Inspektur Duncan meminta izin pemiliknya untuk mengambil dan melihat – lihat miniatur mobil tersebut.
Edelyn memberi isyarat tanda jempol tanpa membiarkan fokusnnya pada kertas itu buyar.
“Anda cukup sibuk, Nona Edelyn?” Monkey memandang tempat tidur, tangannya mengambil salah satu boneka setelah memeriksa laci pada meja yang menopang lampu tidur.
“Benar, saya adalah orang yang menjadi samsak terakhir setiap permasalahan pada perusahaan. Saya perlu memeriksa setiap laporan yang diberikan. Beberapa orang memang kerjanya tidak becus!” nada wanita itu agak meninggi, namun tidak menunjukkan ekspresi kekecewaan yang berlebihan.
Kata Inpektur Duncan sambil membanding – bandingkan miniatur yang dibawanya. “Mengapa anda tak menyuruh orang lain? Tentunya yang saya maksud lebih berkompeten.”
“Lorraine? Dia sudah cukup sibuk dengan negosiasi impor. Terakhir kali saya melihat ia berjalan sempoyongan malam – malam.”
“Bisa saja dia mabuk – mabukan?”
Kertas itu dilipat dan ditaruhnya, ia melepas ikat rambutnya. Kacamatanya dilepas, tangannya memijat – mijat bagian dahi tengah diantara alisnya yang dilipat. Matanya agak dipicingkan, ekspresi wajahnya yang cukup kelelahan.
“Tidak mungkin, Nona Desdemona. Bila harus membicarakan alkohol, maka Lorraine adalah orang terakhir yang saya ajak.”
Monkey membawa boneka keledai yang cukup besar, teksturnya empuk dengan kain lembut.
“Oh? Berarti mereka cukup serasi dengan ayah anda?” Diserahkannya boneka keledai tersebut.
Nona Edelyn berterimakasih padanya, segera boneka itu dirangkulnya, posisi kepalanya disandarkan dengan nyaman.
“Saya akan setuju bila dia cukup setia sebagai istri muda. Ia selalu bekerja larut malam – malam, saya yang menyetir mobilnya. Saya ralat, saya dan Lorraine adalah samsak terakhir perusahaan,” pandangannya kemudian melirik Inspektur Duncan yang kedua tangannya selalu menimbang – nimbang miniatur mobil. “Saya lebih suka jaguar putih daripada BMW, Inspektur Duncan.”
Ia terperanjat, “Mengapa begitu? Lagipula BMW lebih ke arah modernisasi?” sanggah Inspektur Duncan.
“Benar, karena itu saya cinta nilai klasiknya. Lagipula kami memiliki dua mobil jaguar yang sama di garasi.” Nadanya agak mengantuk. Kemudian ia menguap sebanyak kurang lebih dua kali.
Monkey mendatangi Inspektur Duncan, daya tariknya terhadap tangan kiri temannya yang menggenggam miniatur sedan sport putih.
“Apakah itu warna putih?”
“Persis seperti yang anda lihat.” Tangannya menunjuk dengan lemas. “Maaf sesuatu yang tidak diperkirakan datangnya lebih cepat. Saya agak ngantuk, Nona Desdemona.”
Desdemona mengangguk.
“Saya mengerti. Lalu bagaimana dengan pernyataan anda tadi di awal? Anda bilang ‘tidak mungkin kami’?”
Wanita itu mengganti posisi boneka tersebut ditempatkannya di belakang punggungnya.
“Karena Lorraine. Well mungkin sebelumnya Bibi Kathryn, tapi apa gunanya istri, bukan? Entahlah, mungkin saja Lorraine yang melakukannya, mungkin juga tidak.”
“Apa maksudnya?”
“Saya tadi sudah bilang kan? dia cukup setia sebagai istri muda. Kalau anda lihat di film – film atau bahkan novel, istri muda selalu mengincar harta lelaki kaya dari awal. Tapi dia berbeda. Dia cukup perhatian lebih dari mengenal siapapun, bahkan kami. Maka dari itu saya selalu bertanya – tanya untuk menjadi istri idaman, ia hanya menggeleng merendah.”
Tambah Inspektur Duncan, “Tapi kami tidak sedang membicarakan novel atau film, Nona Edelyn. Kenyataannya bisa saja berbeda.”
Ia mengembalikan meniatur tersebutdan mengunci rak itu rapat – rapat.
Edelyn meneguk sebotol air mineral yang diambilnya.
“Itu pendapat saya.”
Pintu kamar Edelyn terbuka, seorang pria masuk tanpa permisi.
“Kau lama sekali, Steve?”
“Ah, maaf tuan – tuan. Sesuatu yang tidak direncanakan terjadi tiba – tiba,” balasnya kepada Edelyn. “Seorang penerbit menelpon.”
Steve meminta izin lagi untuk mengangkut semua kerdus yang telah dipilah. Namun Monkey merasa sedikit kasihan. Sementara Inspektur Duncan dan Desdemona melanjutkan sesi tanya jawab. Selang beberapa menit kerdus itu telah dipindahkan semua pada kamar tersebut. Merasa cukup, akhirnya kedua orang itu memutuskan untuk menuju kamar selanjutnya.
Ketiga orang itu telah menginjakkan kakinya di luar kamar Edelyn. Sementara pria itu… sebagai pelayan wanita yang tangguh, tindakannya harus lebih licin daripada tuannya. Tapi boleh jadi itu adalah kebiasaan buruknya. Sampai dapat memahami seluruh alur kecerdikan, ia bersikeras dengan caranya yang hati – hati. Terkadang berpura - pura berlagak bodoh atau menutup mulutnya dalam – dalam.
“Anda masih ada keperluan, Tuan Keymarks?”
Langkah sepatunya dihentakan perlahan melewati tubuh wanita itu yang bersandar di sofa.
“Oh tentu! Saya selalu meluangkan waktu dengan wanita cantik,” katanya sambil tersenyum, nadanya pelan dan tenang. “Semoga saja ini salah, tapi katakan pada saya. Bagaimana hubungan persaudaraan di rumah ini?”
“Tidak ada yang serius. Semuanya tampak sehat.”
“Ah, saya pikir juga begitu,” ia berbalik ke arah wanita itu. “Tapi apakah orang yang bernama Chester ini benar – benar bermasalah?”
“Well, sangat bermasalah. Saya tidak perlu menceritakan panjang lebar, tapi intinya kami kerepotan, saya dan Lorraine.”
“Apakah mungkin—nah, saya tidak bermaksud—karena perilakunya agak kasar, menurut anda?” kata Monkey dengan sopan.
ns3.17.157.68da2