Kesekian kalinya ia terbangun dari sofa lagi. Alih – alih nyaman tapi pikirnya tidak lagi setelah pundaknya tidak pulih dari pegal. Kepalanya sedikit pusing namun itu tidak sedikit pun menghambatnya. Seperti biasa mengikuti rutinitas Keluarga Antoinette dengan sarapan terlebih dahulu. Rasanya agak lebih sepi dari biasanya.
Setelah selesai seperti biasa semua orang menjalankan rutinitas seperti biasa. Walaupun pada akhirnya perusahaan harus tetap berjalan, setidaknya Nyonya Antoinette cukup kerepotan mengganti dua orang. Masalahnya memegang peran yang fatal. Wajahnya yang tidak hanya sedih, namun tampak juga bingung yang tidak dibuat – buat. Monkey paling menyadari hal itu.
Monkey yang setelah makan berdiri di teras masih memandangi taman bunga. Ia menunggu sesuatu.
“Tuan Monkey?” Bisiknya.
“Ah, ya.”
Seseorang langkahnya mendekat, kepalanya menoleh ke kanan dan kiri dengan agak panik.
“Saya belum lihat isinya, tapi saya rasa ini penting,” tambahnya sambil menyerahkan kertas yang dilipat kurang rapi. “Tolong dibukanya nanti saja.”
“Anda dapat darimana?”
“Seperti biasa. Saya melihatnya terjatuh dengan ceroboh di lantai.”
“Terima kasih, Tuan Steve.”
“Senang bisa membantu.”
Pria itu langsung kembali.
Tak lama kedua pembantu muda wanita itu datang.
“Mau minum teh dengan kami?”
“Mengapa tidak?” Katanya mengangguk tersenyum.
Mereka pun menuju kamar pembantu muda itu. Suara teko yang isinya dituangkan pada cangkir – cangkir. Ada juga beberapa biskuit coklat manis. Dalam beberapa hari teh memang selalu menjadi obrolannya, meskipun dalam hatinya ia ingin menikmati charmomile tea atau tisane. Tapi itu masih lebih baik daripada tidak sama sekali, apalagi dua wanita muda bukanlah ide buruk. Masih hampir sama seperti di tokonya. Daripada disebut mesum, ia lebih mengakui kalau pria itu memang tukang akrab.
“Nihil?”
Nona Wilson menggeleng dengan ragu.
“Sebenarnya tadi saya melihat kertas – kertas di meja Nyonya. Tapi saya tidak berani mengambilnya.”
“Ah, terima kasih. Nanti akan saya ambil sendiri.”
“Kalau anda tak keberatan menceritakan isinya?”
“Maksud anda?”
Kedua wanita itu saling menoleh satu sama lain. Monkey segera mengerti apa yang dimaksudkan. Kemudian ia meminjamkan kertas – kertas itu
“Isinya cukup aneh. Apakah itu yang seseorang biasanya menulis di buku harian?” Tanya Nona Wilson dengan heran.
Monkey berpikir dan diam sesaat.
“Kera, babi, keledai? Apa itu hewan peliharaan? Lalu kuda?”
Kedua wanita itu masih melanjutkan dari kertas satu dan yang lainnya.
Nona Wilson menggaruk kepalanya.
“Yang satu ini malah merpati? Apa ini tebak – tebakan?”
Sedangkan temannya masih fokus berganti – ganti pada kertas satu dan yang lainnya.
“Ini absurd, Nona Wilson. Tapi tidak salah anda bilang ini tebak – tebakan. Sebuah pesan.” Kata Monkey dengan mengangguk.
Nona Dana tiba – tiba menyela.
“Satu kertas mengatakan ‘penjajah’ dan sesuatu seperti ‘minyak dan air dalam satu wadah’. Lalu ada kertas lain yang mengatakan ‘para hewan’. Saya merasa aneh—seperti sesuatu yang renggang.”
“Saya menganggapnya tidak cocok. Ada beberapa hal yang aneh pada catatan ini. Begitulah.”
Monkey menghabiskan tehnya.
“Ngomong – ngomong soal kecocokan mengapa anda berdua bisa akrab satu sama lain? Maksud saya lima bulan itu memang panjang, tapi saya merasa ada hal yang lebih daripada itu.”
“Itu mudah saja. Kami berdua dari sekolah yang sama”
“Oh?” Tanya Monkey sambil memijat – mijat bagian tengah dahi di antara kedua alis.
“Kami sama – sama dari sekolah panti asuhan Wisbech Asylum. Kak Shelby yang sudah bekerja selama lima tahun mungkin merekomendasikan saya. Saya pun tidak mengerti, padahal kami dulu tidak terlalu akrab. Kamar kami bahkan agak berjauhan.” Jelas wanita berambut hitam sebahu dengan wajah polosnya.
“Hey, tapi kalau begitu aneh. Aku tak merekomendasikan siapapun? Lagipula waktu itu aku berpikir tidak beruntung. Kau tahu, kan? Teman – temanku banyak yang dipilih kantoran. Sedangkan aku pembantu sendiri.”
“Meskipun begitu setidaknya bukan pembantu biasa, kan?”
“Yah… Kalau kau yang bilang aku jadi barusan kepikiran. Aku juga beruntung sih.”
“Eh? Apa yang membuatnya berbeda?” Tanya Monkey heran.
“Well, Antoinette adalah salah satu penyumbang yayasan panti asuhan terbesar saat itu.” tambah wanita rambut pendek sambil menoleh pada temannya. “Benar, kan?”
Nona Dana mengangguk.
Saat cangkir itu hendak diisi, Monkey menolak. Ia lalu keluar dan langkahnya segera menuju lantai dua. Di dekat lantai pertama, ia bertemu wanita berambut kuda rendah. Matanya bertudung dan alisnya agak bulat. Ekspresi wajahnya tidak jauh berbeda dari saat pertama kali bertemu. Lisptiknya sama seperti kemarin tidak terlalu menor.
“Tuan Monkey, ada waktu?”
ns3.140.250.157da2