
******
Chapter 3 :
Airell Shou
******
7Please respect copyright.PENANAu1N7MD8UE3
SINAR matahari yang masuk melalui ventilasi jendela itu membuat kelopak mata Ai bergetar pelan. Gadis itu mulai menggeliat; dia sedikit meregangkan otot-ototnya. Akan tetapi, ada sebuah hal yang tiba-tiba berkecamuk di dalam benaknya, memelesat bak kilat di langit malam, yang sukses membuat matanya langsung terbuka sempurna.
Ai spontan bangkit dari tidurnya. Napasnya langsung terengah-engah. Suasana kamarnya saat itu sudah terang karena sinar matahari berhasil masuk melalui ventilasi jendela, tetapi tidak, masalahnya bukan itu.
Jantung Ai berdegup kencang. Wajahnya mendadak pucat; dadanya sesak. Tubuhnya bergetar. Matanya melebar.
7Please respect copyright.PENANACV4ysAd0ye
Ah. Iya.
Tadi malam, dia telah diperkosa.
7Please respect copyright.PENANATxL81cqLUg
Ai langsung menunduk dan melihat tubuhnya sendiri. Selimutnya yang berwarna putih itu jatuh ke perutnya karena ia baru saja bangkit dari tidurnya. Lengannya, perutnya, dan payudaranya…dipenuhi oleh kiss mark. Warna merah dari kiss mark itu tampak begitu terang. Meski Ai tidak sadar, sebetulnya area leher, bahu, punggung, paha, pinggul, serta bokongnya pun dihiasidengan warna merah itu.
Napas Ai tersekat di tenggorokan. Matanya mulai berkaca-kaca. Di sekeliling lantai kamarnya, pakaiannya berserakan. Pakaian-pakaian itu robek dan semuanya tergeletak begitu saja di lantai.
Kei merobek semuanya semalam.
Kontan saja, Ai menoleh ke samping kirinya. Ternyata, Kei sudah tidak ada di kamarnya. Ai langsung menyingkap selimut itu dengan panik, ia hampir menangis. Meskipun ia tahu bahwa semuanya sudah jelas, meskipun ia tahu bahwa memastikannya lagi justru akan membuatnya semakin trauma, entah mengapa ia ingin melihatnya. Ia ingin mengecek sesuatu.
Begitu selimut itu tersingkap, wajah Ai langsung semakin pucat. Tubuhnya mematung di tempat. Jantungnya seakan berhenti berdetak selama beberapa saat. Ia bahkan lupa bernapas.
Di sana, di seprai kasurnya, ia melihat ada noda darah.
Tanpa disadari, air matanya langsung mengalir deras. Hatinya sakit sekali. Saat itu, ia menangis dengan napas yang tersengal-sengal. Sebelah tangannya langsung menutup mulutnya, mencegah suaranya agar tidak keluar. Ia memukul-mukul dadanya sendiri saat menyadari bahwa tiba-tiba ia sulit bernapas.
Sesak. Rasanya sesak sekali.
Akibat kacaunya pikirannya saat itu, perut Ai tiba-tiba terasa mual. Dia mendadak diserang oleh stres yang berlebihan sampai dia ingin muntah. Air matanya membasahi seluruh wajahnya hingga ke lehernya, ia menangis sampai terbatuk-batuk. Matanya terbuka penuh, masih tak percaya dengan apa yang telah terjadi padanya. Meskipun rasanya sesakit itu, ia masih berusaha untuk menahan suara tangisnya.
7Please respect copyright.PENANAjUQQVBi0ej
Gin pasti sudah ada di rumah.
Ai tak ingin Gin mengetahui semua ini.
Ai tak ingin Gin melihat semua ini.
7Please respect copyright.PENANAdOxx5LzdUm
Ai akhirnya duduk meringkuk di atas ranjangnya. Sebelah tangannya memeluk lututnya, sementara sebelah tangannya lagi mulai mencengkeram rambutnya sendiri, menekan kepalanya seakan-akan isi kepalanya itu benar-benar tak berguna. Seakan-akan ia adalah gadis terbodoh di dunia yang telah membiarkan dirinya diperkosa.
Kei, Kaptan Divisi Satu Shinsengumi, telah memerkosanya. Mengambil keperawanannya, lalu meninggalkannya begitu saja.
7Please respect copyright.PENANAWRn32ENlYn
Mengapa pria itu memerkosaku? Apa salahku padanya?!
Apakah rasa bencinya padaku memang sedalam itu hingga dia memilih untuk memerkosaku?
Apakah aku serendah itu di matanya?!
7Please respect copyright.PENANA9HcMIZlwoV
Ternyata, aku…
…serendah itu di mata pria…
7Please respect copyright.PENANAbwZjhTVBHq
Ai menangis terisak-isak. Gadis itu semakin tenggelam akan kesedihannya sendiri. Dunianya seakan runtuh. Ia takkan bisa melihat orang-orang di sekitarnya dengan tatapan yang sama lagi. Mungkin, akan sulit baginya untuk mengangkat wajahnya setelah semua ini.
Dia telah kotor.
7Please respect copyright.PENANAA5v0vPCEQb
Bagaimana jika Gin…atau Shin…mengetahui semua ini?
Apakah Gin akan mengusirku dari rumah ini karena telah membuatnya malu?
Apa yang akan terjadi padaku?
Aku tak ingin dibuang. Aku tak ingin ditinggalkan.
Selain itu, bagaimana jika…Kak Eric tahu?
Aku harus merahasiakan ini.
Mereka tidak boleh mengetahui ini selamanya.
7Please respect copyright.PENANA4ciJffPaVM
Namun…bagaimana kalau aku…hamil?
Kei…mengeluarkannya di…dalam tubuhku…
7Please respect copyright.PENANAKonDKwxU9V
“AI!!” panggil Gin tiba-tiba, membuat Ai tersentak. Mata Ai langsung membeliak, tubuhnya menegang. Ia langsung menoleh ke pintu kamarnya dan terdengarlah suara Gin dari balik pintu itu; suara Gin agak redam karena terhalang pintu. Gin mengetuk pintu kamarnya. “Kau sudah bangun belum? Ayo sarapan!!”
Ai langsung panik. Gadis itu meneguk ludahnya dan tanpa sadar tubuhnya mundur ke belakang karena takut. Apakah pintu itu terkunci? Dari mana Kei keluar semalam? Jam berapa Gin pulang? Kepala Ai serasa mau pecah. Ia sangat gelisah, sangat panik.
Dengan tubuh yang bergetar—dan napas yang tertahan—Ai pun berusaha untuk menjawab Gin meskipun suaranya tersendat-sendat, “A—Aku su—sudah bangun, Gin. Aku—aku...”
Sungguh, saat ini Ai belum ingin keluar dari kamarnya. Banyak hal yang harus ia sembunyikan.
“Hm?” Gin ingin mendengar suara Ai dengan jelas. “Aku buka pintunya, ya.”
“JA—JANGAN!!”
Gin, yang berdiri di balik pintu, kontan mengernyitkan dahinya. “Ada apa denganmu?”
“A—Aku…” Suara Ai terdengar agak pelan dari dalam sana. “Aku…tidak enak badan. Kau duluan saja, Gin.”
“Kau bergadang, ya?” tanya Gin. Pria itu kemudian berdiri tegap dan menghela napasnya. “Bocah satu ini. Ya sudah, aku akan sarapan duluan. Setidaknya keluarlah sebentar untuk sarapan, kau mengerti? Mau minum obat saja atau pergi ke tabib?”
“Mi—minum obat saja,” jawab Ai dari dalam sana.
Gin pun mengangguk. “Baiklah. Istirahatlah terlebih dahulu.”
“Hm.” Ai berdeham.
Akhirnya, Ai pun mendengar Gin melangkah menjauh.
Gin tidak mempertanyakan apa pun yang mengandung…rasa curiga. Berarti, keadaan pintu depan sudah kembali seperti semula tatkala Gin pulang. Biasanya, Gin akan masuk lewat pintu belakang kalau ada pertemuan dengan teman-temannya.
Kursi yang tadi malam Kei seret ke kamar Ai pun…sudah tidak ada lagi. Kemungkinan besar, tadi malam Kei merapikan segala hal yang terusik di depan sana (kursi bar, pintu depan, sekaligus imagawayaki yang ia bawa), lalu keluar dari…jendela kamar Ai. Jendela kamar Ai itu cukup lebar; Eric juga sering masuk melalui jendela itu.
Kei benar-benar mengembalikan segalanya seolah-olah tak terjadi apa pun, tetapi tidak dengan kamar Ai. Pria itu meninggalkan kamar Ai dalam keadaan apa adanya. Seolah-olah…pria itu ingin Ai mengingat semuanya saat pagi tiba.
Tangan Ai terkepal. Mendadak, ia dikuasai oleh rasa marah yang luar biasa. Ia menggertakkan giginya. Darahnya serasa mendidih.
Kepiluan yang ia rasakan itu kini bercampur dengan kemurkaan.
Ai sangatmembenci Kei. Ai ingin membunuh pria itu dengan tangannya sendiri.
7Please respect copyright.PENANAbh7BaT5krc
******
7Please respect copyright.PENANAkplpeOjpJn
Kei menyibak tirai berwarna hijau tua yang menutup pintu bar milik Gin dengan sebelah tangannya. Pintu bar milik Gin kadang-kadang dibuka begitu saja, tetapi kadang-kadang ditutup dengan sebuah tirai berwarna hijau tua apabila cuaca di luar terlalu panas.
Begitu tirai itu terbuka, Kei dapat melihat Gin dan Shin yang berdiri di balik bar counter. Gin sedang menuangkan bir ke dalam beberapa gelas, sementara Shin sedang mengelap gelas-gelas yang baru saja dicuci.
Saat Kei melangkah masuk, Shin langsung menyadari keberadaannya. Pria berkacamata itu pun menyapa Kei, “Ah, Kei-san! Selamat datang!”
Gin pun akhirnya melihat ke arah Kei karena mendengar teriakan Shin. Namun, Gin hanya memasang ekspresi datar. Well, dia sudah biasa melihat Kei datang ke barnya. Ini juga sudah siang, mungkin Kei ingin istirahat.
Kei mengangguk pelan, tidak menunjukkan ekspresi apa pun. “Hm.”
Saat Kei berjalan mendekati bar counter, banyak pelanggan yang langsung melihat ke arahnya. Pelanggan Gin biasanya adalah para lelaki (baik tua maupun muda); jarang ada perempuan yang datang ke sana. Para pelanggan itu melihat Kei dan banyak di antara mereka yang tadinya berisik tiba-tiba jadi mengurangi suara mereka.
Well, mereka tahu bahwa pria yang barusan masuk itu adalah salah satu petinggi Shinsengumi yang terkenal buas.
Wajah tampannya seakan-akan hanyalah topeng untuk menutupi monster haus darah yang bersembunyi di tubuhnya.
Jangan sampai mata berwarna merah gelapnya itu menatap kita semua dengan tajam karena kita terlalu berisik, pikir para pelanggan itu.
Namun, berbeda dengan para pelanggan di sana, Shin justru menyambut Kei dengan riang. Well, Kei memang tak pernah jahat pada Shin. “Mau minum apa hari ini, Kei-san?”
“Sake,” jawab Kei, pria itu mulai duduk di salah satu kursi tinggi yang ada di depan bar counter.
“Okeee!” jawab Shin. Pria berkacamata itu mulai mengantarkan gelas-gelas bir yang Gin siapkan tadi ke pelanggan-pelanggan yang memesannya. Sepeninggal Shin, Gin pun menatap Kei seraya mengangkat alisnya. “Sudah selesai patroli?”
“Tidak,” jawab Kei. “Aku tidak patroli hari ini. Ada tugas khusus. Sakenya sedikit saja, Danna. Aku masih ada pekerjaan setelah ini.”
“Oke,” jawab Gin. Pria itu mulai mengambil botol-botol sake yang ia susun di rak yang ada di belakang bar counter.
Gin pun mengambil sebuah gelas kecil, lalu menuangkan sake itu ke sana. Setelah itu, ia lantas memberikan gelas berisi sake itu—mendorongnya pelan—ke depan Kei. “Silakan.”
Kei mengangguk. Pria itu lantas meminum sakenya dengan santai.
“Tugas dari Shogun?” tanya Gin, agak berbasa-basi.
“Tidak. Ada kriminal tingkat tinggi di area selatan,” jawab Kei. Pria itu menelan sakenya, lalu meletakkan gelas sake itu di atas bar counter. Namun, tiba-tiba ia menatap Gin dan berkata, “Bisakah aku menggunakan toiletmu, Danna?”
Gin mengangguk, lalu menunjuk ke sebelah kanan dengan dagunya. “Masuk saja melalui lorong. Kau akan menemukannya di dekat dapur.”
“Terima kasih,” jawab Kei. Pria itu pun bangkit dari duduknya dan menuju ke toilet.
Tatkala Kei berjalan melewati lorong itu, Gin menatap Kei seraya mengerutkan dahinya samar. Namun, tiba-tiba ia dikejutkan oleh suara Shin. “Lho, ke mana Kei-san?”
Gin pun menoleh kepada Shin yang kini sudah berdiri di depannya—dipisahkan oleh bar counter—seraya membawa gelas-gelas bir yang kosong. Hari ini, Shin harus bekerja lebih keras karena Ai sedang sakit. Seharian ini, Ai hanya beristirahat di dalam kamarnya. Gadis itu hanya keluar untuk makan sebentar—dengan pakaian yang menutup tubuhnya secara full—dan meminum obatnya. Oh, dia juga sempat membawa seluruh pakaiannya (serta selimut dan seprainya) ke kamar mandi, mencuci semua kain itu karena katanya ia tak sengaja muntah di kasur. Setelah itu, ia kembali ke kamarnya. Gin (dan Shin) sempat kembali menawarinya untuk pergi ke tabib, tetapi tawaran itu langsung ia tolak.
Gin pun menjawab Shin, “Dia ke toilet.”
“Oh…begitu,” Shin menatap lorong yang ada di samping kanan Gin. Sesaat kemudian, Shin lantas kembali menatap Gin dan tersenyum. “Gin-san, ada yang ingin menambah bir lagi!”
Gin pun mengangguk. “Oke.”
7Please respect copyright.PENANA7Bh5xpnkCe
******
7Please respect copyright.PENANABgkoQ5WANz
Ini sudah siang dan Ai masih saja menangis di kamarnya. Ia berdiri di depan meja riasnya—yang sebenarnya tak begitu terpakai karena ia jarang berdandan—seraya memegangi sebuah perhiasan rambut (kanzashi) yang tergeletak di atas meja itu.
Jempolnya mengusap kanzashi itu dengan pelan seraya menangis. Kanzashi itu Eric berikan padanya beberapa bulan yang lalu; kanzashi-nya sangat cantik karena berbentuk bunga yang berumbai-rumbai. Bunga-bunganya berwarna merah muda, cocok sekali untuk rambut Ai yang berwarna vermillion.
Ai mendadak jadi merindukan Eric. Rasa sedihnya, rasa frustrasinya, membuatnya sangat ingin melihat Eric. Ia ingin bertemu dengan Eric…dan menangis di pelukan Eric.
Namun, bila mereka bertemu pun…sebetulnya Ai tak bisa menangis begitu saja di depan Eric.
Soalnya,Ericpastiakan mencari tahu akar masalahnya.
7Please respect copyright.PENANAZaQBfSiuQq
Ai tak mau hal itu terjadi.
7Please respect copyright.PENANA77t1Gwje68
Maka dari itu, Ai hanya bisa menangis. Meratapi semua yang telah terjadi padanya, segala sesuatu yang sukses membuat hidupnya berubah 180 derajat. Dia tak ingin Eric mengetahui ini; dia tak ingin menyusahkan Eric. Eric adalah pembunuh berantai yang dikejar-kejar oleh Shinsengumi dan jika Eric tahu bahwa Ai telah diperkosa oleh salah satu petinggi Shinsengumi, entah apa yang akan terjadi pada seluruh wilayah Edo. Ai tak bisa dan tak ingin membayangkannya. Ini benar-benar tidak keruan.
Tiba-tiba saja, pintu kamar Ai terbuka. Tanpa ada ketukan atau peringatan apa pun sebelumnya.
Sial! Ai lupa mengunci pintu kamar itu. Pakaian yang saat ini ia pakai masih terbuka di bagian lengan dan lehernya. Astaga, bagaimana ini? Ai tak ingin Gin atau Shin melihat kiss mark di tubuhnya!
Ai pun kontan melihat ke arah pintu…
…dan matanya membeliak.
Di sana, ia melihat…
7Please respect copyright.PENANAO246CS7ASj
…Kei.
7Please respect copyright.PENANACesEfV0Zvf
Kei Arashi, Kapten Iblis Shinsengumi, tengah berdiri di sana…seraya menutup pintu kamarnya.
7Please respect copyright.PENANAQ0OrOYemej
Sial! Sial! Mengapa—mengapa pria itu ada di sini?!
Selain itu, dia—berani-beraninya dia datang ke sini setelah apa yang dia lakukan semalam!!!
7Please respect copyright.PENANAo4lB91Zy3G
Tiba-tiba, seluruh rasa marah yang Ai pendam sejak pagi itu memelesat naik hingga ke ubun-ubunnya, lalu meluap. Ai langsung mengepalkan tangannya dan menggeram. Matanya memelotot; ia menggertakkan giginya. Darahnya serasa mendidih tatkala melihat Kei.
“Apa yang kau lakukan di sini.” Nada bicara Ai terdengar sangat tajam hingga pertanyaannya tidak terdengar seperti pertanyaan. Meskipun murka, ia masih menahan suaranya agar tidak terdengar sampai ke luar. “Pergi kau sekarang. Jangan tampakkan wajahmu di depan mataku!!”
Kei masih berdiri di sana; pria itu menatap Ai dengan lekat. Kedua tangannya ia masukkan ke saku celana seragamnya. “Aku ingin berbicara denganmu.”
“Tidak ada yang perlu kita bicarakan,” jawab Ai. Mata Ai semakin memelotot. “Pergi!!”
Kei mendadak menatap Ai dengan tajam. Pria itu mulai kesal; ia langsung berjalan mendekati Ai dengan cepat. Ai refleks mundur ke belakang saat melihat Kei mendekatinya dengan ekspresi kesal.Kini, rasa marah Ai mulai bercampur dengan rasa takut. “Apa yang mau kau lakukan, berengsek?! Menjauh dariku!!”
Serius, Ai ingin berteriak sekencang mungkin, tetapi ia masih tak ingin Gin mengetahui seluruh kekacauan ini.
Ai mengulurkan tangannya, ingin menghalangi dan mencegah Kei dari apa pun yang hendak pria itu lakukan. Namun, dengan gerakan cepat, Kei langsung menarik tangan itu dan mengangkatnya ke atas. Mencengkeram dan menahannya di sana.
“Lepaskan aku, bajingan!!!” teriak Ai, gadis itu langsung berusaha untuk menendang tubuh Kei dengan putus asa. Ia panik sekaligus murka. Ada setetes air mata yang hampir jatuh dari sudut matanya. “LEPAS!”
“Dengarkan aku!!” ujar Kei, pria itu semakin mencengkeram sebelah tangan Ai yang ia angkat ke atas. Dia langsung meraih bagian belakang kepala Ai, membuat gadis itu jadi mendongak dan menatapnya lurus-lurus. Dia pun mendekatkan wajahnya ke wajah Ai dan berkata, “Semakin kau memberontak, semakin besar risikomu untuk terdengar. Kau mau orang-orang di luar sana mendengar teriakanmu?!”
Ai tetap memelototi Kei dan menggeram. “Lepaskan tanganku, keparat.”
Kei menatap Ai dengan tajam. “Aku tidak akan lama. Aku hanya berkata pada Danna bahwa aku ingin pergi ke toilet. Aku datang ke sini untuk menemuimu.”
Ai berdecak, gadis itu kembali memberontak. “Aku tak ingin bertemu denganmu, sialan!”
Kini, gantian Kei yang dikuasai oleh amarah. Mata Kei memelotot, urat-urat di leher dan rahangnya tiba-tiba menonjol semua. “Ai!!”
“Apa? Omong kosong macam apa yang mau kau katakan? Kau mau menjelaskanpadaku bahwa seorang polisi sepertimu tidak sengaja memerkosaku semalam? Begitu?!” ucap Ai sinis. Hal ini sukses membuat Kei semakin marah.
“Aku tak ingin bertengkar denganmu di sini,” ujar Kei, rahangnya terkatup rapat. “Agaknya, meskipunsemalam kita sudah bercinta, meskipun aku telah mencium seluruh tubuhmu, kau masih belum mengerti apa pun.”
Mendengar kalimat itu, ada sebuah gemuruh di dada Ai yang langsung membuat kesabaran Ai habis. Menggunakan sebelah tangannya yang bebas, Ai pun menampar pipi Kei dengan kencang.
Tamparan keras itu sukses membuat wajah Kei berpaling ke kanan bawah.
“Pergi,” perintah Ai dengan tajam. “Aku tak ingin mendengar apa pun lagi darimu. Aku tak ingin mengerti apa pun yang kau lakukan.”
Kei menggeram. Ia lantas menggertakkan giginya; ada sebuah kilat yang melintas di kedua bola matanya. Tatapannya begitu tajam.
Ia pun menoleh kembali kepada Ai, lalu dengan tenaganya yang sangat kuat itu, ia langsung meraih kepala Ai dan mencium bibir gadis itu dengan ganas.
Mata Ai membulat sempurna. Kei memosisikan kepala Ai agar mendongak karena perbedaan tinggi badan mereka. Saking kuatnya tenaga Kei yang memegang kepala sekaligus menarik sebelah tangan Ai ke atas, gadis itu pun jadi berjinjit.
Sebenarnya, Kei tahu bahwa hal ini akan terjadi. Lebih tepatnya, Kei menyempatkan dirinya untuk datang ke rumah Gin di tengah misi penting Shinsengumi karena ia tahu bahwa Airell Shou akan bereaksi seperti ini. Jika ia datang lebih lambat, segalanya akan menjadi lebih rumit.
Ai memberontak, mencoba untuk mendorong dada Kei dengan sebelah tangannya yang bebas. Namun, tubuh Kei—yang jauh lebih besar darinya itu—terasa amat kuat dan keras; ia sama sekali tak mampu mendorong pria itu.
Ai baru saja ingin menggigit bibir Kei tatkala tiba-tiba saja Kei melepaskan ciumannya.
Begitu ciuman itu terlepas, Kei langsung menatap Ai dengan penuh intimidasi. Pria itu menempelkan keningnya dengan kening Ai, lalu memegang bagian belakang leher Ai dengan erat. Kedua mata mereka memiliki warna yang sangat kontras; mata milik Ai berwarna biru layaknya lautan…dan mata milik Kei berwarna merah gelap bak darah.
Tatapan mata mereka lantas berserobok. Ai dapat merasakan napas hangat Kei yang menyentuh wajahnya, begitu pula sebaliknya.
Tiga detik kemudian, Kei pun bersuara. Suaranya terdengar pelan, tetapi sangat tajam.
“Kalau kau tidak ingin orang-orang di sekitarmu tahu apa yang terjadi padamu, datanglah ke Markas Shinsengumi malam ini. Aku akan memberitahumu segalanya.”
Setelah itu, Kei pun melepaskan Ai…dan meninggalkan Ai begitu saja di sana. Begitu Kei menutup pintu kamar itu, tubuh Ai pun pun memerosot.
Ai jatuh terduduk di lantai.
7Please respect copyright.PENANAzZiaDwkhaf
Kak Eric,
Gin,
Shin…
7Please respect copyright.PENANAASwBlNwXIA
Kumohon tolong aku.
7Please respect copyright.PENANAZE1bTyliB3
******
7Please respect copyright.PENANA7WqwJPzdrB
Ai duduk di bagian lengan ranjangnya, menghadap ke jendela kamar. Lampu kamar itu tidak ia hidupkan; ia hanya bergantung pada cahaya bulan yang masuk melalui jendela kamarnya yang terbuka separuh.
Malam itu, Ai mengenakan sebuah piama yang panjang. Rambutnya digerai dan menutupi seluruh bagian lehernya. Ornamen rambutnya ia letakkan di atas meja rias.
Ai tahu bahwa Kei menyuruhnya untuk datang ke Markas Shinsengumi malam ini. Pria itu bahkan mengancam akan memberitahu segalanya kepada orang-orang terdekat Ai apabila Ai tak menurutinya. Baik, Ai memang tak ingin orang-orang mengetahui masalahnya dengan Kei, tetapi bukankah hal itu berlaku juga untuk Kei?
Kei pasti tak ingin orang-orang di sekitarnya tahu soal ini juga, ‘kan? Terutama, dia itu adalah seorang polisi! Dia adalah andalan Shinsengumi; dia adalah kapten dari divisi terkuat Shinsengumi. Kei adalah manusia yang paling terkenal dan paling ditakuti di Shinsengumi meskipun di atas pria itu masih ada Komandan dan Wakil Komandan Shinsengumi.
Dia masih muda, tetapi posisinya sudah berada di bawah Wakil Komandan. Di luar jabatannya, dia adalah seorang pria yang sangat dihormati di Shinsengumi karena kekuatannya. Ai sering mendengar orang-orang berkata bahwa Kei Arashi adalah satu-satunya kandidat yang akan menggantikan posisi komandan Shinsengumi begitu Fudo Osuke dan wakil komandannya (Jun Kazuya) pensiun. Nyatanya, Kei Arashi jauh lebih kuat daripada Fudo Osuke dan Jun Kazuya. Pasukan divisi pertama juga merupakan pasukan yang terkuat dan terbanyak. Apabila kaptennya, si monster mengerikan itu, memutuskan untuk berkhianat, tamatlah riwayat Shinsengumi saat itu juga.
Dengan reputasi yang seperti itu, tidak mungkin Kei Arashi akan mengungkapkan dosanya kepada publik. Bahwa dia telah berbuat jahat kepada seorang gadis biasa, anak angkat dari seorang pemilik bar di Edo. Bahwa dia telah memerkosa seorang gadis yang bernama Airell Shou.
Maka dari itu, meskipun Ai tidak datang ke Markas Shinsengumi, pria itu pasti takkan memberitahu siapa pun tentang masalah mereka. Seharusnya begitu.
Ai tak ingin melihat wajah pria itu. Ai tak ingin pergi ke Markas Shinsengumi.
Iya. Ini adalah keputusan yang tepat. Lebih baik Ai memutuskan benang merah kusut yang mengikat mereka berdua. Lagi pula, sejak awal…benang merah itu tidak ada, bukan? Kei sendirilah yang menjalin benang itu.
Tiba-tiba saja, Ai mendengar suara ketukan. Ai tersentak; alisnya kontan terangkat. Suara ketukan itu bukan berasal dari pintu, melainkan berasal dari jendela kamarnya yang terbuat dari kayu. Ai, yang tadinya sedang melamun karena memikirkan banyak hal, kini langsung memusatkan pandangannya ke jendela kamarnya yang terbuka separuh.
Setelah melihat ke sana, mata Ai kontan membulat.
Soalnya, di sana…
7Please respect copyright.PENANAQaxsC3kJNq
…ada Eric.
7Please respect copyright.PENANAnvVjmDSUKu
Eric Shou, kakak kandung Ai, tengahberdiri di luar seraya mengetuk jendela kamar Ai yang terbuka. Eric tersenyum manis kepada Ai.
Melihat kedatangan Eric, entah mengapa seluruh rasa sedih Ai mulai meluap. Ia seolah-olah mendapatkan sebuah harapan, sebuah rasa lega yang tak dapat ia jelaskan. Ia ingin menghambur memeluk Eric, lalu menangis sepuasnya. Ia ingin menangis, mengadu, dan menceritakan segalanya kepada Eric. Dengan begitu, Eric pasti akan mengusap kepalanya, memeluknya, dan menenangkannya…
Namun, ia tak bisa melakukan semua itu.
Dengan mata yang berbinar—tetapi sedikit berkaca-kaca—itu, Ai pun berdiri. Ia langsung menyambut kakaknya itu dengan riang meskipun nyatanya ia hampir menangis. “Kakak!!”
Seperti biasa, kedatangan Eric itu selalu tak terduga. Kalau saja…kalau saja Eric datangnya kemarin…
7Please respect copyright.PENANApyYUPJxD16
…apa yang akan terjadi?
7Please respect copyright.PENANAXcQLWbOJEk
Eric lantas masuk ke kamar Ai melalui jendela itu; ia melompati jendela itu dengan mudah. Malam itu, seperti biasa Eric mengenakan pakaian tradisional yang digunakan dalam seni bela diri Tiongkok; atasannya berwarna hitam dan lengannya hanya sebatas siku. Ia membalutkan perban di bagian lengannya—yang tidak tertutupi pakaian itu—dan perban itu mencapai jemari tangannya. Celananya berwarna abu-abu dan ia memakai sepatu bot berwarna hitam. Ada sebuah kain panjang (seperti selendang) berwarna putih keabuan yang melingkar di lehernya dan terlihat seperti jubah. Seperti halnya Ai, Eric juga memiliki mata biru, rambut vermillion, dan kulit yang putih. Namun, karena ia adalah seorang pria dewasa, tubuhnya dipenuhi dengan dengan otot-otot yang sangat kuat.
Begitu kedua kaki Eric menapak lantai kamar Ai, pria itu pun memiringkan kepalanya dan berkata dengan nada yang bersahabat, “Halo, Sayang.”
Jika biasanya Ai akan mengomeli kakaknya karena dipanggil seperti itu, malam ini Ai justru merasa lega saat mendengarnya.
7Please respect copyright.PENANANLKZ1z4krd
Ini Eric.
Eric ada di sini.
7Please respect copyright.PENANA7fHBLsXXrV
Mata Ai semakin berkaca-kaca. Gadis itu mewek dan langsung berlari ke arah kakaknya; dia menghambur memeluk kakaknya.
Mata Eric membulat. Namun, karena tak ingin menyia-nyiakan pelukan adik kesayangannya itu, Eric pun langsung balas memeluk Ai. Pria itu bahkan meletakkan sebelah tangannya di tengkuk Ai, lalu menciumi puncak kepala adiknya itu dengan penuh kasih sayang. Dia mencium kepala Ai, telinga Ai, dan leher Ai…berkali-kali. Ciuman-ciuman kecil yang begitu lembut dan menenangkan. Eric memejamkan matanya; pria itu menghirup wangi tubuh Ai mulai dari leher…hingga ke bagian belakang telinga Ai.
Ah, dia rindu sekali.
Sementara itu, Ai menyandarkan keningnya pada dada bidang Eric. Dahinya berkerut; pikirannya berkelana. Segala masalah mulai berkecamuk di dalam benaknya. Ia ingin sekali…menceritakan segalanya kepada Eric, terutama saat Eric ada di sini. Namun, ia tahu bahwa jika ia melakukannya, akan ada bencana besar yang terjadi saat itu juga.
Kekuatan Kei dan Eric sama-sama besar. Mereka sama-sama monster. Sama-sama abnormal. Sama-sama sadis. Sama-sama sinting. Jika Kei berada di pihak Shinsengumi yang pada dasarnya merupakan pelindung masyarakat, Eric justru sebaliknya. Dia adalah eksistensi yang menjadi sumber ketakutan masyarakat. Dia adalah wujud dari mimpi buruk dan mara bahaya itu sendiri. Dia adalah pembunuh berantai nomor satu yang paling dicari oleh Shinsengumi.
Tanpa adanya masalah tentang Ai pun, mereka berdua sudah berada di pihak yang berlawanan. Namun, bagaimana jika di antara mereka ada masalah berupa seorang perempuan yang bernama ‘Ai’?
Ai langsung menggeleng.
Tidak. Ini benar-benar berbahaya.
Eric dan Kei adalah jenis manusia kuat yang dapat mengumpulkan ribuan orang untuk menjadi pasukan mereka dengan mudah.
Hentikan, Ai. Hentikan. Ini gila. Betapa pun menderitanya dirimu, jangan pernah memberitahukan hal ini kepada Eric.
7Please respect copyright.PENANAPbnW9S8rne
Jangan sampai Kei juga mengetahui tentang Eric.
7Please respect copyright.PENANA4f0fr8PqKh
Ai harus melindungi Eric juga, bukan? Eric harus tetap aman. Ai tak mau kehilangan Eric.
Tanpa sadar, karena banyak sekali masalah yang berputar-putar di kepalanya, Ai pun mencengkeram bagian belakang baju Eric. Eric yang menyadari hal itu pun kontan membuka matanya, lalu melepaskan pelukan itu.
Eric memegang kedua lengan Ai, lalu sedikit mendorong tubuh adiknya itu ke depan. Setelah itu, Eric memegang kedua pipi Ai dan membuat gadis itu mendongak.
Eric memperhatikan wajah Ai dengan lekat. Ia sadar bahwa mata adiknya itu berkaca-kaca. Tatapannya begitu sendu. Ekspresinya terlihat seperti sedang menahan diri; menahan diri untuk tidak mengatakan apa pun meski hal itu menggerogoti pikirannya.
Mata Eric kontanmenatap Ai dengan sungguh-sungguh. Bola mata berwarna biru lautnya itu mendadak menggelap.Ia lalu bertanya dengan suara yang sungguh mengerikan, “Apa yang telah terjadi padamu?” []
7Please respect copyright.PENANATh9ABqVOba