
“Hehh? Apaan? Kenapa?” potong Risma dengan nada kaget dan penasaran.
“Hmmm.. ternyata ada Bram di dalam kamar mandi..” Jawabku.
“Eiittss... dia lagi mandi?”
“Belom neekk.. dia lagi nggantungin baju..”
“Tapi dia udah...”
“Sudah... dia udah gak pake apapa..” Potongku. Aku mengerti maksud Risma.
“Lo ngeliat?” tanya Risma lagi. Aku menjawabnya dengan menganggukkan kepalaku. “Uuuhh... gede?” Aku kembali mengangguk. “Hmm.. panjang?” lanjutnya. Aku kembali menganggukkan kepalaku. “Berkulup dong.. hihihi” aku tersenyum sambil mengangguk. “Udah nga...”
“Nggaak.. Beloommm!” Potongku.
“Jadiii... belom apa-apa udah gede dan panjang, gitu?" tanya Risma dengan gusar.
“Iya..” jawabku singkat.
“Aahhh.... gila, gimana kalo udah sempurna, eh?” Ujar Risma. “Terus lanjutannya gimanaa? Cerita cepetaan... gue penasaran nih nek..”
Aku tersenyum melihat kelakuan teman karibku ini. Lalu aku lanjut bercerita.
142Please respect copyright.PENANA1AQ8TyUlYJ
Mungkin karena kaget mendengar suaraku, Bram menengok ke belakang. Dan dia juga terkejut melihat aku. Lalu dengan cepatnya, dia menutupi selangkangannya dengan kedua tangannya. “Mbak...” Cuma itu kata yang keluar dari mulutnya.
Dan aku nggak sadar kalau posisi handuk yang menutup tubuhku sudah dalam keadaan yang tidak sempurna. Maksudnya, handuk yang aku pakai memang bukan handuk lebar.. jadi ketika aku kaget tadi, kedua tanganku secara naluriah hendak menutup muka, namun tersadar kalau kedua tanganku ini sedang mengepit handuk, jadi ketika tanganku aku angkat, bagian atasnya agak turun, sehingga memperlihatkan buah dadaku yang sebelah kanan, tepat diatas puting susuku.
Sementara bagian bawahnya agak tersingkap, hingga kaki kananku terlihat sampai sebatas paha atas, sedikit di bawah pangkal selangkanganku. “Bram..” hanya itu yang bisa aku ucapkan.
“Mbak.. ya ampun.. maaf mbak..” katanya lagi sambil terlihat kikuk banget. Dia berusaha mengambil celana dalam boxernya di gantungan di sampingnya. Awalnya dia nggak sadar, ketika dia mengangkat tangannya, malah justru makin memperlihatkan batang zakarnya yang menggantung bebas. Akhirnya dia tidak jadi mengambil celananya dan kembali menutup selangkangannya.
Sambil berusaha membenarkan bebatan handuk di tubuhku, aku menatapnya. Dia juga menatapku. Entah kenapa, entah apa yang ada di pikiran kami, kita berdua malah tersenyum. Iya senyum gugup dan kikuk.. tapi kami saling membalas senyum.
“Mbak Fat mau mandi?” tanya Bram.
“Eee.. i.. iya Bram..”
“Kok mandinya disini? Biasanya di kamar?”
“Ee.. anu.. ta.. tadi.. sudah masuk kamar, tapi lampunya.. ee.. mm.. mati..” jelasku.
Bram tersenyum. “Ooh.. ya udah.. Mbak Fat mandi aja disini... saya keluar.. gantian aja ya mbak..” Lalu secara naluriah aku memalingkan wajahku, sementara Bram memakai boxernya. Tak lama kemudian, dia berjalan keluar kamar mandi. Namun karena pintunya memang agak sempit, aku berusaha bergeser supaya Bram bisa lewat. Tapi aku gak liat pergerakannya, jadi ketika aku menggeser posisiku, bokongku bersentuhan dan bergesekan dengan selangkangannya Bram. Jujur, aku merasakan betapa besarnya batang kejantanannya Bram. Dan sepertinya dia juga agak kaget karena persentuhan tubuh kami. Bram tidak lanjut berjalan, dia malah berhenti. Aku sudah gak tau mau ngapain lagi, aku sudah benar-benar mati langkah. Otakku memerintahkan aku untuk segera berlari menghindari Bram. Namun tubuhku sendirilah yang mengkhianatiku. Tubuhku malah berputar pelan. Kini kami saling berhadapan.
Bram memang bertubuh tinggi, hingga wajahku sebenarnya sedang sejajar dengan dadanya yang bidang. Aku tidak berani lagi menatap wajahnya. Suasana juga jadi terlalu canggung dan tiba-tiba seperti sepi, tidak ada suara apapun. Suara yang aku dengar hanya suara nafas berat kami yang sedikit memburu. Tubuhku terasa menancap di lantai, tidak bisa bergerak. Dan tanpa kuduga, Bram mengangkat wajahku pelan-pelan dengan jarinya.
142Please respect copyright.PENANAqrDchsCIeN
Kini kami kembali saling menatap. “Bram...” hanya itu kata yang sanggup aku ucapkan. Karena setelah itu mataku terpejam, dan bibirku merasakan sentuhan daging lembut yang sedikit basah. Daging halus itu mencumbu dengan lembut bibirku. Iya.. kami saling berciuman. Bahkan tidak sampai disitu, sepersekian detik kemudian, lidah kami saling membelit.. 5 detik.. 10 detik... 30 detik... aaahh aku mulai hilang didalam hitungan waktu.
Aku sedang terbang. Aku sedang tidak menginjak tanah... lalu aku merasakan ada dua tangan yang merengkuh tubuhku dengan gagah. Satu di punggungku dan yang satu lagi tepat di bokongku. Yang kedua tidak lagi rengkuhan, namun aku juga merasakan ada remasan-remasan halus yang bergantian berpindah tempat.
Aku semakin terbang jauh tinggi karena menikmati moment yang sudah tidak aku pernah rasakan lagi selama 2 tahun ini. Dan seperti ada yang memerintahkannya, kini kedua tanganku malah merengkuh leher pemuda gagah ini. Dan aku sadar.. sangat sadar bahkan, kalau handuk yang aku kenakan, kini sudah berada di lantai. Namun aku seperti tidak perduli. Aku malah berjinjit untuk terus melumat bibir dan lidah Bram. Lalu dengan gerakan yang amat smooth, Bram berjalan sambil menggendong tubuh telanjangku, dan mendudukkan aku diatas meja makan.
Kami tidak berhenti berciuman. Bram dengan lembut membuka kedua kakiku, lalu membenamkan tubuhnya di depanku sambil sedikit mencondongkan tubuhku. Otomatis, rengkuhanku pada lehernya makin mengencang. Tangan kiri Bram bersandar di meja makan, sementara tangan kanannya meremas dengan lembut kedua payudaraku bergantian, terkadang jari-jarinya memilin puting susuku dengan amat sangat pelan, namun berefek dasyat pada birahiku yang semakin tinggi.
“Braamm..hhmm..”
“Ya mbak?”
“Kamu curang..” walaupun suaraku mulai mendesah, tapi tetap mengajukan protes.
“Cc.. curang kenapa mbak?” tanyanya bingung. Aku males bertele-tele. Aku sudah hampir trans dalam birahiku sendiri.
“Kamu udah liat aku.. se mu a nya.. kamu masih pakai itu..” Jawabku sambil menunjuk selangkangannya yang masih ditutup dengan boxernya. Bram tersenyum. Tapi gak berapa lama kemudian, dia melepas kain peradaban terakhir yang menempel di tubuhnya. Kami berdiri berhadapan dengan saling bertukar senyum. Senyum apalah yang aku tangkap sebagai ekspresi kekaguman kami masing-masing atas pemandangan indah di hadapan kami berdua. Aku kagum akan tubuhnya.. dadanya yang bidang, tingginya yang menjulang.. terutama dengan daging panjang berkulup yang besar di arah selangkangannya.
Sementara apa yang dia lihat di tubuhku adalah...
“Kamu sempurna mbak...” ujar Bram singkat sambil mengelus selangkangan tanpa bulu.. milikku.. yang seharusnya hanya boleh dinikmati suamiku. Lalu dia merapatkan tubuhnya hingga menempel seluruhnya di tubuhku. Kemudian dia merengkuh aku dengan sebegitu sayangnya dan sangat gentle. Dan tak berapa lama kemudian, bibir kami kembali menyatu, dan lidah kami kembali saling membelit dan menari lincah. Dengan kesadaran penuh, aku menggenggam batang zakarnya, yang dengan pelan namun pasti... tegak berdiri dengan gagah dan sombongnya.
“Besar banget Bram...”
“Apa mbak?”
“Inimu..”
“Apaku..?”
Aku tersenyum. Lalu dengan setengah berbisik, aku berkata tegas.. “Tititmu..”
“Apaku?” tanya Bram dengan nada protes. Aku mengerti maksudnya. Lalu aku kembali menjawabnya.. sambil tersenyum.
“Kon.. tol.. mu... gede banget kontolmu..”
Bram tersenyum penuh kemenangan. “Banget?” aku mengangguk. “Punya Mas Ahmad?” dia menggodaku. Aku sudah masa bodoh. Aku menggeleng lembut.
“Nggak..” ujarku. “Dia nggak sebesar ini”
“Sumpah?” tanyanya.
“Demi Awloh...”
“Kecil banget?”
“Hmmm... gak usah dibahas.. pokoknya gak kaya punya kamu... jauuhh banget...”
Bram terkekeh. “Yaudah... mulai sekarang..” dia lalu berbisik lembut ditelingaku seraya tangannya meremas lembut kedua payudaraku bergantian.. “Kontolku buat kamu aja Mbak.. terserah mau kamu apain aja.. anggap aja ganti ruginya Mas Ahmad.”
Sumpah... ketika dia ngomong gitu, dadaku berdesir, ada getaran lembut di arah selangkanganku.. “Kalo ini bukan ganti rugi Bram.. gak sebanding.” kataku sambil tersenyum manja. Lalu dia menjawab. “Terserah kamu aja Mbak.. yang penting impianku tercapai..”
“Maksudmu?” tanyaku dengan bingung.
“Sudah lama aku pingin merasakan tubuhmu Mbak.. bahkan sempat menghayal gila untuk melakukannya di depan Mas Ahmad.. aku mau kamu jadi milikku..” dan ketika mendengar itu, ada sensasi geli yang nikmat ketika cairan pelumasku mengalir dengan liar dan bebasnya keluar dari..
“Aku suka memek sempitmu mbak...” sahut Bram sambil mengelus kelentitku.
“Bram... aku mau jadi milikmu.. kalo sekarang kamu mau, rebut aku dari suamiku.”
“Si lumpuh itu?”
“Iya.. si lumpuh itu.. hihihih..” Cuma itu kata yang keluar dari mulutku, sebelum aku dengan beringasnya melumat mulutnya, dan memeluk tubuhnya erat, sambil mencoba mengarahkan batangannya ke celah basahku yang mulai terbuka. Dan tentu saja mudah bagi batang zakarnya itu untuk segera merangsak masuk ke dalam celah sempit di pangkal pahaku, dan merojoknya dengan lembut namun sangat keras dan perkasa.. Aaahhh...
ns216.73.216.176da2