“Nah, itu yang ingin kudengar!” Tambah Chester seakan menambahkan pemanas.
Desdemona diam, ekspresinya tampak tenang, sedangkan Lilia meliriknya.
“Mereka hanya melakukan pekerjaannya, kalian jangan menaruh tuduhan!” kata pria berponi menyerupai tanda koma dengan agak tegas.
“Eh? mengapa tidak? bukannya mereka menuduh kami?”
Henrietta melirik dengan sinis.
Monkey agak terpancing, namun memutuskan untuk tenang karena seseorang yang tidak diduga angkat bicara.
“Kalian mencurigai detektif?” tambahnya dengan nada tenang dan tanpa ekspresi sedikitpun. “Ini semakin membuktikan.”
“Membuktikan?”
“Betapa dangkalnya kalian.”
“Oh? Kasarnya.”
Chester mendengus.
“Dokter tolol! Kau diam saja urus pasienmu!”
Tiba – tiba meja digebrak.
“Ini bukan saatnya saling menuduh!” Kata wanita yang saat ini sebagai pemimpin rumah tangga itu dengan menyentak. “Mereka tidak ada kaitannya dengan ini, lagipula tugasnya berbeda. Kalian harusnya malu!”
Setelah itu suasana menjadi tegang bercampur hening dalam beberapa saat. Semua orang terdiam agak ketakutan, kecuali pria yang sama sekali tak menaruh ekspresi, Keith. Perilakunya tidak berbeda sedikitpun, namun juga tidak berarti ketakutan. Hingga pintu dapur terbuka yang mengisi seluruh tempat tersebut, para pembantu muda siap menatakannya.
Setiap meja diberikan dua mangkok atau satu mangkok dan satu piring bagi yang memakan nasi goreng. Desdemona mengambil nasi goreng, sedangkan Monkey lebih menyukai sesuatu yang lembut nan hangat. Semua orang mengambil porsi masing – masing, anehnya pria yang dipanggil dokter tadi mendapat menu yang paling berbeda. Lebih tepat dikatakan menu ringkas, roti isi lima potong.
Dengan sedikit percekcokan tadi, Monkey menyadari bahwa beberapa orang memang bukan pada sifat aslinya. Dari yang indah, memang tidak seindah pada kenyataannya. Namun sebagian besar bukan hal itu yang membuat geram pria tua itu, lebih tepatnya sedikit sekali rasa duka. Kehilangan hal semacam itu bukanlah hal yang mudah dimaafkan, lipatan – lipatan dahinya masih dikerutkan. Diambilnya beberapa irisan daging dan hati ayam, sayurnya iya mengambil jagung dan brokoli. Diaduknya bubur tersebut.
“Orang – orang disini… busuk.” Bisik Desdemona.
“Bangkainya mungkin tidak lama, tapi sudah keluar banyak belatung.” Balas bisik Monkey, salah satu matanya dipejamkan.
Semua orang makan dengan tenang tanpa sepatah kata pun. Situasinya masih sama, namun pria dokter itu menyelesaikan makannnya terlalu cepat. Tangannya menggegam ke arah bawah, agak bergetar namun roman wajahnya masih sama. Hanya saja tampak urat otot kecil di pelipisnya sebelah kiri, tidak sengaja terlihat oleh Monkey.
Tiba – tiba saja pria itu berdiri.
“Kau sudah selesai, Keith?” tanya Lorraine.
Ia menengok arlojinya.
“Orang – orang di Ipswich cukup rewel bila aku telat sebentar saja, sayangnya…”
“Keith, duduklah sebentar, ini tidak akan lama. Setelah itu ibu tidak akan menghalangimu lagi.” Nadanya tegas kemudian melembut.
Keith diam sesaat, lalu kembali duduk.
Semua orang tidak diizinkan keluar dulu sebelum pembicaraan selesai, itulah perkataan
Setelah mereka selesai makan, Nyonya Antoinette kembali ingin membicarakan solusi tersebut. Edelyn memberi usulan bahwa sebaiknya membungkam mulut dulu bila bertemu wartawan. Usulannya disepakati, kini mereka membicarakan hal lain.
“Saat ini kami belum bisa menyimpulkan pelakunya, tapi hari ini kami akan mengonfirmasi kesaksian kalian.” Jelas Desdemona dengan tenang.
“Hey, hey bukannya itu sederhana?” sela Chester.
“Maaf, bagian mana?”
Tambah Edelyn, “Mungkin maksudnya data forensik dari tim patologi. Dikatakan penyebab kematiannya adalah… itu saya kurang paham…”
“Overdosis Hydrochlorothiazide, benar.”
“Apakah itu sama dengan keracunan?” tanya Edelyn.
Desdemona menggeleng.
“Tidak. Setetes apapun racun tetap beracun. Tapi Hydrochlorothiazide dalam dosis yang diatur bisa menyembuhkan. Tapi overdosis dan racun dosis mematikan itu sama saja. Dua sisi pada koin yang sama.”
“Baiklah, baiklah. Jika itu bukan racun, berarti beberapa kami seharusnya tidak termasuk, benar?” tambahnya sambil menoleh ke setiap orang. “Kalau dipikir secara sederhana, lebih masuk akal seseorang yang mengenal obat - obatan—maksudku siapa yang mengenal Hydrochlo—hydrothiazide?”
Henrietta meringis.
“Sebenarnya itu cukup masuk akal.”
Suasana menjadi tegang lagi. Pria yang dipanggil dokter itu mulai tampak otot kedua di pelipis kirinya. Namun roman wajahnya sama sekali tidak dapat ditafsirkan. Beberapa orang pandangannya terhadap pria itu, tak terkecuali Nyonya Antoinette. Monkey hanya diam saja sebagai pengamat, sementara Desdemona menikmati jus jeruk itu.
“Tunggu sebentar, kukira itu tidak juga.” Kata Steve.
“Tch! Apalagi?”
“Bukan berarti overdosis Hydrochlorothiazide hanya dilakukan oleh seseorang tertentu. Maksudku, sejak awal itu hanyalah nama zat. Tapi biasanya kalau itu obat, seseorang memahami hanya dengan melihat bungkusnya. Lagipula siapapun tahu kalau setiap obat di laci ayah tertulis keterangan nama obatnya.”
Tuduhan itu dihentikkan, namun pria itu terlihat tidak sabaran. Berkali – kali melirik arlojinya, semakin cepat pula telunjuk kanannya mengetuk meja.
“Tentu saja kalau itu kami tahu. Tapi seseorang yang tidak di rumah ini bisa saja mencari cara untuk melakukannya. Katakanlah saat baru datang, dengan muka lelahnya membuat pikiran kita sepakat kalau itu tidak dilakukannya.”
Pria dokter itu menatap tajam. Mulutnya hendak dilepaskan. Namun karena khawatir kelepasan, Monkey mewakili angkat bicara.
“Ah, itu tidak mungkin, Tuan Chester.”
“Huh? Apa maksudmu?”
“Berkenaan dengan yang anda katakan barusan, memang benar alibinya terlihat kuat. Katakanlah, seseorang bisa saja memalsukan absensi? Tidak diragukan. Tapi bila pasien yang akrab dengan dokter tersebut, baik yang sedang kontrol rutin atau masih opname, mereka pasti bisa mengacaukan alibi tersebut dengan mudah. Saya tidak berani berkata lebih jauh, tapi marilah kita asumsikan.”
Edelyn mengangguk.
“Saya lebih yakin dengan itu. Lanjutkan, Tuan Keymark.”
ns3.16.149.93da2