kemudian menunjuk dahinya. “Memasukkan ide – ide kriminal tentu memaksakan kepala saya untuk berpikir di luar akal sehat. Saya dipaksa menjadi penjahat di setiap karya yang saya tulis.”
Sementara itu, Inspektur Duncan membuka potato chips rasa rumput laut.
“Maaf, membicarakan hal rumit membuat perut saya agak nelangsa,” Tangannya mengambil setidaknya lebih dari tiga keping. “Padahal anda di sudut pandang detektif? Mengapa harus menjadi penjahatnya.”
Kata Desdemona sambil menghela nafas, “Tidak, bukan begitu. Maksudnya membuat cerita tentang kriminal dibutuhkan pemikiran – pemikiran cerdik. Seperti bagaimana tokoh tersebut melakukan pembunuhan atau tokoh tersebut meninggalkan jejak.”
Monkey mengambil salah satu buku yang dipinjamnya barusan dari jasnya.
“Saya pikir juga begitu. Lagipula saya yakin…” Katanya sambil terus memandangi sampul buku yang ia bawa. Lipatan – lipatan dahinya mulai terlihat, kata – katanya tidak dilanjutkan.
“Anda yakin?”
Monkey terdiam sejenak.
“Saya yakin itu juga permasalahannya.” Katanya sambil tersenyum kecil.
Desdemona mengambil kaleng bewarna ungu.
“Saya masih agak bingung dengan pernyataan anda tentang perebutan kekuasaan tadi. Faktanya benar, memang saya tahu perusahaan Antoinette itu besar, bisa dibilang sudah sampai tahap internasional, sama seperti soal hubungan di keluarga ini juga.”
Pria itu meneguk setidaknya dua kali.
“Baiklah. Ini mungkin terdengar nekat, tapi saya coba untuk memeriksa lembar demi lembar kertas yang saya ambil dari lemarinya. Saya melihat ia menaikkan beberapa harga penjualan yang telah diajukan sekitar lima belas persen,” lalu kepalanya mendongak ke arah Monkey. “Ada juga lembaran yang bertuliskan perjanjian dengan peternak – peternak lokal, itu mengatakan harga mengalami penurunan sepuluh persen.”
Monkey memicingkan matanya.
ns3.147.67.34da2